Kompas.com - 10/12/2019,
10:20 WIB
Sejumlah mahasiswa yang
tergabung dalam Organisasi Mahasiswa Fakultas Hukum (Ormawa FH ) Universitas
Malikussaleh menggelar aksi pawai obor memperingati Hari Hak Asasi Manusia
(HAM) Sedunia 10 Desember di pusat Kota Lhokseumawe, Aceh, Senin (9/12/2019)
malam. Dalam aksi unjuk rasa tersebut, mereka mendesak Presiden Joko Widodo dan
Komnas HAM menuntaskan sejumlah kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Aceh dan
di sejumlah daerah lainnya di Indonesia. ANTARA FOTO/Rahmad/wsj.(ANTARA
FOTO/RAHMAD)
JAKARTA, KOMPAS.com - Hak asasi manusia ( HAM) merupakan seperangkat hak yang melekat pada setiap orang yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi menjaga kehormatan serta memberikan perlindungan terhadap harkat dan martabat seseorang.
JAKARTA, KOMPAS.com - Hak asasi manusia ( HAM) merupakan seperangkat hak yang melekat pada setiap orang yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi menjaga kehormatan serta memberikan perlindungan terhadap harkat dan martabat seseorang.
Sebagai bentuk pengakuan terhadap HAM, setiap 10 Desember
diperingati sebagai Hari HAM Sedunia. Peringatan ini dimulai sejak 1950 saat
Rapat Pleno ke-317 Majelis Umum pada 4 Desember 1950.
Saat itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
menyatakan Resolusi 423 (V) dan mengundang semua negara anggota dan organisasi
lain menetapkan itu.
Adapun terpilihnya tanggal 10 Desember lantaran dua tahun sebelumnya atau pada 10 Desember 1948 digelar pembahasan secara khusus soal HAM dalam sidang PBB. Namun, pengakuan terhadap HAM di era modern saat ini tidak terlepas dari sebuah perjalanan panjang.
Pada tahun 539 sebelum masehi, pasukan Raja Cyrus, raja
pertama dari Persia kuno, menaklukan wilayah Babilonia. Seperti dilansir dari
Humanrights.com, bukannya menjajah, Raja Cyrus justru membebaskan para budak
dan menyatakan bahwa mereka memiliki kemerdekaan untuk memeluk agama dan
membangun ras mereka sendiri.
Seluruh kebijakannya itu kemudian dicatat di dalam sebuah
tabung silinder yang terbuat dari tanah liat yang dipanggang dan ditulis dalam
bahasa Akkadia dengan aksara runcing atau kemudian lebih dikenal dengan Cyrus
Cylinder.
Catatan kuno ini sekarang telah diakui sebagai piagam hak
asasi manusia pertama di dunia dan kini telah diterjemahkan ke dalam enam
bahasa resmi PBB dan isi ketentuannya paralel dengan empat artikel pertama
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Dari Babilonia, gagasan itu
kemudian menyebar ke sejumlah wilayah mulai dari India, Yunani hingga Roma.
Di wilayah-wilayah tersebut saat itu berlaku konsep hukum
adat, dimana faktanya orang mengikuti aturan tak tertulis yang didasarkan pada
aturan dalam kehidupan. Sedangkan Roma telah menganut hukum Romawi yang
didasarkan pada ide-ide rasional yang berasal dari sifat tertentu.
Adapun sejumlah dokumen yang menyatakan hak-hak individu
seperti Magna Carta (1215), The Petition of Right (1628), The US Constitution
(1787), The French Declaration of the Rights of Man and of the Citizen (1789),
dan The US Bill of Rights (1791) merupakan penjabaran dari banyaknya dokumen HAM
pada masa ini.
Di Indonesia sendiri, pengakuan terhadap HAM termaktub di
dalam sejumlah peraturan mulai dari Pembukaan, Pasal 27 hingga Pasal 34 UUD
1945, Tap MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang HAM dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang HAM.
0 komentar:
Posting Komentar