Kompas.com - 22/11/2019,
17:47 WIB
Penulis Dylan Aprialdo Rachman | Editor Krisiandi
Diskusi bertajuk Menghidupkan Kembali Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi: Harus Berpihak pada Kebenaran dan Keadilan, di Brownbag, Jakarta,
Jumat (22/11/2019)(KOMPAS.com/DYLAN APRIALDO RACHMAN)
JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Program Regional Asia
Justice and Rights (AJAR) Indria Fernida meminta pemerintah untuk mengedepankan
partisipasi pihak korban pelanggaran hak asasi manusia ( HAM) berat di masa
lalu, apabila ingin menghidupkan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi ( KKR).
Indria menanggapi rencana pemerintah menghidupkan kembali
KKR untuk mengungkap kasus pelanggaran HAM masa lalu. Hal itu dipaparkan Indria
dalam diskusi bertajuk Menghidupkan Kembali Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi:
Harus Berpihak pada Kebenaran dan Keadilan, di Brownbag, Jakarta, Jumat
(22/11/2019).
"Prinsip dasar yang harus dijalankan pemerintah adalah tentu saja suara korban yang harus diutamakan. Nah, dari diskursus ini saya enggak tahu apakah sudah ada undangan dari pihak pemerintah kepada para korban?" kata Indria.
Ia menegaskan, dalam pengungkapan pelanggaran HAM berat
masa lalu, partisipasi dan suara pihak korban merupakan aspek utama yang harus
diperhatikan.
Indria mengakui bahwa setiap pihak korban punya suara
yang berbeda-beda dalam pengungkapan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Tetapi, negara tetap harus memerhatikan seluruh aspirasi pihak korban. Sebab,
negara berkewajiban memenuhi hak-hak korban pelanggaran HAM berat masa lalu.
"Keadilan versi masing-masing pihak korban tentu saja berbeda. Tapi sekali lagi, apapun aspirasi yang diinginkan korban harus diadopsi oleh pemerintah. Jadi pemerintah enggak bisa bilang oh ini korban maunya cuma KKR, kemudian yang usul pengadilan HAM enggak usah. Atau sebaliknya, itu enggak bisa," kata dia.
"Jadi korban itu harus diposisikan sebagai sumber perhatiannya dan harus paritispatif," sambungnya.
Sebelumnya, Juru Bicara Presiden Fadjroel Rahman
menyebut, pemerintah berencana menghidupkan kembali KKR untuk mengungkap kasus
pelanggaran HAM masa lalu.
Hal itu disampaikan Fadjroel menjawab pertanyaan terkait
kelanjutan kasus dugaan pelanggaran HAM dalam tragedi Semanggi I pada 11-13
November 1998.
"Usulan dari Menkopolhukam, Pak Mahfid MD, sebenarnya beliau menyarankan lagi untuk dibentuknya komisi kebenaran dan rekonsiliasi," kata Fadjroel di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (13/11/2019).
Fadjroel menyebut KKR sebelumnya telah dibentuk beberapa
tahun lalu. Namun, KKR bubar pada 2006 lalu setelah Mahkamah Konstitusi (MK)
membatalkan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi.
Menurut dia, saat itu KKR memiliki anggota sekitar 42 orang. Ia mengaku menjadi salah satu anggota. Namun, Fadjroel mengakui KKR saat itu belum banyak bekerja karena UU 27/2004 terlanjur dibatalkan oleh MK.
Menurut dia, saat itu KKR memiliki anggota sekitar 42 orang. Ia mengaku menjadi salah satu anggota. Namun, Fadjroel mengakui KKR saat itu belum banyak bekerja karena UU 27/2004 terlanjur dibatalkan oleh MK.
"Inisiatif sekarang dari Menko Polhukam untuk menaikkan kembali Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Intinya itu adalah agar kebenaran diungkap," ujarnya
Penulis : Dylan Aprialdo Rachman
Editor : Krisiandi
Editor : Krisiandi
0 komentar:
Posting Komentar