Kompas.com - 10/12/2019,
20:11 WIB
Penulis Vina Fadhrotul
Mukaromah | Editor Sari Hardiyanto
Mahasiswa melakukan unjuk rasa dengan membawa foto almarhum Munir Said
Thalib di Kampus UNS, Solo, Jawa Tengah, Selasa (10/9). Unjuk rasa tersebut
digelar untuk memperingati 15 tahun meninggalnya aktivis HAM Munir serta
meminta pemerintah serius dalam menyelesaikan kasus pelanggaran Hak Asasi
Manusia (HAM) di masa lalu. (BBC News Indonesia)
KOMPAS.com - Hari Hak Asasi Manusia (HAM)
diperingati setiap 10 Desember. Peringatan ini dilakukan tiap tahunnya di
berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.
Hari HAM sekaligus menjadi pengingat atas pentingnya
upaya-upaya penegakkan HAM dan kasus-kasus pelanggaran yang belum kunjung usai.
Adapun salah satu tugas penegakkan HAM yang belum tuntas adalah soal pelanggaran
HAM berat.
Saat dihubungi Kompas.com (8/12/2019), Ketua Komnas HAM
Ahmad Taufan Damanik mengungkapkan ada 11 berkas yang sudah dihasilkan dari
penyelidikan Komnas HAM dan diserahkan ke Jaksa Agung. Akan tetapi, hingga
kini, belum ada langkah selanjutnya dari Jaksa Agung.
Ahmad
mengungkapkan, Komnas HAM hanya memiliki wewenang sampai tahap penyelidikan.
Sementara, penyelidikan lanjutan adalah wewenang dari Jaksa Agung.
Adapun 11 berkas yang sudah diajukan tersebut di
antaranya meliputi kasus-kasus seperti peristiwa 1965, Trisakti, Semanggi 1,
Semanggi 2, Penembak Misterius (Petrus), kasus Wamena dan Wasilor, penculikan
dan penghilangan paksa aktivis, peristiwaTalangsari, peristiwa dukun santet,
ninja, dan orang gila di Banyuwangi tahun 1998.
"Kasus-kasus lama. Dari periode-periode sebelumnya, numpuk 11 berkas," tutur Ahmad.
Ahmad juga mengungkapkan bahwa akhir tahun ini atau
paling lambat awal tahun depan, ada kasus yang akan selesai dan sedang
difinalisasi penyelidikannya.
"Satu dari Aceh satu dari Papua," jelas Ahmad.
Dihimpun dari berbagai pemberitaan Kompas.com, berikut
adalah beberapa pelanggaran HAM berat yang termasuk dalam 11 berkas Komnas HAM:
1. Pembunuhan
Massal 1965
Pada tahun 2012, Komnas HAM menyatakan penemuan adanya
pelanggaran HAM berat usai terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Adapun sejumlah kasus yang ditemukan antara lain adalah
penganiayaan, pemerkosaan, pembunuhan, penghilangan paksa, hingga perbudakan.
Kasus ini masih belum ditindaklanjuti kembali di Kejaksaan Agung.
Korban dari
peristiwa 1965 diperkirakan mencapai 1,5 juta orang di mana sebagian besar
merupakan anggota PKI ataupun ormas yang berafiliasi dengannya.
2. Peristiwa
Talangsari Lampung 1989
Pada Maret 2005, Komnas HAM membentuk Komisi Penyelidik
Pelanggaran HAM untuk melakukan penyelidikan terhadap peristiwa Talangsari
Lampung tahun 1989.
Kemudian, pada 19 Mei 2005, tim tersebut memperoleh
kesimpulan bahwa ditemukan adanya unsur pelanggaran berat pada peristiwa ini.
Berkas penyelidikan kemudian diserahkan ke Jaksa Agung
pada tahun 2006 untuk ditindaklanjuti.
Namun, kasus ini belum kunjung tuntas diusut hingga kini.
Dalam peristiwa Talangsari, korban diperkirakan mencapai 803 orang. Peristiwa
ini terjadi pada 7 Februari 1989.
Menurut rilis yang dikeluarkan oleh KontraS, saat itu
terjadi penyerbuan ke desa Talangsari yang dipimpin oleh Danrem Garuda Hitam
043, Kolonel Hendropriyono.
Penyerbuan tersebut dilakukan atas dugaan makar ingin mengganti
Pancasila dengan Al-Qur'an dan Hadits oleh jamaah pengajian Talangsari yang
dimpimpin oleh Warsidi.
Akibatnya, sejumlah jama'ah hingga kini dinyatakan
hilang, perkampungan habis dibakar, dan ditutup untuk umum.
3. Tragedi
Penembakan Mahasiswa Trisakti 1998
Komnas HAM juga telah melakukan penyelidikan pada tragedi
penembakan mahasiswa Trisakti 1998 dan selesai pada Maret 20002. Kasus ini
sempat masuk ke Kejaksaan Agung berkali-kali. Namun, berkali-kali juga berkas
kasus ini dikembalikan.
Bahkan, berkas sempat dikatakan hilang pada 13 Maret 2008
oleh Jampidsus Kejaksaan Agung, Kemas Yahya Rahman. Tragedi penembakan Trisakti
ini sendiri diperkirakan menyebabkan korban hingga 685 orang.
4. Kasus Wasior dan Wamena (2001 dan 2003)
Kasus Wasior dan Wamena juga telah diserahkan ke
Kejaksaan Agung. Sebelumnya, tim ad hoc Papua Komnas HAM telah melakukan
penyelidikan Pro Justisia yang
mencakup Wasior dan Wamena sejak 17 Desember 2003 hingga 31 Juli 2004.
Namun setelah diserahkan ke Kejaksaan Agung, kasus ini
sempat ditolak dengan alasan tidak lengkapnya laporan yang diberikan Komnas
HAM. Kasus Wasior dan Wamena sendiri terjadi pada tahun 2001 dan 2003.
Melansir BBC, pada
13 Juni 2001, terduga aparat Brimob Polda Papua melakukan penyerbuan kepada
warga di Desa Wonoboi, Wasior, Manokwari, Papua.
Tindakan ini dipicu oleh 5 anggota Brimob dan satu orang
sipil perusahaan PT Vatika Papuana Perkasa yang dibunuh. Menurut laporan
KontraS, perusahaan kayu PT VPP dianggap warga mengingkari kesepakatan yang
dibuat masyarakat.
Tercatat empat orang tewas, satu orang mengalami
kekerasan seksual, lima hilang, dan 39 disiksa.
Sementara, untuk Kasus Wamena terjadi pada 4 April 2003,
saat masyarakat sipil Papua tengah merayakan Hari Raya Paskah. Masyarakat
dikejutkan dengan penyisiran terhadap 25 kampung. Penyisiran ini dilakukan
akibat sekelompok masa tidak dikenal membobol gudang senjata Markas Kodim
1702/Wamena.
Komnas HAM melaporkan kasus ini menyebabkan 9 orang tewas
dan 38 orang luka berat. Selain itu, pemindahan paksa dilakukan terhadap 25
warga kampung dan menyebabkan 42 orang meninggal dunia karena kelaparan dan 15
orang korban perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang.
5. Peristiwa
Paniai (2014)
Peristiwa Paniai juga masuk ke dalam deretan kasus HAM
yang belum tuntas hingga kini. Menurut KontraS dilansir dari BBC, kejadian
bermula pada 8 Desember 2014 tengah malam.
Saat itu, sebuah mobil hitam dari Enaro menuju kota Madi
yang diduga dikendarai oleh dua oknum anggota TNI, dihentikan tiga remaja warga
sipil. Tiga remaja tersebut menahan mobil karena warga tengah mengetatkan
keamanan jelang natal. Tidak terima ditahan, terduga anggota TNI kembali ke
Markas TNI di Madi Kota dan mengajak beberapa anggota lainnya kembali ke
Togokotu, tempat ketiga remaja menahan mobil mereka sebelumnya.
Mereka pun mengejar ketiga remaja tadi. Keesokan paginya,
warga Paniai berkumpul dan meminta aparat bertanggungjawab terhadap remaja yang
dipukul.
Namun, sebelum pembicaraan dilakukan, aparat gabungan TNI
dan Polri sudah melakukan penembakan ke warga.
Akibat peristiwa ini, empat orang tewas di tempat, 13
orang terluka dilarikan ke rumah sakit. Sementara satu orang akhirnya meninggal
dalam perawatan di rumah sakit Mahdi.
(Sumber: Kompas.com/ Nabilla
Tashandra, Kristian Erdianto | Editor: Bayu Galih, Aprillia Ika)
Penulis : Vina Fadhrotul Mukaromah
Editor : Sari Hardiyanto
Penulis : Vina Fadhrotul Mukaromah
Editor : Sari Hardiyanto
0 komentar:
Posting Komentar