Kompas.com - 10/12/2018,
09:56 WIB
Penulis : Aswab Nanda Pratama
Editor : Bayu Galih
Editor : Bayu Galih
Ilustrasi
hak asasi manusia(humanrights.gov)
KOMPAS.com - Pada dasarnya setiap manusia yang ada di
dunia mempunyai nilai dan kedudukan yang sama. Mereka mempunyai hak, kewajiban
dan perlakukan yang sama, yang dikenal juga sebagai hak asasi manusia.
Adanya kejahatan manusia terhadap manusia lain menjadikan
hak asasi manusia seseorang kerap terampas. Adanya keinginan untuk
memperjuangkan kebebasan HAM mulai muncul, terutama setelah banyak perang
berkecamuk.
Persatuan Bangsa-Bangsa ( PBB) yang notabene organisasi
yang dibentuk pasca Perang Dunia II mengambil inisiatif ini. Melalui PBB,
isu-isu mengenai HAM mulai dikeluarkan ke publik. Tujuannya adalah agar
masyarakat dunia paham dan menghargai bahwa setiap orang memiliki hak dasar
yang harus dilindungi.
Sejak Magna Carta
Sejak Magna Carta
Sejarah mencatat bahwa pada masa lalu tiap orang memiliki
hak dan tanggung jawab melalui keanggotaan mereka dalam kelompok, keluarga,
bangsa, agama, kelas, komunitas, atau negara.
Namun, kekuasaan menyebabkan munculnya penindasan
terhadap hak manusia satu terhadap manusia lain. Kekuasaan golongan tertentu,
terutama kelas bangsawan, menjadikan kebebasan dan hak tiap individu terampas.
Adanya pemahaman yang menyatakan bahwa keinginan raja
harus dituruti membuat hak dasar warga terampas. Pada 15 Juni 1215, sebuah
piagam dikeluarkan di Inggris. Piagam dengan nama "Magna Carta" ini
secara tertulis berperan membatasi kekuasaan absolut raja. Pada piagam ini
seorang raja diharuskan menghargai dan menjunjung beberapa prosedur legal dan
hak tiap manusia. Selain itu, keinginan seorang raja juga dibatasi oleh hukum.
Magna Carta disebut sebagai sebuah kesepakatan pertama
yang tercatat sejarah sebagai jalan menuju hukum konstitusi. Selain itu, Magna
Carta juga kerap dianggap sebagai tonggak perjuangan lahirnya hak asasi
manusia.
Setelah Magna Carta, muncul petisi-petisi lain yang
menginginkan penguasa untuk lebih menghargai kebebasan dan hak individu. Pada
26 Agustus 1789, Revolusi Perancis berdampak langsung terhadap munculnya
pengakuan atas hak-hak individu dan hak-hak kolektif manusia. pernyataan ini
sering disebut Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara (La Déclaration des
droits de l'Homme et du Citoyen).
Setelah Revolusi Perancis, tiap negara mulai memahami
pentingnya hak atas individu, baik itu kebebasan maupun yang lainnya. Berbagai
petisi lain juga muncul untuk mendukung ini. Namun, kendala utamanya adalah
kurangnya kesadaran dari pemimpin dan juga hasrat manusia untuk berperang yang
menjadikan pengakuan atas hak asasi manusia terhambat.
Aktivis Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan menggelar aksi
Kamisan ke-453 di depan Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta
Pusat, Kamis (4/8/2016). Dalam aksi itu mereka menuntut pemerintah
menyelesaikan kasus-kasus pelangaran hak asasi manusia di masa lalu dan
mengkritisi pelantikan Wiranto sebagai Menko Polhukam karena dianggap
bertanggung jawab atas sejumlah kasus pelanggaran HAM di Indonesia.
(KOMPAS.com
/ GARRY ANDREW LOTULUNG)
Melalui PBB
Perang dan keserakahan negara besar
menyebabkan hak asasi tiap manusia terampas. Setelah Perang Dunia II, Majelis
Umum PBB mulai berencana untuk membuat rencana terbaru untuk penegakan HAM.
Dilansir dari situs resmi PBB, www.un.org, Hari Hak Asasi Manusia akhirnya bisa
diperingati setiap tahun pada 10 Desember.
Pemilihan tanggal itu dipilih untuk menghormati
pengesahan dan pernyataan Majelis Umum PBB bahwa pada 10 Desember 1948 terdapat
sidang untuk membahas khusus tentang HAM.
Hasilnya adalah 48 negara menyetujui kesepakatan dan
penandatanganan kesepakatan tentang Hak Asasi Manusia. Pertemuan itu mampu
menghadirkan sebuah Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR).
Deklarasi ini menjadikan tonggak bersejarah yang mampu
memperjuangkan hak-hak yang tidak dapat dicabut yang setiap orang sebagai
manusia tanpa memandang ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, bahasa,
pendapat politik atau lainnya, asal kebangsaan atau sosial, properti, kelahiran
atau status lainnya.
Deklarasi tersebut juga menetapkan nilai-nilai universal
dan standar umum pencapaian untuk semua orang dan semua bangsa. Ini menetapkan
martabat dan harga diri yang setara bagi setiap orang.
Berkat Deklarasi
Universal HAM dan komitmen banyak negara terhadap prinsip-prinsip HAM, martabat
jutaan orang telah terangkat dan landasan untuk dunia yang lebih adil telah diletakkan.
Secara resmi, peringatan Hari HAM Sedunia dilakukan sejak
1950 pada Rapat Pleno ke-317 Majelis Umum pada 4 Desember 1950. Saat itu
Majelis Umum menyatakan resolusi 423 (V) dan mengundang semua negara anggota
dan organisasi lain menetapkan itu.
Pernyataan secara global pertama tentang hak asasi
manusia merupakan salah satu pencapaian besar pertama sejak berdirinya PBB.
Setelah itu, mulai muncul berbagai konferensi dan pertemuan politik tingkat
tinggi, juga acara dan pameran budaya yang berkaitan dengan masalah HAM.
Banyak organisasi
pemerintah dan non-pemerintah yang aktif di bidang HAM menggelar acara khusus
untuk memperingati Hari HAM Sedunia, seperti yang dilakukan banyak organisasi
sipil dan lembaga swadaya masyarakat, termasuk di Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar