Mukhlison Sri Widodo | 28-06-2018 18:53
Perusakan pengadilan negeri bantul. (GATRA/Arief Koes/RT)
Ketua Pemuda Pancasila Bantul Doni Bimo Satono atau Doni Abdul Gani mengatakan aksi itu sebagai bentuk ketidakpuasan atas vonis yang dijatuhkan kepadanya dalam kasus perusakan sebuah pameran.
Sejak Maret lalu, Doni menjalani sidang di PN Bantul sebagai terdakwa utama atas aksi perusakan karya-karya foto Andreas Iswinarto yang dipamerkan di Kantor Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (UII) pada Mei 2017.
Hakim Ketua Subagyo menjatuhkan vonis hukuman lima bulan penjara dengan masa percobaan 9 bulan kepada Doni sesuai ayat 1 pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan.
“Aksi yang terjadi hari ini adalah bentuk tidak terima kami terhadap vonis yang dijatuhkan hakim. Ini aksi spontan dari para pendukung saya,” kata Doni saat ditemui awak media di Kantor PN Bantul.
Doni dan pendukungnya melihat vonis ini sebagai bentuk pengakuan negara dan memberikan kemenangan terhadap orang-orang yang ingin menghidupkan paham komunisme.
Doni menganggap, vonis atas dirinya ini sebagai kekalahan Pemuda Pancasila seluruh Indonesia.
Pemuda Pancasila menilai keputusan hakim PN Bantul menjadi barometer atas sikap perlawanan pada komunisme.
Menurut mereka, pihak yang melawan penyebaran paham komunisme di Indonesia justru akan dilaporkan ke kepolisian.
“Ini yang tidak menjadi pertimbangan hakim. Jika dibiarkan, ke depan tidak hanya kami yang menjadi korban, namun organisasi penentang komunis lain juga akan mengalami nasib yang sama,” katanya.
Saat ditanya siapa saja yang merusak PN, Doni menyatakan tidak tahu.
Sebab, kata dia, mereka yang hadir saat itu tidak hanya dari Pemuda Pancasila, namun juga organisasi masyarakat lain seperti Paksi Katon, Front Jihad Bantul, Laskar Sayidina Ali, Front Jihad Islam, dan Kokam.
Hadirin sidang memang tidak hanya dari DI Yogyakarta, melainkan simpatisan organisasi tersebut dari Jawa Tengah.
Doni mengatakan, aksi perusakan pameran di Pusham UII sebagai usaha menyelamatkan Indonesia dari komunisme.
“Soal apakah saya akan melakukan banding atau tidak terhadap vonis yang dijatuhkan, sedang dipikirkan,” ujarnya.
Pada Kamis siang, sesaat setelah vonis, seratusan orang pendukung Doni merusak Kantor PN Bantul.
Akibatnya kaca jendela ruang sidang dan lobi, televisi, kursi, juga meja satpam rusak.
“Kerugian kami taksir mencapai Rp 53 juta. Kami sudah melaporkan kasus ini ke Polres Bantul,” kata Ketua PN Bantul Agung Sulistyono.
Kejadian ini mengganggu operasional PN Bantul karena dua sidang tertunda.
Namun Agung menyatakan bahwa kantor tetap beroperasi seperti biasa sesuai jam kantor.
Kapolres Bantul AKBP Sahat M Hasibuan menyatakan pihaknya masih melakukan penyelidikan atas tindak kriminal perusakan ini dan mendapat dukungan dari Polda DI Yogyakarta.
“Kami pastikan selama jalannya persidangan dari aspek keamanan kami sudah maksimal dan berhasil menghalau massa keluar dari PN Bantul,” ujarnya.
Reporter : Arif Koes
Editor : Mukhlison
Sumber: Gatra.Com
Editor : Mukhlison
0 komentar:
Posting Komentar