28 November 2015
16:35 - Ciput
Putrawidjaja*
Banyak pejuang (dan pahlawan) yang terbuang,
terpinggirkan, terasingkan atau bahkan sengaja dihilangkan dari lembaran sejarah Indonesia, lantaran pilihan
politik yang berbeda dengan pemerintah yang berkuasa. Salah satunya
adalah SIDIK KERTAPATI.
Dilahirkan di Klungkung Selatan, Bali pada tahun 1920,
Sidik Kertapati merupakan salah seorang pemuda yg terlibat dalam gerakan-gerakan
pemuda yg mempersiapkan proklamasi kemerdekaan RI. Sejak masa mudanya,
Sidik telah menyatu dengan nasib rakyat kecil yang menderita di bawah
penjajahan Hindia Belanda dan kemudian Jepang. Kepeduliannya itu membuat Sidik
menceburkan diri dalam berbagai kegiatan perjuangan pemuda melawan penjajahan
dan untuk kemerdekaan.
Salah satunya adalah Gerindom (Gerakan Indonesia
Merdeka), dimana Sidik menjadi anggota Dewan Eksekutif, yang berjuang untuk
berdirinya Negara Indonesia Merdeka. Gerindom didirikan oleh pemuda-pemuda
revoluioner anti fasis sebagai reaksi pembubaran PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat).
Berpusat di Jalan Menteng 31 Jakarta, Gerindom banyak
melakukan kegiatan-kegiatan membangun jaringan-jaringan bawah tanah pemuda
revolusioner anti fasis dengan massa tani, buruh, pegawai kantor, mahasiswa dan
angkatan bersenjata. Gerindom juga melakukan hubungan dengan tokoh-tokoh
gerakan revolusioner lainnya, misalnya Wikana, Chaerul Saleh dan lain-lainnya
dengan pedoman kerja sistem sel dan machtvorming.
Proklamasi
Kemerdekaan RI
Menjelang Proklamasi 17 Agustus 45 Sidik melibatkan diri
dalam organisasi Angkatan Pemuda Indonesia (API), yang bermarkas juga di
Menteng 31. Pada tanggal 16 Agustus 1945, Sidik Kertapati bersama-sama dengan
pemuda-pemuda revolusioner lainnya, seperti Sukarni, Wikana, Chaerul Saleh,
Aidit, Sidik Kertapati, Darwis, Suroto Kunto, AM Hanafie, Djohar Nur, Subadio,
dan lain-lain, melakukan berbagai persiapan menghubungi sel-sel di bawah tanah
untuk mempersiapkan kekuatan rakyat dalam menghadapi segala kemungkinan
berkaitan dengan rencana Proklamasi Kemerdekaan.
Pada 19 September 1945, Sidik bersama aktivis pemuda
lainnya berhasil mengumpulkan 200.000 orang di Lapangan Ikada Jakarta untuk
mendengarkan pidato Bung Karno yg hanya berdurasi 10 menit saja, namun mampu
menggugah semangat rakyat untuk mendukung kemerdekaan bangsa Indonesia. Sehari
sesudahnya, pada tanggal 20 September 1945, pasukan Kempetai Jepang mengepung
gedung Jalan Menteng 31 dan melakukan penangkapan Sidik Kertapati dan pemimpin pemuda
lainnya.
Selanjutnya mereka ditahan di markas Kempetai (di gedung
Mako POM Guntur sekarang) dan kemudian dipindahkan ke penjara Bukitduri. Dari
penjara tersebut, Sidik berhasil melarikan diri dan kembali bergabung dengan
tokoh-tokoh API lainnya membangun gerakan perlawanan rakyat untuk membela dan
mempertahankan kemerdekaan RI.
Berjuang Dengan
Gerilya Bersenjata
Ketika Belanda datang membonceng pasukan Sekutu ke
Indonesia, Sidik Kertapati bergabung dalam Laskar Rakjat Djakarta Raja (LRDR).
Pada 22-24 November 1946, berlangsung kongres yang membentuk federasi dari
berbagai laskar perjuangan rakyat yg ada menjadi Laskar Rakjat Djawa Barat
(LRDB). Sidik Kertapati terpilih memimpin organisasi, bersama Astrawinata dan
Armunanto.
LRDB tidak setuju dengan hasil persetujuan Linggarjati,
menolak hijrah ke Yogyakarta dan memutuskan bergerilya melawan pasukan Belanda
dan belakangan melawan DI/TII di wilayah Jawa Barat. Selama bergerilya inilah,
Sidik sempat terkena peluru musuh yang sampai akhir hayatnya tetap bersarang di
tubuhnya.
Berjuang di
Parlemen
Selepas pengakuan kedaulatan RI, Sidik melanjutkan
perjuangannya di akar rumput untuk membela kepentingan kaum tani melalui
organisasi Sarekat Kaum Tani Indonesia (SAKTI) yang dipimpinnya, yang kemudian
berfusi dengan organisasi2 petani lainnya menjadi Barisan Tani Indonesia (BTI).
Perjuangan politiknya tersebut dilanjutkan di Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), sebagai anggota parlemen dari fraksi independen, Sidik
terkenal dengan "mosi Sidik Kertapati" yang menggugat kebijakan
menteri dalam negeri Mr. Mohamad Roem dalam peristiwa Tanjung Morawa di Sumatra
Utara pada 16 Maret 1953. Akibat dari mosi ini Kabinet PM Wilopo meletakkan
jabatan pada 2 Juni 1953.
Menjadi Eksil
Akibat Peristiwa G30S
Peristiwa G30S pada tahun merubah drastis jalan hidup
Sidik Kertapati. Karena aktifitas politiknya di dalam BTI, yg berafiliasi
dengan PKI (Partai Komunis Indonesia, Sidik akhirnya terpaksa meninggalkan
tanah air dan terpaksa puluhan tahun menjalani kehidupan sebagai seorang eksil
(exile) untuk menghindari penangkapan dari pemerintah ORBA pasca G30S. Sidik
terpaksa berpisah jauh dari isteri tercintanya, S. Rukiah yang seorang
pengarang perempuan Indonesia ternama, yang juga jadi korban pemerintah ORBA
dan meninggal pada tahun 1996, dan seluruh keluarganya.
Pasca runtuhnya ORBA, dengan bantuan sejumlah mahasiswa
yang berempati, pada tahun 2002 Sidik Kertapati akhirnya dapat pulang kembali
ke tanah air. Sidik Kertapati meninggal dunia pada usia 87 tahun pada 12
Agustus 2007 dan dimakamkan di Jakarta, masih dalam status Warga Negara
Belanda.
Buku "Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945" Karya
Sidik Kertapati"
Legacy: Buku "Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945"
Pengalamannya selama masa menjelang dan sesudah
proklamasi kemerdekaan RI diabadikan dalam buku "SEKITAR PROKLAMASI 17
AGUSTUS 1945”, yang sudah tiga kali dicetak. Selama masa rezim Orba (1967-1998)
buku ini, sebagaimana banyak buku perjuangan revolusioner Indonesia menghilang
dari peredaran atau dilarang terbit oleh pemerintah saat itu. Hingga pada tahun
2000, Penerbit Pustaka Pena mencetak ulang karya Sidik Kertapati.
Bagaimana sambutannya dapat dicuplik dari resensi surat
kabar “Rakyat Merdeka” 13 Agustus 2000: “Tujuh belas Agustus pekan depan,
Republik Indonesia genap 55 tahun. Tanpa terasa negeri ini sudah merdeka lebih
dari setengah abad. Buku yang ditulis Sidik Kertapati ini mengungkap saat-saat
bersejarah menjelang dan sesudah Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945. Banyak
peristiwa penting yang terjadi dalam rentang waktu tersebut, yang tidak
diketahui oleh generasi kini.
Gedung Juang Menteng 31, misalnya, tidak banyak generasi
sekarang yang tahu kenapa gedung ini dipelihara dan dilestarikan. Gedung tua
yang terletak di kawasan Menteng Jakarta Pusat ini dulunya punya andil dalam
proses perjuangan bangsa menuju proklamasi.
Di gedung itulah para pejuang kita mengasah otak dan
menyatukan pikiran untuk menumpas penjajahan.
“Keistimewaan buku ini, mampu mengungkapkan secara lengkap nama-nama yang terlibat langsung dalam perjuangan di sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945 serta menyebut apa peranan masing-masing pemuda ini. Perjuangan kemerdekaan kita adalah perjuangan yang berdarah dari bangsa yang terjajah melawan dan menggulingkan penjajahnya”.
Sumber:
1. Cipto Munandar: MEMPERINGATI WAFATNYA SIDIK KERTAPATI TOKOH
NASIONAL PEJUANG 1945
2. MD Kartaprawira: SIDIK KERTAPATI TOKOH NASIONAL PEJUANG 45
2. MD Kartaprawira: SIDIK KERTAPATI TOKOH NASIONAL PEJUANG 45
Ciput Putrawidjaja , Praktisi
Inovasi dan Inkubasi Bisnis Teknologi Kelautan
Direktur Badan Pengelola
Marine Science Techno Park Universitas Diponegoro (MSTP UNDIP)
0 komentar:
Posting Komentar