Rabu, 16 Maret 2016 Waktu: 00:47 | Associated Press |14.03.2016
Nur Kholis (tengah), ketua tim investigasi
Komnas HAM, saat menunjukkan bukti-bukti keterlibatan militer dalam
pembantaian anggota PKI tahun 1960an-1970an. (Foto: Dok)
WASHINGTON—Indonesia yang merupakan
tempat Barack Obama tinggal saat masih kanak-kanak menderita luka dari
periode terkelam dalam sejarah modern bangsa ini. Tak lama setelah Obama
tiba tahun 1967, ratusan ribu orang telah dibunuh dalam pembantaian
anti-komunis.
Sekarang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta bantuan Obama untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai pertumpahan darah 50 tahun lalu itu. Lembaga ini meminta deklasifikasi dokumen-dokumen rahasia AS yang dapat memberikan titik terang mengenai bagaimana pembunuhan itu direncanakan dan sejauh mana Amerika Serikat bekerjasama dengan militer Indonesia.
Komnas HAM tahun 2012 melaporkan adanya bukti terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan selama perburuan 1965-1966, namun jaksa agung tidak mengambil tindakan.
Komisioner Komnas HAM, Muhammad Nurkhoiron, bertemu pekan lalu dengan para pejabat Departemen Luar Negeri AS dan telah membuat permintaan resmi untuk Obama bahwa pengeluaran dokumen-dokumen dari CIA, Badan Intelijen Pertahanan dan badan-badan lain akan membantu "mendorong pemerintah Indonesia untuk menggandakan upaya-upayanya untuk mengungkap kebenaran" dan mendorong rekonsiliasi.
"Kami perlu AS untuk segera merilis dokumen-dokumen tersebut untuk membantu upaya-upaya kami," Ujar Nurkhoiron dalam sebuah wawancara. Ia mengatakan saat Obama tidak menjabat lagi tahun depan, momentum untuk tindakan AS bisa hilang.
Myles Caggins, juru bicara Dewan Keamanan Nasional, mengatakan pihaknya akan mempelajari permintaan Komnas HAM. Ia mengatakan pemerintah AS mendukung deklasifikasi dokumen manapun yang relevan dari periode yang tidak memberikan risiko keamanan nasional. AS sudah merilis banyak dokumen terkait periode tersebut, tapi menyimpan yang lainnya.
Pembunuhan terjadi pada Oktober 1965, tak lama setelah kudeta berdarah yang membunuh enam jenderal sayap kanan. Soeharto, mayor jenderal tak dikenal saat itu, mengisi kekosongan kekuasaan dan menyalahkan pembunuhan itu kepada Partai Komunis Indonesia (PKI), yang saat itu merupakan terbesar di luar Uni Soviet dan China, degan sekitar tiga juga anggota. Tidak ada bukti konklusif yang menyatakan keterlibatan komunis dalam kudeta tersebut.
Pada memoar laris tahun 1995, "Mimpi dari Ayahku," Obama mengenang bagaimana ibunya, yang memindahkan mereka ke Jakarta setelah menikahi seorang pria Indonesia, mengetahui tentang pembunuhan tersebut melalui "bisik-bisik."
Dalam kata-kata yang masih relevan, Obama menulis: "Jumlah korban jiwa merupakan hasil tebakan: beberapa ratus ribu, mungkin; setengah juta."
Pada saat itu, Perang Vietnam semakin intensif, dan ketakutan Washington akan pengambilalihan Asia Tenggara oleh komunis sangat tinggi. Sebelumnya, dokumen-dokumen Departemen Luar Negeri mengindikasikan bahwa Kedutaan Besar AS di Jakarta mengirim nama-nama puluhan pemimpin PKI ke angkatan darat Indonesia.
Catatan-catatan rapat yang telah diedit dari komite rahasia Dewan Keamanan Nasional yang dideklasifikasi bulan lalu, berdasarkan permintaan kebebasan informasi 2004 dari seorang sejarawan AS, menunjukkan bahwa AS mendorong "tindakan obstruktif" melawan PKI.
Sejarawan tersebut, Brad Simpson dari University of Connecticut, mengatakan AS mengorganisir operasi-operasi rahasia yang bertujuan memprovokasi bentrokan dengan kekerasan sehingga angkatan darat Indonesia dapat menghancurkan para komunis. Begitu pembunuhan dimulai, AS mengirim bantuan teknis dan menghapus sinyal-sinyal bahwa mereka mendukung pembunuhan itu, ujarnya.
Namun Simpson mengatakan pelepasan informasi yang lebih rinci kemungkinan besar akan memperjelas bahwa tanggung jawab utama pembunuhan ada pada militer Indonesia dan negara, bukan Amerika Serikat.
Hal itu dapat memberi titik terang mengenai struktur komando dan kontrol dari angkatan bersenjata Indonesia, yang sebenarnya melakukan pembunuhan di tempat-tempat khusus, dan tingkat koordinasi antara angkatan darat Indonesia dan para pendukung serta afiliasi dari kalangan sipil.
"Semakin banyak dokumen yang dirilis, teori-teori konspirasi mengenai peran AS akan semakin kurang bisa dipertahankan," ujar Simpson.
Thomas Blanton, direktur LSM Arsip Keamanan Nasional, mengatakan pemerintahan Obama memiliki rekam jejak yang cukup baik dalam deklasifikasi dokumen untuk akuntabilitas HAM, seperti yang dilakukan Oktober lalu untuk Chile, yang mengungkap bahwa mantan diktator Augusto Pinochet memerintahkan pembunuhan seorang diplomat Chile tahun 1976.
Namun ia mengatakan AS sepertinya tidak akan bertindak tanpa dorongan kuat dari pemerintah Indonesia, terutama karena beberapa dokumen yang diinginkan adalah dokumen-dokumen operasional CIA yang dijaga ketat.
Hal itu sepertinya tidak mungkin, karena pertumpahan darah 50 tahun lalu itu, yang telah mengorbankan banyak orang yang memiliki kaitan yang lemah dengan komunis, tetap menjadi topik yang sensitif di Indonesia.
Pihak berwenang pada beberapa kasus telah melarang pemutaran publik dua film dokumenter peraih nominasi Oscar karya Joshua Oppenheimer, yang melacak mantan anggota tim algojo pembantaian tersebut. [hd]
Sekarang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta bantuan Obama untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai pertumpahan darah 50 tahun lalu itu. Lembaga ini meminta deklasifikasi dokumen-dokumen rahasia AS yang dapat memberikan titik terang mengenai bagaimana pembunuhan itu direncanakan dan sejauh mana Amerika Serikat bekerjasama dengan militer Indonesia.
Komnas HAM tahun 2012 melaporkan adanya bukti terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan selama perburuan 1965-1966, namun jaksa agung tidak mengambil tindakan.
Komisioner Komnas HAM, Muhammad Nurkhoiron, bertemu pekan lalu dengan para pejabat Departemen Luar Negeri AS dan telah membuat permintaan resmi untuk Obama bahwa pengeluaran dokumen-dokumen dari CIA, Badan Intelijen Pertahanan dan badan-badan lain akan membantu "mendorong pemerintah Indonesia untuk menggandakan upaya-upayanya untuk mengungkap kebenaran" dan mendorong rekonsiliasi.
"Kami perlu AS untuk segera merilis dokumen-dokumen tersebut untuk membantu upaya-upaya kami," Ujar Nurkhoiron dalam sebuah wawancara. Ia mengatakan saat Obama tidak menjabat lagi tahun depan, momentum untuk tindakan AS bisa hilang.
Myles Caggins, juru bicara Dewan Keamanan Nasional, mengatakan pihaknya akan mempelajari permintaan Komnas HAM. Ia mengatakan pemerintah AS mendukung deklasifikasi dokumen manapun yang relevan dari periode yang tidak memberikan risiko keamanan nasional. AS sudah merilis banyak dokumen terkait periode tersebut, tapi menyimpan yang lainnya.
Pembunuhan terjadi pada Oktober 1965, tak lama setelah kudeta berdarah yang membunuh enam jenderal sayap kanan. Soeharto, mayor jenderal tak dikenal saat itu, mengisi kekosongan kekuasaan dan menyalahkan pembunuhan itu kepada Partai Komunis Indonesia (PKI), yang saat itu merupakan terbesar di luar Uni Soviet dan China, degan sekitar tiga juga anggota. Tidak ada bukti konklusif yang menyatakan keterlibatan komunis dalam kudeta tersebut.
Pada memoar laris tahun 1995, "Mimpi dari Ayahku," Obama mengenang bagaimana ibunya, yang memindahkan mereka ke Jakarta setelah menikahi seorang pria Indonesia, mengetahui tentang pembunuhan tersebut melalui "bisik-bisik."
Dalam kata-kata yang masih relevan, Obama menulis: "Jumlah korban jiwa merupakan hasil tebakan: beberapa ratus ribu, mungkin; setengah juta."
Pada saat itu, Perang Vietnam semakin intensif, dan ketakutan Washington akan pengambilalihan Asia Tenggara oleh komunis sangat tinggi. Sebelumnya, dokumen-dokumen Departemen Luar Negeri mengindikasikan bahwa Kedutaan Besar AS di Jakarta mengirim nama-nama puluhan pemimpin PKI ke angkatan darat Indonesia.
Catatan-catatan rapat yang telah diedit dari komite rahasia Dewan Keamanan Nasional yang dideklasifikasi bulan lalu, berdasarkan permintaan kebebasan informasi 2004 dari seorang sejarawan AS, menunjukkan bahwa AS mendorong "tindakan obstruktif" melawan PKI.
Sejarawan tersebut, Brad Simpson dari University of Connecticut, mengatakan AS mengorganisir operasi-operasi rahasia yang bertujuan memprovokasi bentrokan dengan kekerasan sehingga angkatan darat Indonesia dapat menghancurkan para komunis. Begitu pembunuhan dimulai, AS mengirim bantuan teknis dan menghapus sinyal-sinyal bahwa mereka mendukung pembunuhan itu, ujarnya.
Namun Simpson mengatakan pelepasan informasi yang lebih rinci kemungkinan besar akan memperjelas bahwa tanggung jawab utama pembunuhan ada pada militer Indonesia dan negara, bukan Amerika Serikat.
Hal itu dapat memberi titik terang mengenai struktur komando dan kontrol dari angkatan bersenjata Indonesia, yang sebenarnya melakukan pembunuhan di tempat-tempat khusus, dan tingkat koordinasi antara angkatan darat Indonesia dan para pendukung serta afiliasi dari kalangan sipil.
"Semakin banyak dokumen yang dirilis, teori-teori konspirasi mengenai peran AS akan semakin kurang bisa dipertahankan," ujar Simpson.
Thomas Blanton, direktur LSM Arsip Keamanan Nasional, mengatakan pemerintahan Obama memiliki rekam jejak yang cukup baik dalam deklasifikasi dokumen untuk akuntabilitas HAM, seperti yang dilakukan Oktober lalu untuk Chile, yang mengungkap bahwa mantan diktator Augusto Pinochet memerintahkan pembunuhan seorang diplomat Chile tahun 1976.
Namun ia mengatakan AS sepertinya tidak akan bertindak tanpa dorongan kuat dari pemerintah Indonesia, terutama karena beberapa dokumen yang diinginkan adalah dokumen-dokumen operasional CIA yang dijaga ketat.
Hal itu sepertinya tidak mungkin, karena pertumpahan darah 50 tahun lalu itu, yang telah mengorbankan banyak orang yang memiliki kaitan yang lemah dengan komunis, tetap menjadi topik yang sensitif di Indonesia.
Pihak berwenang pada beberapa kasus telah melarang pemutaran publik dua film dokumenter peraih nominasi Oscar karya Joshua Oppenheimer, yang melacak mantan anggota tim algojo pembantaian tersebut. [hd]
http://www.voaindonesia.com/content/komnas-ham-desak-obama-buka-dokumen-rahasia-as/3234630.html
0 komentar:
Posting Komentar