By Alifurrahman |
Dulu, Gusdur pernah berkelakar tentang Mayjen K yang menjadi dalang konflik horizontal di sejumlah daerah di Indonesia, terutama di Ambon. Media massa pun ramai-ramai memburu Gus Dur. Menanyakan siapa Mayjen K yang dia maksudkan. Di lain sisi, Mayjen Kivlan Zein, bereaksi keras. Dia merasa Gus Dur menudingnya, lantas mendatangi kediaman Gus Dur di Ciganjur.
Menanggapi ini Gus Dur santai belaka. Di hadapan puluhan wartawan yang datang ke kediamannya mengekor Kivlan Zein, Gus Dur bilang bahwa dia bingung kenapa Kivlan datang ke rumahnya.
“Saya sebut Mayjen K, kan bisa saja Mayjen Kunyuk. Bukan Mayjen Kivlan,” ujar Gus Dur, lalu tertawa terbahak-bahak.
Para wartawan, tentu saja juga tertawa. Mayjen Kivlan ikut tertawa. Meski tidak lepas dan wajahnya kecut, persis orang yang makan jeruk kelewat masam.
Zaman berganti, namun si Kunyuk seperti yang diceritakan Gusdur sepertinya masih ada hingga saat ini. Yang terus coba membuat kerusuhan, membangun narasi provokatif, menakut-nakuti dan sebagainya. Materi andalan si kunyuk adalah PKI. Konsisten sejak 2014. Padahal kalau ditanya di mana ada PKI? Tak ada yang bisa menjawabnya.
Isu PKI adalah isu yang luar biasa terstruktur, sistematis dan massif. Mereka berhasil menciptakan ketakutan, berhasil meskenariokan kemunculan untuk sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Sesuatu yang mustahil ada, namun nampak begitu nyata seperti walking dead dalam film game of throne. Seolah-olah PKI sudah ada di depan mata kita, bersiap menyerbu dan menghabisi seluruh rakyat Indonesia.
Padahal apakah PKI pernah berdemo dan menyatakan dirinya PKI? Pernah berdemo ingin pemerintah dilengserkan? Mengancam menduduki gedung DPR? Tidak pernah. Justru yang pernah melakukan itu adalah FPI. Tapi mustahil FPI adalah PKI, sebab yang teriak-teriak ketakutan pada PKI adalah kelompok yang selama ini bersama-sama satu panggung dengan FPI. Salah satunya si Kunyuk tadi.
Mungkin banyak teman-teman bertanya, mengapa ada orang seperti si Kunyuk yang kerjaannya membuat propaganda dan provokasi?
Jadi begini, si Kunyuk itu awalnya adalah pion milik salah satu menteri di Kabinet Kerja. Dulu dia ditugaskan di lapangan untuk melakukan operasi. Melaksanakan segala perintah demi cita-cita dapat penghargaan dan kenaikan pangkat. Namun kenyataannya si Kunyuk tadi tidak mendapatkan apa-apa.
Setelah atasannya itu bergabung mendukung Jokowi di Pilpres 2014, bahkan kemudian menjadi menteri, maka si Kunyuk mendukung lawannya untuk melampiaskan sakit hatinya. Inilah kenapa isu-isu PKI justru semakin kencang setelah Jokowi mengangkat atasan si Kunyuk menjadi menteri. Sebenarnya memang hanya alasan-alasan sakit hati, seperti mantan yang jasa-jasanya tidak pernah dianggap atau dihargai.
Saat mendukung lawan Jokowi, termasuk berusaha makar, membangun isu PKI dan seterusnya, si Kunyuk tentu saja berharap dapat sesuatu. Entah apakah sudah ada deal, yang itu saya kurang tau. Namun intinya si Kunyuk kembali menjadi pion, tapi beda atasan beda pemilik.
Jadi kita sebagai rakyat yang waras dan bukan pion, memang akan kesulitan untuk mengerti pola pikir dan tindakan si Kunyuk tadi. Tapi saya harap kita semua mau memahami posisinya sebagai pion yang berharap diangkat menjadi kuda hambalang atau benteng cendana.
Itulah cerita atau latar belakang alasan mengapa si Kunyuk begitu getol membuat propaganda dan provokasi. Dirinya akan merasa keren jika berhasil melaksanakan misi membuat kerusuhan, atau bahkan terjadi kudeta terhadap pemerintah yang dipilih secara demokratis dan sah. Sebab dengan adanya kudeta, dia bisa berharap mendapatkan sesuatu atas jasa-jasanya yang selama ini sudah dipersembahkan. Dirinya merasa bisa bertahan dalam situasi krisis karena menganggap bagian dari keluarga besar cendana.
Padahal sebenarnya si Kunyuk sedang dimanfaatkan saja. Hanyalah pion yang terus disuruh maju, pantang mundur. Dan kalaupun terjadi kerusuhan, terjadi kudeta, yang akan berkuasa adalah keluarga cendana saja. Bukan orang biasa seperti Kunyuk dan rekan-rekannya. Begitulah kura-kura.
Sumber: Seword.Com
0 komentar:
Posting Komentar