Muhamad Ridlo - 01 Okt
2019, 00:00 WIB
Rubidi Mangun Sudarmo, bekas Wakil Komandan Pasukan Pembersihan PKI di
Cilacap barat. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Cilacap - Karsiman tak akan pernah lupa satu nama
yang begitu menjadi momok pascaperistiwa G30SPKI. Namanya, Rubidi.
Sebulan seusai peristiwa 65, Rubidi menjadi orang yang
begitu ditakuti. Tiap kali nama Rubidi disebut, ingatannya melayang kepada
sosok yang lincah, tegas dan terkadang, beringas.
Warga Cikuya, Bantar, Kecamatan Wanareja, Cilacap, bahkan
punya julukan khusus untuk Rubidi, Lingsang Geni, lingsang yang berenang dalam
lautan api. Julukan ini menunjukkan betapa Rubidi begitu menakutkan.
Rubidi adalah komandan operasi pembersihan PKI yang begitu menguasai
kawasan Cilacap barat, termasuk Cikuya, Cipari, Cimanggu, dan sekitar Gunung
Karangtengah. Waktu itu, Karsiman berusia 15 tahun sehingga tidak ditangkap
tentara.
Itu sebabnya, pertama kali bertemu dengan Rubidi,
Karsiman begitu marah. Ingatannya kepada sosok Rubidi yang begitu tega kepada
warga Cikuya begitu membekas dan menaburkan benih dendam.
Warga menganggap Rubidi lah orang yang bertanggung jawab
atas hilangnya beberapa warga Cikuya yang dituduh PKI. Puluhan pria dipenjara.
Dan dampak yang masih terasa hingga saat ini adalah warga terusir dari
tanahnya.
"Ya saya gregetan. Pengin memukul. Enggak tanya saya, enggak mau tanya. Saya bertanya itu paling baru empat tahunan," ucap Karsiman, beberapa waktu lalu.
Serupa dengan Karsiman, seorang pria sepuh, Sandiarja
(85) juga mengaku tahu siapa Rubidi. Beda dengan Karsiman yang tak ditangkap
tentara, Sandiarja dibui 11 bulan karena dituduh anggota Barisan Tani Indonesia
(BTI).
Padahal, ia sama sekali tidak tahu apa BTI atau PKI.
Bahkan, hingga kini, ia buta huruf.
Namun, ia mengaku tak mendendam. Hanya saja, Sandiarja
ogah bersalaman dengan Rubidi, sampai sekarang. Dia pun enggan menyapa orang
yang pernah menuduhnya terlibat PKI ini.
Saat Rubidi
Ditunjuk Jadi Wakil Komandan Operasi Pembersihan PKI
Lahan dan permukiman warga dirampas pascaperistiwa G30SPKI dan berubah
menjadi kebun karet. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
"Lha buat apa tanya, bertemu ya sudah. Paling saya membathin seperti ini, 'Oh, ini orangnya'. Sampai sekarang lah," ucap Sandiarja.
Nama lengkap Rubidi adalah Rubidi Mangun Sudarmo. Ia
lahir di Sambilgaluh, Kulonprogo pada tahun 1933. Kemudian pada tahun 1935-an,
bersama orangtuanya ia pindah ke Cipancur, Desa Bantarsari, Kecamatan Wanareja,
Cilacap.
Ia menempuh pendidikan sekolah dasar di Bantarsari hingga
kelas 2 SD, kemudian dilanjutkan ke SD Wanareja hingga kelas 5. SMP diselsaikan
di SMP 1 Cilacap. SMA diselesaikan Angkatan Pelajar Pemuda Indonesia (APPI)
Cikini.
Masa muda dilewatinya dengan masuk berbagai organisasi.
Lantas, ia beranjak menjadi tokoh PNI yang disegani. Dia cakap, pintar, dan
cerdas.
Ia juga diperhitungkan karena sangat menguasai lapangan.
Lalu, saat peristiwa 1965 terjadi, dia diangkat menjadi wakil komandan pasukan
gabungan operasi pengamanan gerombolan PKI.
Rubidi mengaku menghadapi dilema besar ketika ditunjuk
menjadi Wakil Komandan Pasukan Gabungan dalam Operasi Penumpasan Gerombolan PKI
di kawasan Cilacap barat, meliputi pegunungan Wilis yang kini masuk di lima
kecamatan, yakni Kecamatan Cipari, Wanareja, Sidareja, Cimanggu, dan Majenang.
Sebab, mertua dan istrinya adalah tokoh PKI dan Gerwani.
Dia sendiri, adalah kader PNI yang loyal dan saat itu, telunjuknya bisa
menentukan hidup dan mati seseorang.
Namun, pilihannya saat itu adalah hidup atau mati. Jika
dia menolak tugas, itu artinya, mati. Sebab, waktu itu yang benar-benar
berkuasa adalah militer.
Pada November 1965, dia menerima jabatan wakil komandan
pasukan gabungan dari kalangan sipil. Tugas utamanya adalah memindahkan, atau
lebih tepat mengusir warga yang berada dalam radius tapal kuda operasi. Dia
ditunjuk oleh Letnan Kolonel Arifin, pejabat militer komandan tertinggi operasi
keamanan.
"Tugas saya yang pokok, yang saya emban, adalah mengembalikan masyarakat kembali seperti semula. Artinya yang punya rumah ya kembali ke rumah, Yang bertani ya kembali bekerja bertani. Makanya disebut sebagai operasi keamanan. Di luar itu, saya menolak kuat pun saya bisa," ucap Rubidi.
Pagi Mencekam di
Kampung Cikuya
Rubidi Mangun Sudarmo, bekas Wakil Komandan Pasukan
Pembersihan PKI di Cilacap barat dengan dua jurnalis dalam pembuatan film
dokumenter kuburan massal PKI dan perampasan tanah. (Foto: Liputan6.com/Muhamad
Ridlo)
Namun begitu, Rubidi membantah berlaku kejam. Ia justru
menuduh, yang berlaku kejam waktu itu adalah anggota baru PKI.
Mereka, kata Rubidi, berlindung di balik kekejamannya
untuk melindungi dirinya sendiri. Dia bahkan berani menunjukkan siapa saja yang
anggota PKI, tetapi berlaku kejam kepada orang yang dituduh PKI.
Beberapa di antaranya, masih hidup hingga hari ini. Dan
mereka masih berlindung di balik drama pemberantasan PKI yang diikutinya.
"Yang kejam-kejam, suruh bunuh ya bunuh, itu adalah orang baru, baru masuk. Belum setahun. (Baru Masuk PKI?) ya. Yang sekarang masih hidup pun, jiwanya masih seperti itu. (menutup jati dirinya?) Iya," Rubidi menegaskan.
Membantah berlaku kejam, tetapi Rubidi mengaku telah
mengusir warga dari permukimannya agar operasi itu cepat selesai. Tak terhitung
permukiman yang berhasil dikosongkannya.
"Tujuannya kan untuk mempercepat operasi keamanan. Soalnya, kalau bercampur dengan rombongan yang betul, rombongan orang PNI, Nahdatul Ulama, itu kan enggak disinggung-singgung. Makanya saya suruh pergi," ujarnya.
Salah satu kampung yang dikosongkan paksa oleh Rubidi dan
anak buahnya adalah kampung Cikuya. Sebuah kampung dengan luas lahan sekitar 72
hektare dan didiami oleh 70-an keluarga. Kampung Cikuya, saat ini berada di
Desa Bantarsari Kecamatan Wanareja, Kabupaten Cilacap.
Namun, ia mengaku telat tiba di Cikuya. Sejumlah nyawa di
Cikuya pun melayang oleh aksi main hakim sendiri milisi yang liar.
"Pagi-pagi saya datang ke sana. Sarno, sudah dibawa keluar. Anak-anak Wanareja sudah ada di sana. Termasuk Kurdi, yang bersenjata, juga sudah di sana," dia bercerita.
"Ketika saya ke sana, senjatanya ditodongkan ke kepala Sarno. Dibunyikan, duar. Saya kagetnya luar bisa. Saya bilang 'Lha ya untuk apa, itu kan hanya untuk nakut-nakutin orang," dia melanjutkan.
Perjuangan Reforma
Agraria Cilacap
Lahan dan permukiman warga dirampas pascaperistiwa G30SPKI dan berubah
menjadi kebun karet. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Rubidi lantas meminta warga Cikuya pergi. Tak terhitung
berapa orang di luar Cikuya yang diusir oleh Rubidi. Dan ancamannya selalu
sama, liang lahat.
Tak ada siapa pun yang bisa meraba nasin. Tanpa dinyana,
Rubidi, Karsiman, Sandiarja, Ratmini, dan seluruh korban pengusiran yang
tersebar di sejumlah desa, seperti Caruy, Karangreja, Kelapagading, Mulyadadi,
Sidasari, dan Bantarsari dipertautkan.
Kerena Rubidi, sang lingsang geni, akhirnya juga
kehilangan tanahnya. Ia kehilangan asetnya yang berharga. Dan kini, ia mengaku
menjadi bagian dari korban yang dikhianati oleh negara.
Namun, Rubidi mengaku sudah tidak memiliki kekuatan lagi
untuk melawan. Pasca '65, militer berkuasa di segala lini hidup bangsa
Indonesia.
"Saya pun terus diam. Soalnya situasinya kan lain. Ini sudah, perhitungan saya ini yang berkuasa militer. Sampai Soeharto berdiri itu kan juga militer," dia menuturkan.
Rubidi, kemudian menjadi aktivis reforma agraria. Karena
dia paham, bahwa tanah-tanah yang dirampas adalah tanah hak rakyat, yang dibuka
oleh masyarakat jauh hari sebelum kemerdekaan.
"Tanah dibuka oleh masyarakat. Menurut hukum. Itu berlaku di seluruh dunia bahkan, tidak hanya di Indonesia. Kalau di Sumatera, itu yang disebut sebagai tanah ulayat. Kan itu, dasarnya hingga sekarang kan tidak tersentuh hukum. Ini kan harus bayar. Itu tidak sesuai," jelas Rubidi.
Uluran tangan Rubidi pun diterima oleh Karsiman dan
korban pengusiran pascaperistiwa 1965. Ia mengaku saat ini sudah tidak lagi
menyimpan dendam kepada Rubidi. Ia merasa senasib sepenanggungan dengan Rubidi.
"Ya, karena bagaiman kita perasaan sebagai sesama manusia lah. Sudah seperti ini terjadinya, ya bagaimana lagi. Ya tidak dendam lah. Apalagi sekarang dia sudah menjadi kawan seperjuangan," ucap Karsiman.
0 komentar:
Posting Komentar