Rohmatin Bonasir, Wartawan BBC Indonesia, Den Haag | 14 November 2015
Panel hakim mengatakan akan menyampaikan keputusan akhir setelah mendalami bukti-bukti lebih lanjut.
Panel hakim Pengadilan Rakyat Internasional tentang peristiwa 1965, dalam putusan sementara, menetapkan bahwa bukti-bukti menunjukan pelanggaran hak asasi manusia berat memang terjadi pasca 30 September 1965.
Dalam putusan sementara pada Jumat petang waktu Belanda (13/11), hakim ketua Zak Yacoob mengatakan kesimpulan ditetapkan berdasarkan beberapa landasan.
Dasar itu antara lain meliputi kesaksian para korban dalam sidang rakyat yang digelar di Den Haag selama empat hari, laporan Komnas Perempuan tahun 2007 dan hasil investigasi Komnas HAM tahun 2012 tentang dugaan pelanggaran hak asasi manusia pasca meletusnya pergolakan politik.
“Seluruh materi, tanpa diragukan lagi, menunjukkan bahwa pelanggaran hak asasi manusia berat yang diajukan ke hakim memang terjadi,” kata Zak Yacoob, hakim asal Afrika Selatan.
Kekerasan seksual
Pada pembukaan sidang sebelumnya, jaksa mengatakan negara Indonesia bertanggung jawab atas tragedi 50 tahun lalu terkait sembilan dakwaan.
Atas dakwaan pembunuhan kejam dan pembunuhan massal terhadap puluhan ribuan orang dan pemenjaraan tanpa dasar dan tanpa sidang atas ratusan ribu orang lainnya, juga ditemukan berdasar.
Panel hakim beranggotakan tujuh orang juga secara khusus menyebut terjadinya kekerasan seksual secara sistematis.
“Terbukti bahwa kekerasan seksual khususnya terhadap perempuan dilakukan secara sistematis dan rutin, khususnya selama periode tahun 1965-1967.”
Panel hakim juga mempertimbangkan dakwaan jaksa tentang keterlibatan negara-negara lain dan hal tersebut akan dipertimbangkan lebih lanjut.
Hakim tidak sampai menyebut nama-nama negara terkait, tetapi dalam dakwaan, jaksa mengatakan Amerika Serikat, Inggris, dan Australia terlibat membantu kediktatoran Suharto untuk menumpas apa yang disebut sebagai Partai Komunis Indonesia.
Kesaksian sepihak
Dikatakan oleh hakim ketua bahwa sangat disayangkan pemerintah Indonesia tidak hadir dalam sidang, meskipun sudah diundang. Oleh karena itu pemerintah Indonesia tidak bisa dimintai keterangan.
Adapun saksi-saksi yang dimintai keterangan adalah saksi sepihak, antara lain para penyintas dan saksi ahli yang mendukung dakwaan jaksa.
Bagaimanapun Pengadilan Rakyat Internasional 1965 bukan peradilan resmi sehingga putusannya tidak mempunyai kekuatan hukum.
“Pengadilan-pengadilan rakyat seperti ini hanya merupakan usaha untuk memberi dorongan lagi kepada lembaga-lembaga berwenang untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan,” kata guru besar emeratus hukum internasional, Ko Swan Sik dari Universitas Erasmus Rotterdam, Belanda kepada BBC Indonesia.
Hakim Zak Yacoob mengatakan panel hakim masih memerlukan waktu lagi untuk mempelajari bukti-bukti sebelum membuat putusan final. Sidang putusan rencananya akan digelar tahun depan di Jenewa.
Sumber: BBC Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar