Kamis, 21 November 2019
00:25 WIB
Reporter: David
Priyasidarta (Kontributor)
Editor: Juli Hantoro
Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam. TEMPO/M Taufan Rengganis
Jakarta - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia M Choirul Anam berharap penyidik Komnas HAM dan
penyelidik Kejaksaan Agung bisa duduk bersama membahas kasus-kasus pelanggaran
HAM berat masa lalu.
Masih ada 11 kasus pelanggaran HAM berat yang berkasnya
bolak-balik dari Komnas HAM ke Kejaksaan Agung dan kembali lagi ke Komnas.
"Kalau memang dikatakan ada kekurangan bukti dan lain sebagainya, apakah kekurangan bukti itu bisa dilengkapi dengan kewenangan Komnas HAM atau tidak, kalau tidak berarti kewenangannya Jaksa Agung, itu harus clear," kata Choirul Anam seusai menjadi pembicara di Festival HAM di Jember, Rabu, 20 November 2019.
Pernyataan-pernyataan kurang bukti terkait penyidikan
kasus pelanggaran HAM berat itu, kata Anam, tidak perlu banyak diumbar.
"Jangan mengumbar statement bahwa ini kurang buktilah atau itulah. Itu lagu lama," katanya.
Di waktu awal-awal penunjukan Jaksa Agung maupun
Menko Polhukam yang dari sipil yakni Mahfud Md, Anam mengaku memiliki
harapan.
"Tapi setelah itu kok narasinya kayak lagu lama, kurang buktilah. Apa dia sudah lihat secara nyata," ujar Anam.
Kalau sudah melihat, kata Anam, kapasitasnya apa dia
melihat.
"Dokumen itu dokumen penyelidikan, dokumen penyidikan yang hanya bisa diakses oleh penyidik dan penyelidik, dan tidak oleh yang lain," katanya.
Dia mempertanyakan komitmen negara ini untuk
menyelesaikan pelanggaran HAM.
"Kalau hanya mendapat penjelasan lewat power point, misalnya atau penjelasan singkat, kan belum tentu sesuai dengan faktualnya," kata dia.
Kalau dikatakan kekurangan bukti yang berupa dokumen,
Anam mengatakan memang bukan kewenangan Komnas HAM.
"Itu kewenangan penyidik, boleh diberikan penyidik ke Komnas HAM asal ada surat tugas, itu saja. Jadi jangan memperdebatkan soal teknis begitu menurut saya, bukan kapasitas Menko Polhukam memperdebatkan itu," ujarnya.
Anam juga mengingatkan, periode pertama Joko Widodo,
Komnas HAM memberikan rapor merah.
"Dan jangan terulang kembali rapor merah itu di periode kedua," ujarnya.
Informasi yang diperoleh TEMPO menyebutkan, saat ini ada
11 kasus pelanggaran
HAM berat yang berkasnya masih bolak balik dari Komnas HAM ke
Kejaksaan kemudian kembali lagi ke Komnas HAM.
Kesebelas kasus pelanggaran berat itu antara lain
Peristiwa 1965-1966, Petrus (1982-1986), Talangsari (1989), Trisakti serta
Semanggi I dan II (1998-1999), Peristiwa Mei penghilangan secara paksa
(1997-1998), Wasior dan Wamena (2001-2003), Peristiwa Aceh serta Peristiwa
Santet (1998-1999).
0 komentar:
Posting Komentar