Sabtu, 01/10/2016 06:46 WIB
Kekerasan yang
dituliskan dalam buku-buku dengan sumber tak layawk, ujar sejarawan LIPI
Asvi Warman Adam, menyebut komunis sebagai pelaku utama peristiwa 1965.
(Wikimedia Commons)
Jakarta, CNN Indonesia
--
Sejarawan Asvi Warman Adam menyatakan, belakangan
banyak buku tentang peristiwa 1965 yang menyesatkan. Kekerasan yang
digambarkan dalam buku-buku itu mengambinghitamkan golongan komunis
sebagai pelaku utama peristiwa 1965.
Salah satunya, kata Asvi, adalah buku berjudul Ayat-ayat yang Disembelih yang ditulis Anab Afifi dan Thowaf Zuharon. Buku itu berisi hasil wawancara dengan 35 orang yang menceritakan kekejaman sekelompok orang yang mereka sebut komunis.
Namun, Asvi menilai sumber yang digunakan dalam cerita tersebut tak dapat dipastikan kebenarannya.
"Sekarang banyak buku yang tidak pakai sumber layak dan tidak bisa dipercaya. Jadi bukannya meluruskan tapi makin semrawut," ujar Asvi di Kantor PARA Syndicate, Jakarta Selatan, Jumat (30/9).
Menurut Asvi, buku itu menceritakan tentang tragedi yang terjadi di Brebes, Tegal, dan Pemalang pada revolusi sosial setelah tahun 1945. Tokoh utama dalam cerita itu adalah Kutil alias Sahyani yang digolongkan sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).
Padahal dalam disertasi Anton Lucas, seorang peneliti berkewarganegaraan Australia, Kutil disebutkan sebagai preman yang memiliki padepokan. Dia dipanggil Kutil karena memiliki penyakit kulit berupa kutil di wajahnya.
Asvi tak yakin apakah Kutil benar-benar preman atau kiai.
Salah satunya, kata Asvi, adalah buku berjudul Ayat-ayat yang Disembelih yang ditulis Anab Afifi dan Thowaf Zuharon. Buku itu berisi hasil wawancara dengan 35 orang yang menceritakan kekejaman sekelompok orang yang mereka sebut komunis.
Namun, Asvi menilai sumber yang digunakan dalam cerita tersebut tak dapat dipastikan kebenarannya.
"Sekarang banyak buku yang tidak pakai sumber layak dan tidak bisa dipercaya. Jadi bukannya meluruskan tapi makin semrawut," ujar Asvi di Kantor PARA Syndicate, Jakarta Selatan, Jumat (30/9).
Menurut Asvi, buku itu menceritakan tentang tragedi yang terjadi di Brebes, Tegal, dan Pemalang pada revolusi sosial setelah tahun 1945. Tokoh utama dalam cerita itu adalah Kutil alias Sahyani yang digolongkan sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).
Padahal dalam disertasi Anton Lucas, seorang peneliti berkewarganegaraan Australia, Kutil disebutkan sebagai preman yang memiliki padepokan. Dia dipanggil Kutil karena memiliki penyakit kulit berupa kutil di wajahnya.
Asvi tak yakin apakah Kutil benar-benar preman atau kiai.
Pada masa revolusi sosial, ujar Asvi, golongan komunis maupun nonkomunis sama-sama menderita dari sisi ekonomi. Hal tersebut menimbulkan anarki di antara golongan masyarakat, salah satunya dengan meminta penggantian kepala daerah.
Hingga akhirnya muncul sosok Kutil. Ia ibarat pahlawan dalam cerita fiksi Robin Hood yang membagikan hartanya pada orang-orang tak berpunya.
"Tidak ada hubungannya antara Kutil dengan PKI," kata Asvi.
Munculnya buku semacam itu dikhawatirkan Asvi akan membuat bingung generasi mendatang. Menurutnya, ada dua solusi untuk menyelesaikan peristiwa 1965 agar tidak menjadi fakta yang menyesatkan.
Solusi itu dapat ditempuh melalui langkah yudisial dengan membentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia, dan rekonsiliasi atau pengungkapan kebenaran melalui komisi kebenaran tanpa rekayasa atau melebih-lebihkan fakta yang terjadi.
Tindakan yang tak kalah penting, kata Asvi, adalah permintaan maaf dari pemerintah bagi para korban yang terbuang hingga harus menjadi warga negara lain.
"Jalan satu-satunya yang cukup ringan yakni dengan minta maaf pada warga," ucap Asvi.
|
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20161001054214-20-162532/asvi-warman-lewat-buku-sejarah-kelam-1965-disesatkan/
0 komentar:
Posting Komentar