Selasa, 24 Mei 2016 13:02
WARTA KOTA, MATRAMAN - Tudingan bekas Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat, Mayjen (Purn.) Kivlan Zen, tentang bangkitnya PKI Gaya Baru melalui RUU Desa
dan lahirnya serikat-serikat tani, yang disampaikan dalam Festival
Jalan Lurus di Jakarta (23/5), dinilai bukan saja sebagai hal
menyesatkan melainkan juga menyesakkan.
Penilaian itu dikemukakan oleh budayawan sekaligus pengamat masalah sosial dan kebudayaan asal Yogyakarta, Sunardian Wirodono, hari ini Selasa (24/5) menyusul pemberitaan terkait pernyataan Kivlan.
Menurut Kivlan, dengan membentuk gerakan-gerakan berupa serikat tani, maka petani bakal sejahtera dan desa akan memiliki kekuatan. Saat desa punya kekuatan hal itu dianggap akan memicu penolakan terhadap aparatur negara.
"Inilah bahayanya, pokoknya kami siap perang," ujar Kivlan sebagaimana dikutip oleh Sunardian dan dipublikasikan melalui akun media sosilanya, Facebook hari ini.
Sunardian menilai, demikian kalapnya, ia (Kivlan -red.) mendatangi dan mengajak berbagai ormas dan lembaga agama. "Kekuatan kami himpun, apakah namanya Barisan Pembela Negara, atau Barisan Pembela Pancasila akan kami hidupkan lagi," ujar Kivlan.
Menurut Sunardian, Kivlan Zen dan kelompok-kelompok yang pro pemikiran serta tindakannya agaknya tidak setuju jika petani bakal sejahtera dan desa memiliki kekuatan. "Siapa yang subversib dalam hal ini?" ujar Sunardian bertanya.
UU Desa, sambung penulis ratusan naskah film TV dan sejumah buku itu, dilahirkan dalam proses demokrasi di parlemen yang anggota-anggotanya merupakan hasil pemilihan umum yang memiliki dasar konstitusi. "Adalah naif mengaitkan UU Desa dengan PKI, mau gaya lama, gaya baru atau gaya nungging," tegas Sunardian.
Penilaian itu dikemukakan oleh budayawan sekaligus pengamat masalah sosial dan kebudayaan asal Yogyakarta, Sunardian Wirodono, hari ini Selasa (24/5) menyusul pemberitaan terkait pernyataan Kivlan.
Menurut Kivlan, dengan membentuk gerakan-gerakan berupa serikat tani, maka petani bakal sejahtera dan desa akan memiliki kekuatan. Saat desa punya kekuatan hal itu dianggap akan memicu penolakan terhadap aparatur negara.
"Inilah bahayanya, pokoknya kami siap perang," ujar Kivlan sebagaimana dikutip oleh Sunardian dan dipublikasikan melalui akun media sosilanya, Facebook hari ini.
Sunardian menilai, demikian kalapnya, ia (Kivlan -red.) mendatangi dan mengajak berbagai ormas dan lembaga agama. "Kekuatan kami himpun, apakah namanya Barisan Pembela Negara, atau Barisan Pembela Pancasila akan kami hidupkan lagi," ujar Kivlan.
Menurut Sunardian, Kivlan Zen dan kelompok-kelompok yang pro pemikiran serta tindakannya agaknya tidak setuju jika petani bakal sejahtera dan desa memiliki kekuatan. "Siapa yang subversib dalam hal ini?" ujar Sunardian bertanya.
UU Desa, sambung penulis ratusan naskah film TV dan sejumah buku itu, dilahirkan dalam proses demokrasi di parlemen yang anggota-anggotanya merupakan hasil pemilihan umum yang memiliki dasar konstitusi. "Adalah naif mengaitkan UU Desa dengan PKI, mau gaya lama, gaya baru atau gaya nungging," tegas Sunardian.
Menurut mantan praktisi di dunia TV itu menolak tumbuhnya
kekuatan desa, dengan alasan bahwa hal itu akan memicu penolakan
terhadap aparatur negara, adalah logika super sesat ketika Indonesia
hendak berdaulat dalam ekonomi dan politik.
"Kita pernah punya aparatur negara yang kuat, tapi menjadi boneka kehendak kekuatan asing macam AS. Jadi apa maunya sesungguhnya?" tegasnya.
Sunradian juga menilai bahwa menghidupkan rumor hantu-blau PKI merupakan cara-cara bodoh, penuh hasutan dan omong kosong belaka.
"Omongan semacam itu, hanya menginginkan kekacauan di kalangan grassroots. Dan jika itu terjadi, siapa yang untung? Ialah mereka yang selama ini ketakutan menyembunyikan kebenaran sejarah," tegasnya lagi.
Ditegaskannya, Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi, terlalu penting untuk dibiarkan dalam rongrongan elit dan bekas elit militer yang dulu bisa seenaknya mengabaikan hukum serta keadilan. Dia menyarankan, ada baiknya masyarakat membaca sebaliknya.
"Waspadai bahaya latent lainnya, yang akan merongrong pemerintahan sah sekarang ini, dan bangkitnya militerisme yang akan menginjak-injak kedaulatan rakyat," ujarnya.
Sunardian juag menegaskan bahwa Sukarno benar ketika dulu tidak setuju usulan agar PKI dibubarkan dengan asalan bahwa komunisme adalah ideologi. Hingga ketika hal itu terjadi, hantu komunisme menjadi underground dan dagangan untuk meraih simpati, demi mendukung kepentingan di baliknya.
"Apa itu? Hanya Kivlan Zen dan kelompoknya yang tahu. Tapi, kira-kira kita juga tahu kok. Masyarakat sipil kini bukan lagi masyarakat yang goblog dan penakut. Aneh saja kalau banyak yang percaya omongan macam begituan," tegasnya. (wip)
"Kita pernah punya aparatur negara yang kuat, tapi menjadi boneka kehendak kekuatan asing macam AS. Jadi apa maunya sesungguhnya?" tegasnya.
Sunradian juga menilai bahwa menghidupkan rumor hantu-blau PKI merupakan cara-cara bodoh, penuh hasutan dan omong kosong belaka.
"Omongan semacam itu, hanya menginginkan kekacauan di kalangan grassroots. Dan jika itu terjadi, siapa yang untung? Ialah mereka yang selama ini ketakutan menyembunyikan kebenaran sejarah," tegasnya lagi.
Ditegaskannya, Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi, terlalu penting untuk dibiarkan dalam rongrongan elit dan bekas elit militer yang dulu bisa seenaknya mengabaikan hukum serta keadilan. Dia menyarankan, ada baiknya masyarakat membaca sebaliknya.
"Waspadai bahaya latent lainnya, yang akan merongrong pemerintahan sah sekarang ini, dan bangkitnya militerisme yang akan menginjak-injak kedaulatan rakyat," ujarnya.
Sunardian juag menegaskan bahwa Sukarno benar ketika dulu tidak setuju usulan agar PKI dibubarkan dengan asalan bahwa komunisme adalah ideologi. Hingga ketika hal itu terjadi, hantu komunisme menjadi underground dan dagangan untuk meraih simpati, demi mendukung kepentingan di baliknya.
"Apa itu? Hanya Kivlan Zen dan kelompoknya yang tahu. Tapi, kira-kira kita juga tahu kok. Masyarakat sipil kini bukan lagi masyarakat yang goblog dan penakut. Aneh saja kalau banyak yang percaya omongan macam begituan," tegasnya. (wip)
0 komentar:
Posting Komentar