Oleh: Yanuarius Viodeogo | 9 June 2018 | 15:57 WIB
Bisnis.com, JAKARTA – Human Rights Working Group (HRWG) mendesak komitmen Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu termasuk menyelesaikan perdebatan antara Kejaksaan Agung dan Komisi Nasional HAM.
Direktur Eksekutif HRWG Muhammad Hafiz mengatakan bahwa bila dibandingkan dengan 20 tahun lalu, proses penegakan hukum dan penyelesaian kasus pelanggaran HAM semestinya sudah lebih maju.
“Pada medio 1999-2000, Pemerintah Indonesia bisa menghasilkan dua UU dan peraturan lainnya yang memperkuat jaminan HAM dan mendorong proses penyelesaaian pelanggaran HAM yang pernah terjadi,” paparnya dalam keterangan resmi yang diterima Bisnis, Sabtu (9/6/2018).
Muhammad menuturkan pemerintah dan legislatif pada periode itu berhasil mendorong terbitnya beleid UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM sebagai tonggak komitmen negara.
Terkait perdebatan Kejaksaan Agung dan Komnas HAM, hal itu bermula pada 2012 di mana Komite HAM PBB memasukkan deadlock dalam rekomendasi dan meminta pemerintah bisa menyelesaikannya.
“Namun, hingga kini bahkan setelah Presiden RI menemui korban pekan lalu, kebuntuan belum juga bisa diatasi. Kejaksaan tetap memaksa untuk tidak melanjutkan ke proses penyidikan dan Komnas HAM sangat terbatas dalam penyelidikan,” ujarnya.
Oleh karena itu, HRWG menilai pentingnya Presiden Jokowi membuat teroboasan kebijakan bila kasus pelanggaran HAM ingin diselesaikan.
“Wacana mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) revisi UU Nomor 26 Tahun 2000 yang memberikan mandat lebih kepada Komnas HAM adalah pilihan strategis harus dilihat Presiden,” lanjut Muhammad.
Dalam UU itu, hanya ada pemberian kewenangan penyidikan kepada Komnas HAM (pasal 18). Selain itu, dengan bukti permulaan yang ada, kesimpulan hasil penyelidikan diserahkan kepada penyidik (pasal 20).
Sementara itu, penyidikan masih dilakukan oleh Jaksa Agung (pasal 21).
Sumber: Kabar24
0 komentar:
Posting Komentar