Rabu, 25 Mei 2016
JAKARTA- Sudah saatnya sekolah-sekolah
mengajarkan sejarah yang benar pada generasi muda, bukan sebaliknya
malah memberangus buku-buku ilmu pengetahuan sejarah dan ilmu Marxisme
seperti yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu. Hal ini
disampaikan oleh Bonny Setiawan dari International People’s Tribunal
(IPT) 1965.
“Untung masih ada Menkopolhukam, Pak
Luhut Panjaitan dan Gubernur Lemhanas, Pak Agus Widjojo yang masih
berpikiran jernih dan sehat. Buku adalah bagian dari ilmu pengetahuan.
Memberangus buku adalah juga memberangus ilmu pengetahuan,” ujarnya.
Menurutnya pemberangusan buku-buku
bertentangan dengan peradaban dan kebudayaan umat manusia yang selalu
mencari kebenaran. Seharusnya Indonesia bisa maju, namun sikap anti ilmu
pengetahuan seperti yang terjadi belakangan akan menghambat kemajuan di
Indonesia.
“Memberangus buku hanya dilakukan di
jaman kegelapan, dilakukan oleh orang-orang fanatik yang bodoh saat itu.
Masak terjadi sekarang? Berlawanan dengan peradaban dan kebudayaan,”
jelasnya.
Bonny Setyawan menyayangkan jika masih
ada pejabat negara atau tokoh masyarakat yang masih ketakutan untuk
membaca buku-buku marxisme atau menghalangi pengungkapan kebenaran
sejarah bangsa Indonesia dalam Tragedi 1965
“Justru sekaranglah saatnya memperbaiki,
kurikulum sejarah kembali sesuai semangat perjuangan revolusioner 1945.
Departemen pendidikan harus segera merevisi dan melakukan penulisan
ulang terhadap buku sejarah nasional. Selama ini, sejarah menjadi tidak
menarik, karena masih versi Orde Baru dan kolonial, tidak memberi rasa
bangga dan percaya diri pada bangsa ini. Wajar kita jadi bangsa seperti
ini,” ujarnya.
Saat inilah menurut Bonny Setiawan,
anak-anak muda mau kembali mempelajari sejarah bangsanya. Dengan
kemajuan tehnologi, semua ilmu Marxisme dan sejarah Tragedi 1965 dapat
dicari di Internet.
“Sehingga pemberangusan, pelarangan dan
ketakutan justru akan meningkatkan niat belajar generasi muda pada
sejarah tanpa ada yang bisa menghambat. Lama kelamaan generasi muda akan
kehilangan kepercayaan dan hormat pada generasi tua. Karena dianggap
memalsukan sejarah dan menutup kebenaran,” ujarnya.
Ahli Komunis
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang
Politik Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Panjaitan menilai sikap pejabat
Perpustakaan Nasional (Perpusnas) yang mendukung pelarangan buku-buku
marxisme dan komunisme terlalu berlebihan. Pemberangusan buku-buku
berisi pemikiran kiri tersebut tidak boleh terjadi di era demokrasi
sekarang.
"Wah saya kira tidak perlu begitu. Itu
perpustakaan dimana-mana, silahkan saja (ada koleksi buku-buku pemikiran
kiri). Jangan sampai eksesif lah," kata Luhut saat dikonfirmasi
wartawan di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat
(20/5).
Luhut menjelaskan, buku-buku tentang
marxisme, leninisme, komunisme tidak boleh diberangus di dunia akademik.
Sebab buku-buku tentang pemikiran kiri itu di ruang akademik merupakan
sebuah ilmu pengetahuan yang bebas dikaji secara ilmiah.
"Kontek akademis tidak masalah, masa di
ranah akademis orang tidak boleh mengkaji? Nanti lama-lama kita jadi
bodoh, kita tidak tahu komunis yang mana," ujar dia.
Bahkan, kata dia, di ranah akademik juga
perlu ada pakar pemikiran kiri. Oleh sebab itu ia menghimbau agar semua
kalangan agar tidak phobia terhadap faham komunis. Sebab, dalam
sejarahnya hingga sekarang tidak ada satu negara pun yang berideologi
komunis yang berhasil. Artinya tidak perlu dijadikan sebagai sebuah
momok.
"Harus ada expert (ahli) komunis dong,
jangan terlalu paranoid juga, nanti kayak Amerika kita paranoid tentang
teroris. Jangan begitu juga. Komunis itu mana sih yang sukses, bahwa
itu bahaya laten iya, tapi kami harus bisa mencari sekarang
aquilibriumnya," kata dia. (Web Warouw)
http://www.bergelora.com/nasional/politik-indonesia/3382-jangan-halangi-generasi-muda-belajar-sejarah-yang-benar.html
0 komentar:
Posting Komentar