CNN Indonesia | Kamis,
03/10/2019 22:05 WIB
YPKP 65 dan delegasi korban Tragedi 1965 saat mendatangi kantor Kemenko
Polhukam, Jakarta. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Yayasan Penelitian Korban
Pembunuhan 1965/1966 (YPKP 65) siap memberikan daftar nama sejumlah orang yang
bisa menjadi saksi atas tragedi berdarah 65/66 ke Kejaksaan
Agung. Ini menyusul berlarutnya pengusutan kasus pelanggaran HAM masa lalu
tersebut.
Sudah 54 tahun kasus tersebut terkatung. Berkas penyelidikan yang disusun Komnas HAM berulang kali dikembalikan Kejaksaan Agung lantaran dianggap kekurangan alat bukti.
Salah satu penyintas 65/66 yang juga anggota YPKP 65 Soedarno berharap dengan menyerahkan sejumlah berkas berisi daftar orang-orang yang dibunuh, disiksa, ditahan di Pulau Buru atau juga yang meninggal di sejumlah tahanan, akan membantu proses penegakan hukum korps Adhyaksa.
Sudah 54 tahun kasus tersebut terkatung. Berkas penyelidikan yang disusun Komnas HAM berulang kali dikembalikan Kejaksaan Agung lantaran dianggap kekurangan alat bukti.
Salah satu penyintas 65/66 yang juga anggota YPKP 65 Soedarno berharap dengan menyerahkan sejumlah berkas berisi daftar orang-orang yang dibunuh, disiksa, ditahan di Pulau Buru atau juga yang meninggal di sejumlah tahanan, akan membantu proses penegakan hukum korps Adhyaksa.
"Kami memerlukan kepastian hukum. Supaya stigma yang
kami terima tidak berlanjut, umpama bersalah akan kami terima risikonya dan
umpama kami tidak melakukan seperti apa yang dituduhkan negara maka stigma yang
kami terima akan berakhir sampai sini," kata Soedarno di ruang pengaduan
Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis (3/10).
Komunitas yang berisi penyintas dan anggota keluarga
korban tragedi 65/66 itu juga menyerahkan temuan 346 titik kuburan massal di
berbagai daerah di Indonesia. Ketua YPKP 65 Bedjo Untung memastikan bersedia
memberikan informasi ke Kejaksaan Agung. Termasuk bukti lain berupa foto,
dokumen juga saksi mata.
"Jaksa Agung mestinya tidak bisa mengelak, karena kami mempunyai alat bukti yang sangat cukup," kata Bedjo ditemui seusai memberikan laporan pengaduan.
"Semuanya sudah saya assessment dan verifikasi di beberapa tempat. YPKP punya jaringan di beberapa daerah di seluruh Indonesia, yang menjadi saksi langsung, juga keluarganya. Jadi saya bisa mengatakan nilai dari laporan kami 99 persen benar," kata dia lagi.
Beberapa penyintas 65/66 yang menyambangi Kejaksaan Agung itu berasal dari berbagai daerah seperti Cirebon, Grobogan juga Pekalongan. Usia mereka rata-rata di atas 80 tahun.
"Jaksa Agung mestinya tidak bisa mengelak, karena kami mempunyai alat bukti yang sangat cukup," kata Bedjo ditemui seusai memberikan laporan pengaduan.
"Semuanya sudah saya assessment dan verifikasi di beberapa tempat. YPKP punya jaringan di beberapa daerah di seluruh Indonesia, yang menjadi saksi langsung, juga keluarganya. Jadi saya bisa mengatakan nilai dari laporan kami 99 persen benar," kata dia lagi.
Beberapa penyintas 65/66 yang menyambangi Kejaksaan Agung itu berasal dari berbagai daerah seperti Cirebon, Grobogan juga Pekalongan. Usia mereka rata-rata di atas 80 tahun.
Berlembar berkas laporan yang dilampirkan saat pengaduan
itu diterima Kepala Sub Direktorat Hubungan Lembaga Pemerintah Kejaksaan Agung,
Andi Rio Rahmat Rahmatu.
YPKP 65 dijanjikan pelaporan ini akan diproses dalam sepekan. Menurut Bedjo, perwakilan Kejagung menyatakan berkas akan diserahkan ke bagian Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
"Ini seharusnya bukan YPKP yang membuktikan tetapi negara. Karena lembaga negara yang mempunyai kekuatan," kata Bedjo.
"Saat 2016 para korban sudah merasa gembira karena ada simposium [Simposium Nasional], ada angin segar. Tapi kemudian ditolak sebagian jenderal-jenderal. Mestinya pemerintah tidak boleh kalah dengan kelompok intoleran, karena itu kan forum ilmiah," ujar dia lagi mengingat.
Pada 2016 saat Luhut Panjaitan masih menjabat Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Simposium Nasional mengenai upaya penyelesaian tragedi 65/66 digelar. Saat itu purnawirawan Agus Widjojo--yang kini Ketua Lemhanas--menjadi salah satu penggagasnya.
Forum akademis yang mendatangkan peneliti, sejarawan hingga para saksi itu menghasilkan sejumlah rekomendasi namun hingga kini belum ditindaklanjuti pemerintah.
YPKP 65 dijanjikan pelaporan ini akan diproses dalam sepekan. Menurut Bedjo, perwakilan Kejagung menyatakan berkas akan diserahkan ke bagian Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
"Ini seharusnya bukan YPKP yang membuktikan tetapi negara. Karena lembaga negara yang mempunyai kekuatan," kata Bedjo.
"Saat 2016 para korban sudah merasa gembira karena ada simposium [Simposium Nasional], ada angin segar. Tapi kemudian ditolak sebagian jenderal-jenderal. Mestinya pemerintah tidak boleh kalah dengan kelompok intoleran, karena itu kan forum ilmiah," ujar dia lagi mengingat.
Pada 2016 saat Luhut Panjaitan masih menjabat Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Simposium Nasional mengenai upaya penyelesaian tragedi 65/66 digelar. Saat itu purnawirawan Agus Widjojo--yang kini Ketua Lemhanas--menjadi salah satu penggagasnya.
Forum akademis yang mendatangkan peneliti, sejarawan hingga para saksi itu menghasilkan sejumlah rekomendasi namun hingga kini belum ditindaklanjuti pemerintah.
0 komentar:
Posting Komentar