Oleh : Tempo.co
Jumat, 21 Oktober 2016 18:45
WIB
Gregorius Soeharsojo Goenito. (74), mantan anggota Lembaga Kebudayaan
Rakyat (Lekra) berpose di depan karya lukisnya yang ada dirumahnya di kawasan
Trosobo, Sidoarjo, Jawa Timur, Minggu (22/9). TEMPO/Aris Novia Hidayat
Yogyakarta-Gregorius Soeharsojo Goenito bersama puluhan
tahanan politik berbaris. Mereka semua digambarkan kurus kering. Seorang
tentara berdiri gagah membawa senjata menghadang para tahanan. Tentara itu
terlihat kedinginan. Mereka sedang berada di Pulau Buru, dataran di Kepulauan
Maluku yang 10 tahun lamanya dijadikan tempat menyekap tahanan politik yang
dituding terlibat Gerakan 30 September 1965.
Situasi itulah yang digambarkan seniman Greg, panggilan
akrab Gregorius, dalam bentuk sketsa. Dia seniman yang pernah berhimpun di
Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra). Goresan hitam putih bertuliskan 'dia juga
kedinginan' itu satu dari 20 sketsa ciptaan Greg yang dipamerkan di Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta, Jumat, 21 Oktober 2016.
Greg banyak mengeksplorasi ekspresi yang mengungkapkan
emosi penyintas atas peristiwa yang kelam. Sketsa banyak menggambarkan
kengerian suasana Pulau Buru. "Kami harus apel setiap pagi dan sore selama
9 tahun. Sketsa itu catatan harian sebagai saksi sejarah," kata Greg.
Sketsa itu dipamerkan bersama diskusi buku Sketsa itu
dipamerkan bersama diskusi buku berjudul Tiada Jalan Bertabur Bunga: Memoar Pulau Buru dalam
Sketsa yang ditulis Greg.
Diskusi yang dihadiri para penyintas dari pembuangan
Pulau Buru itu diselenggarakan Pusat Kajian Demokrasi dan Hak-hak Asasi Manusia
atau Pusdema pimpinan Sejarawan Baskara T. Wardaya.
Pusdema bekerja sama dengan sejumlah lembaga, di
antaranya Ikatan Keluarga Orang Hilang, American Institute for Indonesian
Studies, dan penerbit Insist Press. Selain Greg, diskusi itu menghadirkan
Sejarawan Yosef Djakababa dan Budayawan Hairus Salim.
Sketsa dibuat Greg ketika menjalani masa tahanan politik
pada 1966 hingga pembebasannya pada 1978. Selama di Pulau Buru, Gregorius
bekerja menggarap ladang dan sawah. Secara sembunyi-sembunyi, Gregorius
menciptakan sketsa dengan alat seadanya.
Sketsa Greg juga menggambarkan bagaimana para tahanan
politik bertahan hidup dengan cara makan tikus. Dalam gambar Greg terdapat
tikus yang dipegang tahanan politik.
"Saya makan cindhil (anak tikus) demi
bertahan hidup," kata Greg.
Ada pula sketsa yang melukiskan dua tentara yang membawa
senjata laras panjang mengapit Greg. Karya ini menggambarkan Greg yang
ditangkap tentara. Greg masuk golongan B, dikategorikan sebagai orang yang
terlibat tidak langsung peristiwa Gerakan 30 September.
Budayawan Hairus Salim yang menjadi pembahas sketsa dan
buku karya Greg mengatakan yang menarik dari buku itu adalah menyajikan
sketsa-sketsa yang halus, kuat, dan menangkap detail. Misalnya lanskap Pulau
Buru yang digambar Greg.
"Kadang ada hubungan narasi, puisi yang saling
terkait. Ada juga yang berdiri sendiri," kata Hairus Salim.
Hairus menunjukkan sketsa-sketsa ciptaan Greg kepada
peserta diskusi. Ia juga membandingkan sketsa itu dengan sketsa Gumelar.
Menurut Hairus, karya pelukis Greg melengkapi apa yang ditorehkan Pramoedya
Ananta Toer, Hesri, dan Gumelar Demokrasno tentang apa yang terjadi di Pulau
Buru. Sketsa itu menggambarkan cerita yang nyata.
SHINTA MAHARANI
0 komentar:
Posting Komentar