Jumat, 30 September 2016
Sidang Mahmilub G30S
Dari Golongan A yang diproses ke Mahkamah Militer Luar Biasa juga Mahkamah Militer Tinggi, hingga Golongan F yang diduga terlibat tetapi tidak tertangkap.
Tim Hukum Online
Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S) telah mengubah nasib banyak orang. Tak sedikit orang yang terlibat terhadap gerakan itu atau diduga terafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) dikenai sanksi, baik melalui proses maupun yang tidak melalui proses persidangan. Sanksi yang dijatuhkan beragam, dari hukuman mati hingga dibuang ke Pulau Buru.
Sanksi-sanksi yang beragam jenisnya ini berkaitan erat dengan penggolongan orang-orang PKI yang dilakukan oleh Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) ketika melakukan penahanan. Sebagaimana dikutip dari Buku “Mengadili Korban: Praktek Pembenaran Terhadap Kekerasan Negara” karya Samuel Gultom setidaknya ada enam golongan versi Kopkamtib pasca peristiwa 1965 itu. (Baca Juga: Menyibak Tirai Hitam Mahmilub)
Enam golongan itu adalah, sebagai berikut:
Golongan A
Mereka yang masuk ke dalam golongan A adalah orang-orang yang dinilai terlibat langsung dalam pemberontakan G.30.S/PKI, baik di pusat maupun di daerah. Kebanyakan dari mereka adalah tokoh-tokoh kunci PKI di segala tindakan.
Orang-orang yang masuk ke dalam golongan A ada yang diproses secara hukum ke Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) untuk tingkat pusat, dan Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti) untuk tingkat daerah. Meski begitu, Amnesty International pernah mencatat bahwa, pada 1976, masih ada 1.745 tahanan politik golongan A yang tidak diajukan ke Pengadilan.
Golongan B
Berbeda dengan golongan A, orang-orang yang dimasukan ke dalam golongan B tidak terlibat langsung dalam peristiwa G.30.S itu. Mereka yang diklasifikasikan sebagai golongan B adalah orang-orang yang telah disumpah atau menurut saksi telah menjadi anggota PKI atau pengurus organisasi masyarakat (ormas) yang seasas dengan PKI. Selain itu, mereka yang dinilai menghambat usaha penumpasa G.30.S/PKI juga masuk ke dalam golongan ini.
Tindakan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap golongan ini adalah melakukan pemisahan dari masyarakat dengan cara mengumpulkan mereka di dalam satu tempat. Tujuannya adalah mengamankan mereka dari kemarahan-kemarahan rakyat dan mencegah jangan sampai mereka melakukan kegiatan yang menghambat upaya penertiban keamanan yang dilakukan pemerintah. (Baca Juga: Catatan tentang Dua Sidang Pasca G.30.S)
Samuel Gultom, dalam bukunya, memaparkan bahwa orang-orang yang masuk ke dalam golongan B ini akhirnya “diputuskan” dibuang ke Pulau Buru. Ia menyebutkan vonis atas golongan B ini dilakukan tanpa melalui proses pengadilan.
Golongan C
Kopkamtib mengklasifikasikan orang-orang ke dalam golongan C ini setidaknya berkaitan dengan tiga kondisi. Yakni, pertama, mereka yang pernah terlibat dalam pemberontakan PKI-Madiun (golongan C-1); Kedua, anggota ormas seasas dengan PKI (golongan C-2); Ketiga, mereka yang bersimpati atau telah terpengaruh sehingga menjadi pengikut PKI (golongan C-3).
Sama seperti golongan B, orang-orang yang masuk ke dalam golongan C juga tidak diproses ke pengadilan. “Golongan C umumnya ‘diberi bimbingan’ dan kemudian dilepaskan setelah untuk beberapa lama ditahan,” sebut Samuel Gultom dalam bukunya yang diterbitkan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) pada 2003 itu.
Pada Juni 1975, Presiden Soeharto menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 28 Tahun 1975 tentang Perlakuan terhadap Mereka yang Terlibat G.30.S/PKI Golongan C. Dalam Keppres berisi delapan pasal ini, Presiden Soeharto memberikan “petunjuk” bagaimana memperlakukan mereka yang pernah masuk ke dalam kategori golongan C ini.
Keppres No. 28 Tahun 1975 ini pernah diuji ke Mahkamah Agung oleh 188 warga Kebumen yang dicap sebagai Golongan C. Namun, permohonan mereka tidak diterima oleh MA pada 2014 lalu. (Baca Juga: Hak Uji Keppres Golongan C PKI Tak Dapat Diterima).
Lalu, pada 1976, pemerintah mempertimbangkan orang-orang golongan C ini dipulihkan hak pilihnya dalam pemilu. Presiden Soeharto menerbitkan Keppres Nomor 20 Tahun 1976 tentang Tata Cara Penelitian dan Penilaian terhadap Warga Negara Republik Indonesia yang terlibat dalam G.30.S/PKI Golongan C yang Dapat Dipertimbangkan Penggunaan Hak Memilihnya, serta Pengesahannya dalam Pemilihan Umum Tahun 1977.
Golongan D dan E
Sedangkan, Golongan D dan E adalah orang-orang yang terlanjur ditangkap tetapi tidak termasuk ke dalam golongan A, B maupun C. Belakangan, Golongan D dan E ini diubah namanya menjadi Golongan X dan Y.
Golongan F
Golongan F ini adalah golongan termuda dibanding golongan-golongan lainnya. Golongan F ini baru dibuat pada awal 1970-an. “Golongan F adalah mereka yang dituduh punya hubungan dengan aksi G.30.S tapi belum tertangkap,” sebut Samuel.
Sumber: HukumOnline
0 komentar:
Posting Komentar