Rabu, 05/10/2016 12:42 WIB
Oleh: Sasmito
Ketua YPKP 65, Bedjo Untung. Foto: KBR/Danny Setiawan
KBR, Jakarta- Yayasan
Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP 65) mempertanyakan rencana
pembentukan badan khusus untuk menyelesaikan permasalahan pelanggaran
HAM berat tahun 1965 melalui langkah nonyudisial. Ketua YPKP 65, Bedjo
Untung beralasan, sudah ada tim gabungan yang berasal dari pemerintah,
Komnas HAM dan Kejaksaan Agung yang bertugas menyelesaikan pelanggaran
HAM berat masa lalu.
Itupun, kata dia, tim gabungan belum bisa
menyelesaikan pelanggaran HAM berat 65. Karena itu, ia menilai rencana
pembentukan badan khusus tersebut sebagai ketidakjelasan langkah
pemerintah dalam kasus 65.
"Ini satu tanda tanya besar bagi YPKP, itu tim gabungan yang mana? karena penyelesaian pelanggaran 65 itu bukan kewenangan Kemenko Polhukam. Itu harus ada koordinasi sangat intensif dengan Komnas HAM. Jadi tidak ada dasar hukumnya itu Kemenko Polhukam," jelas Bedjo saat dihubungi KBR, Rabu (5/10/2016).
Ketua YPKP 65, Bedjo Untung menambahkan Komnas HAM harus aktif mempertanyakan rencana pembentukan badan tersebut. Sebab, kewenangan penyelesaian pelanggaran HAM berat 65 ada di tangannya. Selain itu, YPKP 65 terus berusaha melakukan lobi-lobi ke PBB agar diberikan waktu untuk melakukan pembahasan soal kasus 65 di forum internasional.
Sementara itu, peneliti kasus 1965, Kemala Chandra menilai dasar pemikiran Wiranto yang mengatakan pembentukan badan khusus melalui jalur non yudisial agar tidak menimbulkan konflik baru, tidak masuk akal. Menurutnya, saat ini masyarakat Indonesia sudah siap untuk menyelesaikan kasus 65 secara tuntas. Kata dia, penolakan dari kelompok tertentu dan TNI tidak bisa dijadikan dasar kesimpulan bagi pemerintah untuk menempuh jalur non yudisial dengan membentuk badan khusus.
"Yang menolak selama ini ada kalangan militer dan purnawirawan yang saat itu membuat simposium tandingan. Yang menolak selama ini kelompok yang berjubah putih dan demo dan membuat penolakan di jalanan. Tapi yang mendukung, kita tidak bisa membuat keputusan kebijakan badan formal negara tanpa informasi yang lengkap tentang masyarakat kita sekarang," jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Wiranto mengatakan bakal membentuk badan khusus untuk menyelesaikan permasalahan pelanggaran HAM berat tahun 1965 melalui langkah nonyudisial. Kata dia nantinya badan ini akan merumuskan langkah konkret apa yang bakal diambil terkait masalah tersebut. Dia menyebut badan ini akan diumumkan dalam waktu dekat.
"Suatu badan yang katakan lah melakukan suatu usaha-usaha untuk membangun kerukunan nasional, itu saja kira-kira. Badannya sedang dibentuk," jelas Wiranto pada Selasa, (4/10/2016).
Meski demikian, dia membantah pembentukan badan ini merupakan langkah pemerintah yang mengakui telah terjadi pelanggaran HAM berat pada 1965. Kata Wiranto, langkah ini diambil justru tidak ada pihak yang disalahkan dalam peristiwa tersebut.
Editor: Malika
"Ini satu tanda tanya besar bagi YPKP, itu tim gabungan yang mana? karena penyelesaian pelanggaran 65 itu bukan kewenangan Kemenko Polhukam. Itu harus ada koordinasi sangat intensif dengan Komnas HAM. Jadi tidak ada dasar hukumnya itu Kemenko Polhukam," jelas Bedjo saat dihubungi KBR, Rabu (5/10/2016).
Ketua YPKP 65, Bedjo Untung menambahkan Komnas HAM harus aktif mempertanyakan rencana pembentukan badan tersebut. Sebab, kewenangan penyelesaian pelanggaran HAM berat 65 ada di tangannya. Selain itu, YPKP 65 terus berusaha melakukan lobi-lobi ke PBB agar diberikan waktu untuk melakukan pembahasan soal kasus 65 di forum internasional.
Sementara itu, peneliti kasus 1965, Kemala Chandra menilai dasar pemikiran Wiranto yang mengatakan pembentukan badan khusus melalui jalur non yudisial agar tidak menimbulkan konflik baru, tidak masuk akal. Menurutnya, saat ini masyarakat Indonesia sudah siap untuk menyelesaikan kasus 65 secara tuntas. Kata dia, penolakan dari kelompok tertentu dan TNI tidak bisa dijadikan dasar kesimpulan bagi pemerintah untuk menempuh jalur non yudisial dengan membentuk badan khusus.
"Yang menolak selama ini ada kalangan militer dan purnawirawan yang saat itu membuat simposium tandingan. Yang menolak selama ini kelompok yang berjubah putih dan demo dan membuat penolakan di jalanan. Tapi yang mendukung, kita tidak bisa membuat keputusan kebijakan badan formal negara tanpa informasi yang lengkap tentang masyarakat kita sekarang," jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Wiranto mengatakan bakal membentuk badan khusus untuk menyelesaikan permasalahan pelanggaran HAM berat tahun 1965 melalui langkah nonyudisial. Kata dia nantinya badan ini akan merumuskan langkah konkret apa yang bakal diambil terkait masalah tersebut. Dia menyebut badan ini akan diumumkan dalam waktu dekat.
"Suatu badan yang katakan lah melakukan suatu usaha-usaha untuk membangun kerukunan nasional, itu saja kira-kira. Badannya sedang dibentuk," jelas Wiranto pada Selasa, (4/10/2016).
Meski demikian, dia membantah pembentukan badan ini merupakan langkah pemerintah yang mengakui telah terjadi pelanggaran HAM berat pada 1965. Kata Wiranto, langkah ini diambil justru tidak ada pihak yang disalahkan dalam peristiwa tersebut.
Editor: Malika
http://kbr.id/10-2016/usulan_wiranto_soal_badan_khusus_tragedi_65_tak_jelas_dan_masuk_akal/85637.html
0 komentar:
Posting Komentar