Kompas.com - 06/02/2018, 08:26 WIB
Koordinator Kontras Yati Andriyani di Jakarta, Selasa (9/1/2018)
JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pekerja Kontras menyampaikan sikapnya menjelang pertemuan Komisaris Tinggi Hak Asasi ManusiaPerserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Zeid Ra'ad Al Hussein dengan Presiden Joko Widodo di Istana Presiden Jakarta, pada Selasa (6/2/2018).
Koordinator Kontras Yati Andriani mengatakan, Indonesia sudah memasuki era reformasi hampir 20 tahun. Namun, Indonesia masih belum menyelesaikan beban masa lalunya, yakni berbagai perkara pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu.
"Ketidakmampuan dan kegagalan Pemerintah Indonesia ditandai dengan mandeknya sembilan kasus pelanggaran HAM berat yang diselidiki Komnas HAM," ujar Yati melalui siaran persnya, Selasa pagi.
"Hingga saat ini, Jaksa Agung menolak menyelidiki kasus-kasus itu serta parlemen tidak mengambil peran politiknya untuk merekomendasikan pembentukan pengadilan HAM berat," kata dia.
Khusus perkara HAM penghilangan paksa yang terjadi periode 1997-1998 dan peristiwa pembunuhan massal 1965-1966, parlemen sebenarnya sudah mengeluarkan rekomendasi. Namun, menurut Yati, sampai saat ini Presiden Joko Widodo belum menindaklanjuti rekomendasi itu.
Dalam perkara pembunuhan aktivis HAM Munir juga demikian. Dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) yang seharusnya berada di bawah tanggung jawab Sekretariat Negara malah tidak diketahui keberadaannya.
"Dan Presiden tidak menunjukkan iktikad baiknya untuk segera mengumumkan hasil penyelidikan Tim Pencari Fakta kepada publik," ujar Yati.
Masuknya sejumlah tokoh yang diduga terlibat pelanggaran HAM berat masa lalu ke lingkaran kekuasaan dinilai telah merusak agenda para pencari keadilan.
Yati menilai, mereka menyandera otoritas negara dan semakin membuat sulit setiap upaya menyeret mereka ke pengadilan.
Di sisi lain, lanjut Yati, alih-alih menindaklanjuti penyelidikan Komnas HAM soal kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, pemerintah malah mengampanyekan rekonsiliasi dalam kasus pelanggaran HAM berat masa lalu tertentu. Salah satunya dengan berupaya membentuk Dewan Kerukunan Nasional.
Di tengah situasi demikian, Kontras terus mendesak badan-badan HAM, salah satunya Komisaris Tinggi HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Zeid Ra'ad Al Hussein untuk sungguh-sungguh mengambil peran signifikan dan substansial mendorong pemerintah Indonesia menuntaskan janjinya soal penyelesaian kasus HAM berat masa lalu.
"Kami mendesak Komisaris Tinggi HAM PBB untuk, pertama, mendesak Presiden Indonesia mengambil langkah-langkah politik untuk menyelesaikan berbagai kemacetan penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan bagi para korban," ujar Yati.
Selain itu, Kontras juga mendesak Zeid untuk mendorong Jaksa Agung dan Pengadilan HAM untuk menjalankan fungsinya menyelidiki kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Ketiga, Kontras meminta Zeid untuk mengingatkan pemerintah Indonesia untuk menghindari cara-cara penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu yang tidak berkesuaian dengan aturan hukum dan prinsip-prinsip hak korban.
"Terakhir, kami mendesak Zeid mempersoalkan Presiden Jokowi yang mengangkat terduga pelanggar HAM dalam kabinetnya dan memberikan posisi strategis kepada para terduga pelanggar HAM dalam lingkaran kekuasaannya," ujar Yati.
PenulisFabian Januarius Kuwado
EditorBayu Galih
Sumber: Kompas.Com
0 komentar:
Posting Komentar