Reporter : Wisnoe Moerti | Sabtu, 21 Mei 2016 09:18
Merdeka.com - Akhir April 2016, sebagai tindak lanjut simposium nasional tragedi 65, Presiden Joko Widodo menginstruksikan Menko Polhukam Luhut Pandjaitan mencari kuburan massal korban peristiwa tersebut. Presiden ingin mengetahui kepastian ada tidaknya ratusan ribu orang yang merenggang nyawa pada tragedi tersebut.
Disebut-sebut, ada 400.000 orang yang meninggal dan dikubur massal di pelbagai daerah. Kabarnya, kebanyakan korban adalah mereka yang dituding antek-antek dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI).
"Presiden tadi memberitahu bahwa memang disuruh cari saja kalau ada kuburan massalnya itu. Jadi selama ini berpuluh-puluh tahun kita selalu dicekoki bahwa sekian ratus ribu yang mati. Padahal sampai hari ini belum pernah kita menemukan satu kuburan massal," ujar Luhut usai bertemu presiden di Istana Negara.
Luhut meminta pegiat HAM, aktivis yang selama ini mengaku mengetahui keberadaan kuburan massal, melaporkan ke pemerintah. Gayung bersambut. Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965, Bejo Untung dan Anggota Dewan Pengarah International People Tribunal, Reza Muharram mendatangi kantor Luhut membahas penemuan kuburan pembunuhan massal peristiwa 1965. Mereka ingin menjelaskan penelitian dan penemuan lokasi kuburan massal tersebut.
YPKP memiliki bukti ada kuburan masal dan jumlahnya 122 titik. Itu hanya di wilayah Sumatera dan Jawa. Di Bali masih ada banyak lagi tapi belum sempat didata. Di Kalimantan juga ada termasuk di Sulawesi. Korban yang ada di dalamnya ditulis rinci. "Ada 13.999 korban. Ada yang ada namanya, ada juga yang tidak," kata Bejo.
Tak berselang lama, Luhut langsung membentuk tim khusus untuk mencari kuburan massal yang disebut-sebut berada di Pulau Jawa, Bali dan Sumatera. TNI Angkatan Darat diikutsertakan mencari kuburan massal. TNI AD telah setuju untuk mencari kuburan massal tersebut. Mereka juga tak merasa keberatan dengan pencarian kuburan massal itu. Hasil identifikasi sementara, ada 122 titik yang diduga kuburan massal korban tragedi 65.
"Saya ajak Angkatan Darat. mereka terlibat identifikasi, dari 122 data katanya (LSM) ada kuburan masal, itu kita tandai. Tunggu lah, emang sulap (bisa cepat)," kata Luhut di kantornya, Mei lalu.
Namun, tidak semua sepakat dengan rencana ini. Penolakan datang dari pelbagai kalangan. bahkan di internal pemerintah Jokowi-JK. Respons keras datang dari Kementerian Pertahanan. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu tak mau kabar soal kuburan massal korban tragedi 1965 diungkit-ungkit lagi. Apalagi sampai dibongkar untuk pembuktian. Alasannya, pembongkaran makam justru membuat konflik baru.
"Justru itu! Bongkar-bongkar kuburan kalau semuanya marah, berkelahi semua," kata menhan Ryamizard di Balai Kartini.
Menhan beralasan, tidak ingin ada keributan lagi di republik ini terkait dengan komunisme. Paham komunis merupakan perseteruan masa lalu. Ryamizard tak ingin mengungkit kembali luka lama yang pernah terjadi di tanah air.
"Saya tidak ingin di republik ini ribut-ribut. Maunya aman, tidak terjadi apa-apa, apalagi pertumpahan darah," ujarnya.
"Saya di sini tidak mau memprovokasi tapi mengingatkan. Yang dulu, sudahlah. Lebih baik kita membangun negara yang berlandaskan Pancasila," tegas mantan Kepala Staf Angkatan Darat.
Meski mencari kebenaran perihal kuburan massal korban tragedi 65, Luhut ogah disebut penuntasan kasus ini dikaitkan dengan kebangkitan paham komunisme di Indonesia. Dia memandang penuntasan kasus ini perlu dilakukan karena sudah menjadi sorotan dunia internasional.
"Jadi kita ingin tuntasin supaya juga enggak di-bully lagi di dunia internasional," kata Luhut.
Luhut memaklumi penolakan menhan soal pembongkaran kuburan massal. Namun sekali lagi dia menegaskan bahwa pembongkaran kuburan massal itu dilakukan untuk mengungkap kebenaran jumlah korban.
"Ya kalau tidak setuju pengungkapan ya silakan saja. Saya tujuannya sudah jelas. Kita kan mau klarifikasi bener enggak itu (jumlahnya)" kata Luhut.
Luhut menduga Ryamizard Ryacudu belum 'menangkap' dengan baik maksud dari tujuan pembongkaran kuburan massal tersebut. Sehingga muncul penolakan pembongkaran.
"Mungkin Pak Menhan belum nangkap apa yang saya mau tadi. Nah kita sudah harus menyiapkan dengan betul, harus ada data awal lengkap, nanti ada polisi, ahli DNA dan lain-lain baru kita lakukan (pembongkaran kuburan massal)" ujarnya.
Dalam pandangan Luhut, penolakan penggalian kuburan massal sama saja menyetujui rumor yang menyebut bahwa jumlah korban dalam tragedi 1965 berjumlah 400.000 korban.
"Kalau dia (Menhan) enggak mau ya berarti dia setuju dengan 400.000 itu, kalau saya enggak setuju (jumlah korban 400.000). Saya enggak lihat ada evidence," ucapnya.
http://www.merdeka.com/peristiwa/pembongkaran-kuburan-massal-65-menko-luhut-dan-menhan-tak-sejalan.html
0 komentar:
Posting Komentar