Damar Sinuko, CNN Indonesia
| Selasa, 27/09/2016 22:28 WIB
Suasana pemutaran film "Pulau Buru Tanah Air Beta" di Kampus
UIN Walisongo Semarang, Rabu (8/6) malam. (CNN Indonesia/Damar Sinuko)
Semarang, CNN Indonesia -- Anggapan Film "Pulau Buru
Tanah Air Beta" yang kerap memicu konflik di masyarakat karena dianggap
identik dengan organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan
penilaian yang berlebihan dan pemikiran sempit.
Pasalnya, isi film karya Rahung Nasution tidak lebih menunjukkan adanya sejarah bangsa masa lalu yang keliru dalam menjalankan kehidupan berpolitik, berbangsa dan bernegara.
Pernyataan ini disampaikan oleh Ita Nadia, istri dari Hesri Setyawan, salah satu eks-Tahanan Politik yang dibuang oleh Pemerintah Orde Baru ke Pulau Buru sejak tahun 1969-1979. Ita menjelaskan bila lewat film Pulau Buru tersebut generasi muda bisa tahu dan paham dengan peristiwa sejarah masa lalu khususnya tragedi 1965 tanpa mengungkit atau menyentuh ideologi Komunis yang dibawa PKI.
Pasalnya, isi film karya Rahung Nasution tidak lebih menunjukkan adanya sejarah bangsa masa lalu yang keliru dalam menjalankan kehidupan berpolitik, berbangsa dan bernegara.
Pernyataan ini disampaikan oleh Ita Nadia, istri dari Hesri Setyawan, salah satu eks-Tahanan Politik yang dibuang oleh Pemerintah Orde Baru ke Pulau Buru sejak tahun 1969-1979. Ita menjelaskan bila lewat film Pulau Buru tersebut generasi muda bisa tahu dan paham dengan peristiwa sejarah masa lalu khususnya tragedi 1965 tanpa mengungkit atau menyentuh ideologi Komunis yang dibawa PKI.
"Pulau Buru itu monumen sejarah yang tidak bisa dilewatkan apalagi dilupakan oleh Pemerintah. Banyak pihak yang menjadi korban dari kebijakan Politik Orde Baru dengan catutan terlibat PKI. Ini yang generasi muda harus tahu dan belajar untuk masa depan bangsa", terang Ita yang menjadi narasumber dalam acara Diskusi dan Pemutaran Film "Pulau Buru Tanah Air Beta" di Gedung Teater Kampus Unika Sugiyopranoto Semarang, Selasa (27/9).
Hesri Setyawan yang juga memerankan sendiri dalam film Pulau Buru menjelaskan bahwa pembuatan film Pulau Buru tersebut tidak untuk menantang Pemerintah atau Aparat dalam hal ini TNI dan Polri, namun film tersebut lebih pada menunjukkan sisi edukasi kepada generasi saat ini sehingga tidak perlu lagi ada penolakan atau larangan memutar film Pulau Buru.
"Di film hanya menceritakan seorang anak menanyakan kepada Bapaknya yang merupakan eks-Tapol yang pernah diasingkan di Pulau Buru. Apa yang Bapaknya lakukan di Pulau Buru saat dibuang oleh Pemerintah dan ada apa saja disana?. Jadi apa yang ditolak dan dilarang dalam film ini. Mereka yang menolak atau melarang itu malah yang belum pernah lihat filmnya", terang Hesri yang merupakan mantan aktivis Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA), yang dulu dicap sebagai organisasi kaki tangan PKI.
Di Jawa Tengah, pemutaran dan diskusi film ini di lingkup Kampus berjalan lancar beberapa kali meski dengan pantauan aparat tak berseragam (intel). (pit/pit)
0 komentar:
Posting Komentar