BBC Indonesia | 16 Februari 2018
Kelompok LGBT adalah yang paling rentan jadi korban persekusi dan pelanggaran HAM, bahkan oleh polisi. | Djewel Samad
Di sisi lain, kepolisian akan bekerja sama dengan Komnas HAM guna melindungi kelompok marjinal dan minoritas.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengungkapkan dari total 1.162 kasus yang diadukan pada 2017, polisi menempati posisi tertinggi dengan 506 kasus. Diikuti oleh korporasi 168 kasus dan pemerintah daerah 138 kasus.
"Kondisi ini tidak mengalami perubahan selama beberapa tahun terakhir," kata Ahmad Taufan, kemarin.
Kasus yang paling banyak diadukan soal polisi adalah upaya paksa sewenang-wenang, tindak kekerasan, kriminalisasi, tindak penyiksaan, dan kelambanan penanganan kasus.
Salah satu kasus kriminalisasi yang dilakukan polisi adalah terhadap aktivis penolak tambang emas Banyuwangi, Heri Budiawan. Ia dituding menyebarkan komunisme karena membawa spanduk palu arit ketika berdemonstrasi.
Budiawan membantah tuduhan tersebut.
Selama persidangan berlangsung, jaksa penuntut tidak bisa menghadirkan barang bukti spanduk bergambar palu arit yang dimaksud, hingga Budiawan divonis 10 bulan penjara.
Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian berniat memperbaiki kinerja polisi terutama dalam hal hak asasi manusia itu. Hal itu bisa dilakukan dengan menjalin komunikasi dan hubungan baik antara polisi dengan Komnas HAM.
Berkunjung dan silaturahmi yang dilakukan jajaran kepolisian, kata Tito, adalah salah satu caranya.
"Inti pertemuan ini adalah mempermudah koordinasi antar dua lembaga. Oleh karena itu saya juga membawa jajaran Polri ke sini," ujar Tito usai pertemuan dengan Komnas HAM.
Hal-hal yang positif dari polisi soal HAM
Menurut Ahmad Taufan, di sisi lain polisi punya hal-hal yang positif. Misalnya, "meskipun paling banyak diadukan, Polri juga paling responsif dibanding pihak lainnya (yang diadukan)," kata dia.
Selain itu, polisi juga intens membangun komunikasi dan kerja sama dengan Komnas HAM. Diantaranya adalah kesepakatan kerja sama dengan berbagai kepolisian daerah, seperti Jawa Tengah, Sumatera Barat, Sulawesi Tengah, dan Maluku.
Ada juga sejumlah kepolisian daerah yang melakukan pelatihan dan penyuluhan hak asasi manusia bagi anggotanya. Misalnya Polda Metro Jaya, Jawa Tengah, Lampung, Brimob, dan Papua.
Meski begitu, Komnas HAM berharap kepolisian tetap meningkatkan kinerjanya dalam rangka penghormatan terhadap hak asasi manusia karena masih sering dilaporkan.
Salah satu cara yang akan ditempuh bersama adalah dengan pemberian penghargaan bagi anggota kepolisian yang berani menghadang aksi persekusi.
Menurut Taufan, nantinya inisiatif anggota Polri untuk mencegah dan menangani persekusi bisa melindungi hak-hak kaum minoritas dan marjinal yang selama ini sering dilanggar.
Beberapa kelompok minoritas yang kerap menjadi korban persekusi adalah kaum LGBT, kelompok etnis dan agama seperti aliran kepercayaan, Ahmadiyah, dan termasuk agama minoritas seperti Buddha dan Kristen.
Salah satu yang mencuat akhir-akhir ini adalah pengusiran Biksu Mulyanto Nurhalim, seorang pendeta Buddha dari Legok, Tangerang, awal Februari 2018. Ia dituding warga menjadikan rumah sebagai tempat ibadah.
Selang beberapa hari sebelumnya, aksi intoleran sekelompok orang menggeruduk bakti sosial Gereja Santo Paulus, di Bantul, Yogyakarta. Mereka membubarkan bakti sosial dengan tudingan kristenisasi.
Kepala Polri Tito Karnavian menyambut baik rencana pemberian penghargaan bagi polisi yang berani menghadang persekusi semacam itu.
"Jadi polisi tidak hanya yang jelek-jelek saja," kata Tito.
Nantinya penghargaan ditujukan bagi polisi yang juga mengamankan hak-hak individu warga dan hak asasi manusia.
"Polisi yang berani ambil keputusan, diberi reward," ujar Tito.
Menurut dia, penghargaan semacam itu akan membuat polisi terdorong untuk maksimal bekerja melindungi HAM. "Akan terjadi iklim yang kompetitif di polisi untuk jadi pembela HAM," ujar Tito.
Kepala Polri berharap total 440 ribu anggota polisi bisa paham dengan persoalan hak asasi manusia sehingga menjadi mitra Komnas HAM. "Bisa jadi perpanjangan tangan untuk memperjuangkan HAM," kata dia.
Kritik terhadap Komnas HAM dan polisi
Manager kampanye Amnesty International Indonesia, Puri Kencana Putri, mempertanyakan kerja sama Komnas HAM dan polisi tersebut. Salah satu yang disorot adalah kasus persekusi polisi Aceh Utara terhadap kelompok transgender.
"Mana hasil penyelidikan Propam terhadap Kapolres Aceh Utara? Itu bukan cuma melanggar hukum, tapi juga aturan HAM internasional," kata Puri.
Di Lhoksukon, Aceh Utara, polisi menangkap setidaknya 12 orang pekerja salon yang diduga transgender.
Kemudian foto dan video penanganan polisi terhadap beredar dan menunjukkan tindakan polisi yang dinilai melanggar HAM.
Menurut Puri, seharusnya Komnas HAM mengejar penyelesaian kasus-kasus kekerasan atau yang diduga melanggar HAM oleh polisi.
Selain Aceh Utara, ia menyebut beberapa kasus terbaru lainnya misalnya kematian terduga teroris di Indramayu yang ditembak.
Kerja sama kelembagaan antara Komnas HAM dan polisi sebaiknya tidak hanya dijadikan acara seremonial, tetapi juga harus diteruskan ke lapangan. Sering kali, kata Puri, apa yang disampaikan pimpinan tidak dijalankan oleh aparat di lapangan.
Penyelesaian dugaan pelanggaran HAM Aceh Utara bisa jadi tolak ukur.
"Agar gestur pimpinan Polri selaras dengan yang di lapangan. Jangan sampai enggak nyambung dengan komitmen," kata Puri.
Perihal pelatihan HAM untuk polisi, lanjut dia, sudah sering dilakukan sejak dulu.
Namun masalahnya dugaan pelanggaran HAM oleh polisi masih saja terjadi. Bahkan menjadi yang paling banyak dilaporkan ke Komnas HAM 2017.
"Komnas HAM harus bisa mengejar menyelesaikan dugaan pelanggaran HAM oleh polisi. Dan seharusnya juga, pimpinan Polri siap untuk hal itu," kata Puri.
Sumber: BBC Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar