Rabu, 25 Mei 2016
Tolak Gelar Pahlawan Soeharto
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan korban pelanggaran HAM berat pada masa rezim otoritarian Soeharto, menolakpemberian gelar Pahlawan Nasional bagi Soeharto, Presiden kedua Republik Indonesia. Pemberian gelar pahlawan ini adalah tindakan yang tidak tepat dan bertentangan dengan konteks keadilan.
Wacana pemberian gelar pahlawan bagi Soeharto sesungguhnya telah
muncul beberapa kali, yakni pada tahun 2010 ketika namanya lolos sebagai
calon penerima gelar pahlawan dari wilayah Jawa Tengah oleh Kementerian
Sosial. Kemudian pada 2014, ketika capres Prabowo Subianto kala itu
berjanji memberikan gelar pahlawan nasional kepada Soeharto seandainya
ia terpilih menjadi Presiden.Munaslub Golkar baru-baru ini kembali
mengusulkan agar Presiden Soeharto diberikan gelar pahlawan nasional.
Pada hakikatnya gelar pahlawan merupakan bentuk penghormatan dan
penghargaan serta simbol pengakuan terhadap warga negara yang berjasa
dan mendarmabaktikan hidupnya serta memberikan karya terbaiknya terhadap
bangsa dan negara.Seseorang yang layak diberikan gelar pahlawan yang
dalam riwayat hidupnya tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang
dapat merusak nilai perjuangannya. Soeharto adalah sosok yang
kontroversial.
Mengutip kalimat yang pernah digunakan oleh mantan Presiden RI, Abdurrahman Wahid, “Soeharto itu jasanya besar tetapi dosanya juga besar.”
Mengutip kalimat yang pernah digunakan oleh mantan Presiden RI, Abdurrahman Wahid, “Soeharto itu jasanya besar tetapi dosanya juga besar.”
Pada era Pemerintahan Soeharto, negara menjelma menjadi sebuah mesin
yang sangat efektif dalam menjalankan karakter otoriternya dengan pola
kekerasan seperti: pembasmian, kekerasan dalam perampasan sumber daya
alam, penyeragaman dan pengendalian, dikelolanya kekerasan antarwarga,
kekerasan terhadap perempuan, kebuntuan hukum, pers dibatasi-bahkan pers
yang kritis dibredel; partai-partai politik dibatasi. Dalam catatan
kami, Soeharto bertanggungjawab atas berbagai peristiwa pelanggaran HAM
dan HAM berat, serta tindak pidana korupsi. MA melalui putusan No. 140
PK/Pdt/205, juga telah menyatakan Yayasan Supersemar milik Soeharto
telah melakukan perbuatan melawan hukum dan wajib mbayar uang sebesar US $ 315.002.183 dan Rp 139.438.536.678,56 kepada
Pemerintah RI, atau sebesar Rp 4,4 triliun berdasarkan kurs saat itu.
Soeharto tidak pernah dipidana bukan karena terbukti tidak bersalah,
namun dideponir karena kondisi kesehatan yang memburuk. Namun tidak
menghilangkan fakta adanya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme yang
beliau praktikkan selama 30 tahun, sebagaimana disebutkan dalam TAP MPR
XI/1998 yang mendorong dilakukannya pengadilan bagi Soeharto dan
kroninya.
Oleh karenanya dengan situasi dimana negara absen dalam menuntaskan
kasus-kasus pelanggaran HAM dimasa Rezim Soeharto, pemberian gelar
pahlawan terhadap Soeharto oleh Presiden dapat memberikan pemutihan atau
amnesti secara ilegal terhadap segala bentuk kejahatan negara yang
pernah terjadi.
Jakarta, 24 Mei 2016
Badan Pekerja KontraS,
Haris Azhar, SH, MA
Koordinator
Lampiran: Daftar Dosa Soeharto
Pelanggaran Hak Sipil dan Politik:
- Kasus Tanjung Priok (1984)
- Daerah Operasi Militer (DOM) Aceh (1989-1998)
- Penembakan Misterius (PETRUS) (1981-1984)
- Kasus Talangsari, Lampung (1989)
- Kasus pembunuhan aktivis buruh Marsinah (1993)
- Pembredelan Media Cetak (1994)
- Penyerangan kantor DPP PDI, 27 Juli 1996
- Penculikan Aktivis pro-demokrasi (Februari-Maret 1998)
- Tragedi Trisakti (12 Mei 1998]
- Kerusuhan Mei ̢۪98 (13-15 Mei 1998)
- Kasus Timika (Mei 1998)
- Pembantaian massal terhadap orang yang diduga beraliran komunis (1965-1966)
- Operasi militer di Papua (Irian Jaya) 1969-1998
- Pembunuhan wartawan Fuad Muhammad Syafruddin /Udin (1996)
- Kasus pembantaian padepokan Haur Koneng Majalengka (1993)
- Larangan berorganisasi penetapan (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan) (1974-1975)
- Pemberangusan organisasi kemasyarakatan dengan UU No. 5 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan
- Kasus penembakan warga dalam Pembangunan Waduk Nipah Madura (1993)
Pelanggaran Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
- Perampasan tanah rakyat Kedung Ombo (1985-1989)
- Perampasan tanah rakyat atas nama PT. Perkebunan Nusantara (PTPN)
- Kasus Perampasan tanah masyarakat adat Dongi Sulawesi Selatan untuk perusahaan Nikel
- Perampasan dan penggusuran rumah warga Bulukumba oleh PT. LONSUM
- Kasus Pencemaran dan Kekerasan yang dilakukan oleh Indorayon di Porsea Sumatera Utara
- Kasus pembakaran rumah warga, kekerasan seksual yang dilakukan oleh PT. Kelian Equal Mining di Kalimantan Timur
- Korupsi menyangkut penggunaan uang negara oleh 7 yayasan yang diketuai Soeharto: Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Supersemar, Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais), Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti (Dakab), Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, dan Yayasan Trikora. Secara keseluruhan selama Alm. HM. Soeharto berkuasa diduga telah menggelapkan uang negara sebesar 35 milyar dollar Amerika Serikat.
0 komentar:
Posting Komentar