Sabtu, 21 Mei 2016

Isu Kebangkitan Komunis Bagian dari Proxy War

Sabtu, 21 Mei 2016 | 9:14

Ilustrasi menolak paham komunisme [google]

[YOGYAKARTA] Rektor Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) Dr G Sri Nurhartanto mensinyalir bahwa isu tentang kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dihembuskan akhir-akhir ini, merupakan Proxy War.
Hal itu diungkapkan Sri Nurhartanto dalam seminar bertajuk 'Rekonsiliasi Itu Ada di Hati Bangsa Ini' yang juga menghadirkan pembicara mantan WakaSAD dan Ketua Jati Diri Bangsa, Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri, Dosen ISI Yogyakarta Dr Miftahul Munir, dan Kepala Social Research Center (SOREC) Sosiologi Fisipol UGM Lambang Trijono, Jumat (20/5) di Fisipol UGM.

Rektor UAJY mempertanyakan, apakah benar PKI bangkit? Sebab menurutnya, dengan kondisi saat ini yakni pendapatan Rp 45,18 juta per tahun per kapita pada 2015, isu komunis sudah tidak berarti.

“Keruntuhan negara-negara berfaham komunis ditandai dengan tingkat kesejahteraan rakyatnya yang minim. Karena itu, sangat tidak mungkin komunis hidup kembali di Indonesia, lebih-lebih munculnya kudeta,” tegasnya.
Kemudian jika muncul pernyataan bahwa negara harus ‘minta maaf’ Sri Nurhartanto juga berkomentar, permintaan maaf itu untuk siapa dan kepada siapa? “Sekarang merebak pelarangan dan ancaman pada aktivitas masyarkat yang dianggap berbau ‘kiri. Ini ada apa? Siapa yang menggerakkan,” serunya.

Terkait dengan tragedi G 30 S PKI, Rektor UAJY ini juga menegaskan, PKI memang telah melakukan pelanggaran Ham berat. Karena itu perlu pengadilan Ham ad hoc. “Tetapi masalahnya, ada pada individu. La, sekarang individunya sudah tidak ada dan kalau masih ada yang memimpikan komunis, itu bak mimpi di siang bolong,” tegasnya.

Sedang Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri menegaskan bahwa dulu memang terlalu berlebihan dalam menanggapi perkara ‘kiri’ tersebut. Tetapi sekarang, orang yang memiliki riwayat atau tersangkut kegiatan komunis, seperti Bambang Darmono sudah bisa menjadi tentara.

“Rekonsiliasi di masyarakat sudah baik. Yang ribut hanya elitnya. Tetapi memang perlu pendekatan ideologis. Jangan dengan sejarah karena tidak akan pernah ketemu,” tegasnya.

Indonesia, lanjutnya berhadapan dengan dua kekuatan yang kapitalis. Pertama, Amerika Serikat, kedua adalah Cina.

Amerika tetap dengan ciri negara adidayanya memiliki dana pertahanan Rp 7.200 triliyun. Cina pun menganggarkan dana pertahanan hampir sama dengan Amerika. Tetapi saat ini, kolonialisme yang ditancapkan bukan pada perang senjata, melainkan perang ekonomi dan budaya.

“Bagaimana tidak, Cina dengan jumlah penduduknya lebih dari 1,5 miliyar, punya problem besar dalam pengamanan pangan. Dengan terciptanya politik luar negeri Cina yakni jalur sutra maritim, Indonesia jelas jadi sasaran,” tegasnya.

Maka berdasar pengamatan pribadinya, Kiki Syahnakri berasumsi bahwa kemunculan kelompok radikal apakah kiri atau kanan, mendapat dukungan dari dua negara tersebut. “Saya memang tidak punya data, tapi itu feeling saya. Sekarang era perang soft power. Peramg ekonomi, budaya dan informasi,” tegasnya.

Sedang Miftahul Munir yang berlatar-belakang filsafat mengemukakan, dalam teori komunis universal, komunisme tidak bermusuhan dengan agama.“Jangan-jangan ini adalah politik adu domba, karena tidak mampu menguasai suatu bangsa,” tegasnya.

Komunis dalam politik adalah netral. Agama dalam komunis adalah persoalan individu. Sedangkan persoalan negara adalah kesejahteraan rakyatnya. Mengapa NU terlibat pembantaian? “Semata-mata karena ada seorang Kiai diganggu, atau dikorbankan,” ujarnya.

Penghasutan isu atheisme menurutnya, hanyalah propaganda kolonial. “Kalau berbicara soal korban, bagaiman dengan korban freeport? Rekonsiliasi bukan hanya bagi korban PKI, tetapi juga yang lain,” tambahnya.

Senada dengan Rektor UAJY, Lambang Trijono juga sepakat bahwa Negara tidak perlu ‘minta maaf’. “Negara itu adalah kita sekarang. Negara meminta maaf kepada rakyat? Itu lebih tidak tepat,” tegasnya. [152]
 
http://sp.beritasatu.com/politikdanhukum/isu-kebangkitan-komunis-bagian-dari-proxy-war/115261

0 komentar:

Posting Komentar