Liputan Khusus | Suriyanto, CNN Indonesia
Rabu, 30/09/2015 10:40 WIB
Jane Luyke, isteri
mendiang Oey Hay Djoen, petinggi Lembaga Kebudayaan Rakyat yang dituduh
terlibat salam G30S. (CNN Indonesia/Suriyanto)
Jakarta, CNN Indonesia
--
Jane Luyke sama sekali tak pernah membayangkan
kehidupan bahagia bersama suaminya, Oey Hay Djoen bisa sirna dalam
sekejap. Pecah peristiwa Gerakan 30 September 1965, suaminya yang saat
itu merupakan petinggi Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) sekaligus
anggota DPR dari Partai Komunis Indonesia ditahan.
Hanya dalam hitungan hari setelah tragedi G30S, Oey ditangkap militer. Sesaat itu pula kehidupan Jane dan keluarga berubah. ”Tentara dari Kodim yang datang ke rumah," kata Jane yang kini berusia 81 tahun, saat ditemui CNN Indonesia di kediamannya.
Sejak saat itu Jane harus menghadapi semuanya sendiri. Selain membesarkan anaknya, Mado, yang saat itu masih kecil, Jane juga harus menghadapi tentara dan sejumlah pihak yang ingin merampas rumahnya di kawasan Rawamangun, Jawa Timur.
Belum lagi orang-orang yang terprovokasi dan ingin menghancurkan
rumahnya karena dicap sebagai rumah PKI. "Pernah ada yang datang bawa
obor mau bakar rumah, saya aja bicara baik-baik dan masuk ke rumah,"
kata Jane.
Selain di Rawamangun, rumah keluarga Oey Hay Djoen yang lain terletak di Jalan Cidurian Menteng, Jakarta Pusat. Di rumah itu memang ramai dipakai banyak aktivitas, mulai dari nongkrong orang partai hingga dipakai sebagai sanggar oleh Lekra.
Hanya dalam hitungan hari setelah tragedi G30S, Oey ditangkap militer. Sesaat itu pula kehidupan Jane dan keluarga berubah. ”Tentara dari Kodim yang datang ke rumah," kata Jane yang kini berusia 81 tahun, saat ditemui CNN Indonesia di kediamannya.
Sejak saat itu Jane harus menghadapi semuanya sendiri. Selain membesarkan anaknya, Mado, yang saat itu masih kecil, Jane juga harus menghadapi tentara dan sejumlah pihak yang ingin merampas rumahnya di kawasan Rawamangun, Jawa Timur.
|
Selain di Rawamangun, rumah keluarga Oey Hay Djoen yang lain terletak di Jalan Cidurian Menteng, Jakarta Pusat. Di rumah itu memang ramai dipakai banyak aktivitas, mulai dari nongkrong orang partai hingga dipakai sebagai sanggar oleh Lekra.
Kepada mereka yang mau merusak dan merampas rumahnya yang di Rawamangun,
Jane menjelaskan bahwa rumah tersebut adalah milik pribadinya, bukan
pemberian partai. Termasuk kepada tentara yang mendatangi rumahnya. "Ada
satu pleton tentara datang dan tinggal di rumah," katanya.
Para tentara tersebut semula datang karena tenggat waktu yang diberikan pada Jane untuk mengosongkan rumah sudah habis. Namun Jane saat itu bergeming dan tetap tinggal di rumah. "Tekad saya kalau mau kosongkan rumah silakan, tapi saya akan tetap tinggal di rumah ini," katanya.
Tak juga berhasil merampas, para tentara itu lantas tinggal di rumah tersebut. Berbulan-bulan lamanya sejak 1965, para tentara tersebut menjadikan rumah tersebut sebagai barak. Bahkan komandan tentara tersebut sempat beranak pinak di rumah tersebut.
"Baru keluar tahun 1990, itupun sebelum meninggal komandan itu pesan agar keluarganya diurusi," ujar Jane.
Selain tentara yang berusaha merampas rumah, kelurahan juga yang ingin
menjadikan rumah yang berdiri di atas tanah 1.000 meter persegi itu
sebagai kantor. Beruntung saat itu Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin
membuat edaran agar rumah yang sedang dalam pengawasan tak boleh
diambil.
“Bukan hanya instansi pemerintah, ada pula orang yang tiba-tiba datang mengaku pemilik rumah,” ujar Jane.
Rumah Jane akhirnya bisa terselamatkan. Lantas dijual untuk membeli rumah di kawasan Cibubur yang saat ini ditinggali Jane, menghabiskan hari tuanya.
Menurut Jane, jika saat itu ia tak kuat mental dan meninggalkan rumah, bisa jadi rumah tersebut bukan miliknya lagi.
Hal tersebut yang terjadi pada rumahnya di Cidurian, Menteng, Jakarta
Pusat. Rumah yang pernah dijadikan markas Lekra itu, kini sudah tak bisa
lagi ia raih lantaran “diputihkan” pemerintah.
Setelah peristiwa G30S, rumah tersebut kabarnya sudah berganti-ganti pemilik. Ada cerita unik soal tentara yang menduduki rumahnya dulu. Suatu ketika, saat para tentara sudah pergi, Jane bertemu dengan pemungut putung rokok di sebuah terminal. Pemungut putung rokok itu memanggil dirinya. Tapi karena tak kenal, ia tak memperdulikan panggilan itu.
"Dia datang ke saya, tanya 'Masih ingat saya tante? saya tentara yang dulu di rumah tante'," kata Jane menirukan ucapan orang tersebut. Dari situ Jane tahu jika tak semua orang yang menduduki rumahnya dulu tentara dari Kodim Jakarta Timur. Ada orang bayaran yang hanya diberikan baju loreng untuk menduduki rumahnya.
Dari kejadian itu Jane makin bersyukur dia bisa mempertahankan rumahnya tersebut. Rumah yang pada akhirnya ia lego untuk membeli kediaman baru untuk dirinya menghabiskan hari tua bersama anak, cucu dan cicitnya.
Para tentara tersebut semula datang karena tenggat waktu yang diberikan pada Jane untuk mengosongkan rumah sudah habis. Namun Jane saat itu bergeming dan tetap tinggal di rumah. "Tekad saya kalau mau kosongkan rumah silakan, tapi saya akan tetap tinggal di rumah ini," katanya.
Tak juga berhasil merampas, para tentara itu lantas tinggal di rumah tersebut. Berbulan-bulan lamanya sejak 1965, para tentara tersebut menjadikan rumah tersebut sebagai barak. Bahkan komandan tentara tersebut sempat beranak pinak di rumah tersebut.
"Baru keluar tahun 1990, itupun sebelum meninggal komandan itu pesan agar keluarganya diurusi," ujar Jane.
|
“Bukan hanya instansi pemerintah, ada pula orang yang tiba-tiba datang mengaku pemilik rumah,” ujar Jane.
Rumah Jane akhirnya bisa terselamatkan. Lantas dijual untuk membeli rumah di kawasan Cibubur yang saat ini ditinggali Jane, menghabiskan hari tuanya.
Menurut Jane, jika saat itu ia tak kuat mental dan meninggalkan rumah, bisa jadi rumah tersebut bukan miliknya lagi.
|
Setelah peristiwa G30S, rumah tersebut kabarnya sudah berganti-ganti pemilik. Ada cerita unik soal tentara yang menduduki rumahnya dulu. Suatu ketika, saat para tentara sudah pergi, Jane bertemu dengan pemungut putung rokok di sebuah terminal. Pemungut putung rokok itu memanggil dirinya. Tapi karena tak kenal, ia tak memperdulikan panggilan itu.
"Dia datang ke saya, tanya 'Masih ingat saya tante? saya tentara yang dulu di rumah tante'," kata Jane menirukan ucapan orang tersebut. Dari situ Jane tahu jika tak semua orang yang menduduki rumahnya dulu tentara dari Kodim Jakarta Timur. Ada orang bayaran yang hanya diberikan baju loreng untuk menduduki rumahnya.
Dari kejadian itu Jane makin bersyukur dia bisa mempertahankan rumahnya tersebut. Rumah yang pada akhirnya ia lego untuk membeli kediaman baru untuk dirinya menghabiskan hari tua bersama anak, cucu dan cicitnya.
(sur/sip)
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150929174632-20-81652/cerita-janda-lekra-berebut-rumah-dengan-tentara/
0 komentar:
Posting Komentar