Oleh: Lalu Rahadian - 1 Juni 2018
Presiden Jokowi dan keluarga korban pelanggaran HAM akhirnya bertatap muka, Kamis (31/5/2018)
“Yang kami harapkan bukan Jokowi yang kami datangi, tapi Jokowi datang ke sini. Kami lihat sampai detik ini belum tahu kejelasan Jokowi terhadap janji Nawacitanya. Bahkan sekarang dia dikelilingi orang-orang yang diduga sebagai pelaku pelanggaran HAM.”Seruan itu disampaikan Tyas dari Serikat Pekerja Nasional. Ia merupakan salah satu aktivis yang ikut Aksi Kamisan ke-540 yang digelar Kamis (31/5/2018).
Orasi itu disampaikan Tyas tepat sesudah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima sekitar 20 orang perwakilan keluarga korban kasus pelanggaran HAM masa lalu di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat.
Setelah sempat tarik ulur mengenai waktu pertemuan, Jokowi dan keluarga korban akhirnya bertatap muka pada pukul 14.30 WIB sampai sekitar 16.20 WIB. Dalam pertemuan itu, perwakilan keluarga yang juga bagian dari aksi Kamisan menyampaikan dokumen-dokumen kasus HAM masa lalu ke Jokowi.
“Bapak Presiden masih akan mempelajari berkas yang kami sampaikan agar kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang diselesaikan Komnas HAM, khususnya pelanggaran HAM masa lalu yang tertulis di dalam visi, misi, program aksi Jokowi-JK bisa segera diwujudkan,” ujar Maria Catarina Sumarsih, salah satu orang tua korban Tragedi Semanggi I usai bertemu Jokowi.Dalam Nawacita, Jokowi-JK berjanji menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu seperti Kerusuhan Mei, Trisakti, Semanggi 1 dan 2, penghilangan paksa, Talang Sari-Lampung, Tanjung Priok, dan Tragedi 1965.
Menurut Sumarsih, Jokowi meminta keluarga dan korban pelanggaran HAM masa lalu untuk aktif menanyakan progres pengusutan kasus-kasus itu ke Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) yang dipimpin Jenderal Purnawirawan Moeldoko. Presiden ketujuh itu juga disebut berjanji meminta Jaksa Agung M Prasetyo menindaklanjuti penyelidikan kasus-kasus itu ke tingkat penyidikan.
Aksi Kamisan Terus Berlanjut
Selepas diterima Jokowi di Istana Negara, Sumarsih dan puluhan keluarga korban pelanggaran HAM masa lalu berjanji tetap menggelar aksi Kamisan setiap pekan. Kegiatan yang sudah mereka lakukan sejak 2007 itu akan tetap berlanjut sampai pemerintah menyelesaikan penanganan berbagai pelanggaran itu.Sumarsih juga berkata dirinya dan keluarga korban lainnya, tak serta merta memberikan dukungan kepada Jokowi atau pihak manapun jelang pemilu 2019. Pernyataan itu disampaikan menanggapi soal waktu pertemuan yang terjadi setahun menjelang Pemilu Presiden.
“Dalam UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang HAM, kasus-kasus pelanggaran HAM berat tidak kenal kedaluwarsa. Siapa pun yang jadi presiden, kami berhak menuntut, dan presiden wajib menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu atau masa kini,” tutur Sumarsih.Perempuan asal Semarang itu mengaku menyerahkan dokumen yang berisi 6 tuntutan untuk pemerintah dalam pertemuan dengan Jokowi. Keenam tuntutan itu adalah:
Pertama, mereka minta Jokowi mengakui terjadinya kekerasan aparat dalam kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu. Setelah diakui, masalah itu harus dituntaskan berdasarkan mekanisme hukum formal.
Kedua, keluarga korban memberi masukan mekanisme penyelesaian kasus pelanggaran HAM di masa lalu. Ketiga, mereka meminta pembentukan pengadilan HAM ad hoc untuk mengusut Tragedi 98, kasus Semanggi 1 dan 2, Trisakti, penghilangan paksa, dan kekerasan dalam rentang 13-15 Mei 98.
“Kemudian [menuntut Jokowi] menugasi instansi terkait untuk mencari 13 orang [hilang]. Merehabilitasi dan memberi kompensasi ke korban tragedi Tanjung Priok, serta mengajukan Rancangan UU Perubahan Pengadilan Militer yang selama ini mendasari keterlibatan TNI dan Polri dalam melakukan pelanggaran HAM berat," kata Sumarsih.
Apa Pentingnya Jokowi Datang ke Kamisan?
Sebelum digelar pertemuan, Jokowi dikabarkan ingin datang ke acara Kamisan di penghujung Mei 2018. Menurut Sumarsih, niat diurungkan Jokowi lantaran Presiden Indonesia datang pada pukul 11.00 WIB. Padahal aksi Kamisan baru digelar pukul 16.00 sampai 17.00 WIB di seberang Istana Merdeka. Dalam aksi itu, peserta seragam membawa payung dan berpakaian hitam.“Suatu saat dia [Jokowi] akan datang juga kok [ke Kamisan]. Tapi kalau bagi saya, Pak Jokowi datang ke Kamisan tuh bukan target. Targetnya, presiden menyelesaikan kasus,” kata ibunda almarhum Benardinus Realino Norma Irawan alias Wawan ini.Keinginan serupa disampaikan Paian Siahaan. Ia adalah orangtua Ucok Munandar Siahaan, seorang mahasiswa yang hilang saat kerusuhan Mei 1998 terjadi.
Menurut Paian, penting baginya agar pemerintah menentukan status anaknya: Apakah masih hidup atau sudah meninggal. Kepastian ia nantikan lantaran keluarga selama ini menganggap Ucok masih hidup.
Ia mengaku Ucok bahkan selalu mendapat kartu tanda pemilih dalam setiap Pemilu yang diselenggarakan sejak 1998.
“Saya bilang 'Pak, saya hanya ingin pemerintah menetapkan status anak saya karena sangat menyangkut kehidupan kami sebagai keluarga'. Karena anak saya lahir ada aktanya dan sekarang dia tidak ada. Berdasarkan [pengusutan] Komnas HAM, dia [Ucok] salah satu yang diculik Kopassus waktu itu,” ujar Paian.Ucok yang saat hilang berstatus mahasiswa Semester VI di salah satu perguruan tinggi swasta itu disebut masih terdaftar dalam Kartu Keluarga (KK) hingga kini.
Ia mengaku Ucok bahkan selalu mendapat kartu tanda pemilih dalam setiap Pemilu yang diselenggarakan sejak 1998.
“Pak Jokowi berjanji segera menyelesaikan itu [...] Kami harap status anak kami dapat dipastikan. Kalau dia sudah meninggal, kami akan mengurus KK agar dia dapat dikeluarkan dari KK [...] Tapi kami hasil apapun bersyukur,” ujar Paian.
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Mufti Sholih
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Mufti Sholih
0 komentar:
Posting Komentar