Selasa, 31 Mei 2016 | 18:08 WIB
Menko Polhukam
Luhut Binsar Panjaitan bersama Mendagri Tjahjo Kumolo, Menkum HAM
Yasonna Laoly, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, Gubernur Lemhanas Agus
Widjojo, tokoh masyarakat Buya Syafii Maarif serta Romo Franz Magnis
Suseno dan mantan Danjen Kopassus Letjen Purnawirawan Sintong Panjaitan
menghadiri Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965, di Jakarta, Senin
(18/4/2016).
JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengatakan, Simposium Tragedi 1965 saat ini sudah melebar maknanya.
Menurut Jimly, hal itu yang kemudian membuat gaduh publik dan akhirnya memunculkan simposium tandingan yang digagas oleh beberapa purnawirawan TNI.
"Saat ini kesan yang ditangkap dari Simposium Tragedi 1965 sudah melebar, ada yang bilang ini terkait PKI, neokomunisme, ada juga yang bilang ini terkait investasi Tiongkok di Indonesia," kata Jimly saat diwawancarai di Gedung MK, Jakarta, Selasa (31/5/2016).
Jimly mengatakan, Simposium Tragedi 1965 seharusnya berfokus pada pembahasan pelanggaran HAM berat di masa lalu.
"Untuk itu pemerintah perlu mendinginkan suasana dulu, sekarang yang berkembang justru ke arah PKI-nya, bukan ke pelanggaran HAM di masa lalunya," ujar Jimly.
"Lebih baik ditunda dulu daripada tambah gaduh, apalagi sampai mau bongkar kuburan," kata dia.
Pemerintah saat ini diminta turut mendukung rencana purnawirawan TNI untuk menyelenggarakan simposium melawan PKI yang diselenggarakan awal Juni 2016.
Simposium melawan PKI ini dinilai sebagai tandingan Simposium Tragedi 1965 yang sebelumnya sudah digelar pemerintah.
Menurut Jimly, hal itu yang kemudian membuat gaduh publik dan akhirnya memunculkan simposium tandingan yang digagas oleh beberapa purnawirawan TNI.
"Saat ini kesan yang ditangkap dari Simposium Tragedi 1965 sudah melebar, ada yang bilang ini terkait PKI, neokomunisme, ada juga yang bilang ini terkait investasi Tiongkok di Indonesia," kata Jimly saat diwawancarai di Gedung MK, Jakarta, Selasa (31/5/2016).
Jimly mengatakan, Simposium Tragedi 1965 seharusnya berfokus pada pembahasan pelanggaran HAM berat di masa lalu.
"Untuk itu pemerintah perlu mendinginkan suasana dulu, sekarang yang berkembang justru ke arah PKI-nya, bukan ke pelanggaran HAM di masa lalunya," ujar Jimly.
"Lebih baik ditunda dulu daripada tambah gaduh, apalagi sampai mau bongkar kuburan," kata dia.
Pemerintah saat ini diminta turut mendukung rencana purnawirawan TNI untuk menyelenggarakan simposium melawan PKI yang diselenggarakan awal Juni 2016.
Simposium melawan PKI ini dinilai sebagai tandingan Simposium Tragedi 1965 yang sebelumnya sudah digelar pemerintah.
Penulis | : Rakhmat Nur Hakim |
Editor | : Bayu Galih |
http://nasional.kompas.com/read/2016/05/31/18084381/jimly.minta.hasil.simposium.tragedi.1965.fokus.pada.pelanggaran.ham.berat?utm_source=RD&utm_medium=box&utm_campaign=Kaitrd
0 komentar:
Posting Komentar