Senin, 30/05/2016 11:17 WIB
Kuburan massal korban Tragedi 1965 di sebuah hutan di Semarang, Jawa Tengah. (Getty Images/Ulet Ifansasti)
Jakarta, CNN Indonesia
--
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan
Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan pemerintah tidak akan minta
maaf kepada korban Tragedi 1965. Meski demikian, dia mengakui peristiwa
itu menjadi sejarah kelam bangsa Indonesia.
Penegasan ketiadaan permintaan maaf dari pemerintah, menurut Luhut, untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Indonesia bukan negeri para pembunuh.
“Kami (pemerintah Indonesia) tidak akan pernah (minta maaf), tapi kami tidak bisa juga ignore atau memungkiri bahwa kita hidup dalam dunia global, harus menunjukkan kepada mereka (dunia) bahwa bangsa ini bukan bangsa pembunuh,” kata Luhut saat upacara pembukaan Pendidikan dan Pelatihan Kader Bela Negara Kemenko Polhukam Tahun Angkatan 2016 di Ruang Nakula kantor kementeriannya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (30/5).
“Sekali lagi saya minta para pelatih (bela negara) juga paham, bahwa kami (pemerintah Indonesia) tidak pernah ada pikiran sedikit pun untuk minta maaf pada PKI itu," ujar Luhut kepada para pelatih dan peserta bela negara.
Meski tak meminta maaf kepada korban, Luhut mengatakan pemerintah akan mengakui Tragedi 1965 benar terjadi dan bakal mempertimbangkan peristiwa itu sebagai sejarah kelam masa lalu.
Jenderal Purnawirawan TNI Angkatan Darat itu tak sependapat jika korban
akibat Tragedi 1965 itu berjumlah ratusan ribu jiwa. Dia yakin data yang
diajukan pihak korban itu sulit dibuktikan.
"Kami tidak sepakat bahwa jumlah yang mati tahun 1965 yaitu 400 ribu orang. Bahwa ada korban, ya, tapi jumlahnya jauh di bawah angka itu," ujar Luhut.
Dia meminta kepada kader bela negara agar tidak terseret arus pembicaraan di luar. Menurutnya, pemerintah telah memiliki parameter yang menjadi pegangan terkait larangan komunisme, yaitu Ketetapan MPRS XXV Tahun 1966, UU Nomor 27 Tahun 1999, dan Tap MPR Nomor 1 Tahun 2003.
Luhut mengatakan telah membahas masalah tersebut dengan Presiden Jokowi. Dalam pembicaraan itu, katanya, Jokowi menyebut Tragedi 1965 sebagai pertikaian politik.
"Kemarin Presiden dengan saya bincang-bincang panjang. Presiden menyampaikan statement sederhana. ‘Pak Luhut, itu kan pertikaian politik. Untung yang menang TNI atau negara. Kalau yang menang PKI, habis juga kita dibunuh,’” ujar Luhut menirukan ucapan Jokowi. (agk)
Penegasan ketiadaan permintaan maaf dari pemerintah, menurut Luhut, untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Indonesia bukan negeri para pembunuh.
“Kami (pemerintah Indonesia) tidak akan pernah (minta maaf), tapi kami tidak bisa juga ignore atau memungkiri bahwa kita hidup dalam dunia global, harus menunjukkan kepada mereka (dunia) bahwa bangsa ini bukan bangsa pembunuh,” kata Luhut saat upacara pembukaan Pendidikan dan Pelatihan Kader Bela Negara Kemenko Polhukam Tahun Angkatan 2016 di Ruang Nakula kantor kementeriannya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (30/5).
“Sekali lagi saya minta para pelatih (bela negara) juga paham, bahwa kami (pemerintah Indonesia) tidak pernah ada pikiran sedikit pun untuk minta maaf pada PKI itu," ujar Luhut kepada para pelatih dan peserta bela negara.
Meski tak meminta maaf kepada korban, Luhut mengatakan pemerintah akan mengakui Tragedi 1965 benar terjadi dan bakal mempertimbangkan peristiwa itu sebagai sejarah kelam masa lalu.
|
"Kami tidak sepakat bahwa jumlah yang mati tahun 1965 yaitu 400 ribu orang. Bahwa ada korban, ya, tapi jumlahnya jauh di bawah angka itu," ujar Luhut.
Dia meminta kepada kader bela negara agar tidak terseret arus pembicaraan di luar. Menurutnya, pemerintah telah memiliki parameter yang menjadi pegangan terkait larangan komunisme, yaitu Ketetapan MPRS XXV Tahun 1966, UU Nomor 27 Tahun 1999, dan Tap MPR Nomor 1 Tahun 2003.
Luhut mengatakan telah membahas masalah tersebut dengan Presiden Jokowi. Dalam pembicaraan itu, katanya, Jokowi menyebut Tragedi 1965 sebagai pertikaian politik.
"Kemarin Presiden dengan saya bincang-bincang panjang. Presiden menyampaikan statement sederhana. ‘Pak Luhut, itu kan pertikaian politik. Untung yang menang TNI atau negara. Kalau yang menang PKI, habis juga kita dibunuh,’” ujar Luhut menirukan ucapan Jokowi. (agk)
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160530111757-20-134346/soal-1965-luhut-sebut-indonesia-bukan-bangsa-pembunuh/
0 komentar:
Posting Komentar