Kompas.com - 10/12/2019,
11:24 WIB
Penulis : Deti Mega Purnamasari
Editor : Kristian Erdianto
Editor : Kristian Erdianto
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam)
Mahfud MD saat ditemui di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis
(5/12/2019).(KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO)
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator bidang Politik,
Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menuturkan bahwa seluruh kasus
pelanggaran HAM berat masa lalu dapat dikategorikan dalam tiga kelompok.
Menurut Mahfud, dari 12 kasus pelanggaran HAM masa lalu ada yang sudah selesai,
ada yang dalam proses penyelidikan atau penyidikan dan kasus yang belum
selesai.
"Sebenarnya kasus HAM masa lalu itu ada 12 yang selalu disebut di tengah masyarakat dan media. Tapi sesudah saya di sini (Polhukam), yang 12 itu bisa dikategorikan tiga. Ada yang sudah selesai, sudah (dalam proses) diadili, dan yang belum selesai tapi sudah kehilangan obyeknya," kata Mahfud dalam wawancara eksklusif dengan Kompas.com, Kamis (5/12/2019) lalu
Mahfud pun mencontohkan beberapa kasus yang masuk dalam
kategori-kategori tersebut. Contoh kasus yang sudah selesai yakni, kasus Timor-Timur,
Tanjung Priok, Talangsari, serta kasus penembakan misterius (petrus).
Kemudian yang saat ini masih dalam proses adalah kasus
pelanggaran HAM di Wasior dan Wamena. Selanjutnya adalah kasus yang belum
selesai tetapi sudah kehilangan obyek hukum, misalnya Peristiwa
1965-1966.
"Siapa yang mau dihukum? Siapa juga korbannya? Sudah pada tidak ada. Kenapa itu tidak dinyatakan saja, ini tidak bisa dibawa ke pengadilan. Mari kita akui bahwa peristiwa ini tejadi dan kita sesali dan ditutup kasusnya. Kan bisa?" kata dia
Mahfud mengatakan, apabila saat ini ada korban yang
secara langsung dirugikan atas kasus-kasus tersebut, maka Presiden dapat
diberikan kewenangan untuk membuat Peraturan Presiden (Perpres) agar
diselesaikan melalui mekanisme rekonsiliasi.
"Jadi sebenarnya begitu saja UU KKR (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi) itu, tidak usah seram-seram amat. Dulu masing-masing ngotot lalu menggantung, maksudnya ngambang. Nah sekarang kita selesaikan yang begitu, biar ada kemajuan," kata diaSementara itu, berdasarkan catatan Kejaksaan Agung, saat ini ada 12 kasus pelanggaran HAM berat yang belum dituntaskan. Sebanyak 8 kasus terjadi sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Kedelapan kasus tersebut adalah Peristiwa 1965, peristiwa
Penembakan Misterius (Petrus), Peristiwa Trisaksi, Semanggi I dan Semanggi II
tahun 1998, peristiwa Penculikan dan Penghilangan Orang Secara Paksa.
Kemudian,
Peristiwa Talangsari, Peristiwa Simpang KKA, Peristiwa Rumah Gedong tahun 1989,
Peristiwa dukun santet, ninja dan orang gila di Banyuwangi tahun 1998.
Sementara itu, empat kasus lainnya yang terjadi sebelum
terbitnya UU Pengadilan HAM yakni peristiwa Wasior, Wamena dan Paniai di Papua
serta peristiwa Jambo Keupok di Aceh.
0 komentar:
Posting Komentar