Oleh: Natasya Salim
(Foto: supplied)
Sebuah film dokumenter pendek Indonesia bertajuk "A
Daughter's Memory" memenangkan kategori "Film Terbaik" dan
"Animasi Terbaik" dalam kompetisi film pendek tahunan bernama
ReelOzInd.
Film tersebut menjadi satu di antara tiga film kategori
lainnya dari kompetisi film Australia-Indonesia berhadiah uang tunai dengan
total AUD$15,000 atau sekitar 144 juta rupiah.
Tentang apa sebenarnya film dokumenter pendek yang
mencuri hati ketujuh orang juri dari festival film berumur empat tahun ini?
Rindu seorang anak
di tahun '65
Warna ungu dan coklat gelap, kuning terang, serta kuning
gading dan suara seorang perempuan yang tengah bercerita melukiskan perasaan
rindu seorang anak kepada ayahnya di tengah tragedi tahun 1965.
Dimulai dengan gambar sebuah rumah tempat anak perempuan
itu tinggal bersama dengan keluarganya, naratif dokumenter tersebut kian
mengalir secara perlahan.
Gambar-gambar wajah senang di awal klip lama-lama berubah
menjadi wajah takut dan sedih disertai ilustrasi sebuah penjara dengan warna
merah darah di tengah dokumenter.
Di ujung film, animasi berganti menjadi gambar asli
seorang perempuan berambut putih yang tersenyum ramah memperkenalkan diri.
"Nama saya Svetlana. Saya lahir tahun '56, 15 Februari 1956 di Jakarta." ucap perempuan yang adalah anak sulung dari Lukman Njoto dalam film yang mulai diproduksi tahun 2017 tersebut.
Kalimat ini keluar dari bibir Svetlana yang sebelumnya
tidak berani mengungkap identitas diri demi keselamatan keluarganya.
"Haruskah seseorang terus hidup dalam ketakutan? Setengah abad telah berlalu." ucapnya di penghujung dokumenter pendek yang menuai tepuk tangan ratusan penonton itu.
Kartika Pratiwi, sutradara dan produser dokumenter 10
menit tersebut menceritakan inti dari karyanya yang baru selesai produksi tahun
2019 ini.
"'A Daughter's Memory' adalah kisah salah satu orang yang selamat dari masa tergelap dalam sejarah Indonesia," kata dia.
"Ia mengingat kembali kenangan dengan ayahnya yang di masa itu adalah wakil Ketua CC Partai Komunis Indonesia."
Bagian dari proyek
10 tahun
Kartika yang juga adalah pendiri dari kotakhitam Forum
mengatakan bahwa film 'A Daughter's Memory' ini adalah proyek 10 tahun dari
organisasi independen yang beroperasi di Yogyakarta dan sekitarnya itu.
"Kami membuat pengarsipan dan kumpulan audio visual dokumenter yang membicarakan isu 65."
Ia mengatakan bahwa film tersebut merupakan satu di
antara empat film dokumenter lain dari kotakhitam Forum terkait kejadian '65.
Kartika memilih dokumenter tersebut untuk dijadikan
animasi karena pendekatan kisahnya yang berbeda dari karya lainnya.
"Saya pikir itu adalah salah satu cerita yang berbeda karena dari perspektif anak perempuan yang merindukan bapaknya," kata Kartika yang di tahun 2018 menyelesaikan program beasiswanya di Universitas Columbia, New York.
(Foto: supplied)
"Animasi dipilih karena kami ingin menyajikan bentuk yang 'lain' yang lebih menarik untuk target audiens kami yaitu anak muda."
Menurut Kartika, selain kepada ReelOzInd, kotakhitam
Forum juga sudah mengirimkan dokumenter tersebut ke festival film lainnya.
"Kami mengirim film ini ke festival apa saja yang memungkinkan supaya film ini bisa ditonton banyak orang. Ada beberapa festival lainnya tapi pemenangnya belum diumumkan."
Kemenangan dari dokumenter yang menurutnya berpesan
tentang keberanian untuk mengungkap masa lalu tabu di Indonesia itu
menginspirasi kotakhitam Forum untuk terus mengerjakan misi mereka.
"Yang pasti kami selalu dan terus bekerja dengan isu-isu '65 dan bekerja dengan orang-orang yang selamat."
Kenal negara
tetangga lewat film
Penayangan 11 film pendek yang lolos seleksi Festival
ReelOzInd ini dilakukan di Treasury Theatre di pusat kota Melbbourne hari
Minggu (6/10/2019) dihadiri sekitar seratusan pengunjung.
Sebelas film ini mengalahkan sekitar 200 film lain yang
masuk untuk ikut bertarung.
Di saat yang bersamaan, film-film ini juga ditayangkan di
gedung Institut Teknologi Bandung (ITB) di Bandung Jawa Barat Indonesia bagi
133 penonton yang hadir diantaaranya adalah Gubernur negara bagian Victoria
Linda Dessau.
Dr. Jemma Purdey, pemrakarsa ajang kompetisi film pendek
ReelOzInd tersebut mengatakan bahwa film dapat menjadi sarana pemahaman
mendalam antara Australia dan Indonesia.
"Ajang ini bertujuan untuk menemukan cara-cara lebih kreatif untuk menambah pengetahuan dari apa yang sudah kita ketahui tentang Indonesia dan apa yang mereka tahu tentang kita [Australia]," katanya kepada Natasya Salim dari ABC Indonesia.
(Foto: supplied)
"Kami memang mencari cara yang agak berbeda dari biasanya yang dapat menjangkau anak-anak muda."
Tema "Perubahan" diangkat oleh Jemma bersama
timnya terinspirasi dari hal-hal yang sedang marak diberitakan tidak hanya di
Australia dan Indonesia, namun juga dunia.
"Pemilihan tema yang kami lakukan di awal tahun ini adalah karena melihat kondisi kedua negara yang pada waktu itu sedang akan mengalami perubahan sangat signifikan dalam bidang politik," kata dia.
"Namun selain itu, juga ada perubahan iklim, isu dunia yang juga menginspirasi tema tahun ini."
Menurutnya, ajang kompetisi itu pada intinya bertujuan
untuk membuka percakapan tidak hanya antar negara, namun juga antar komunitas
pembuat dan penikmat film.
0 komentar:
Posting Komentar