Sabtu, 21 Mei 2016

[PERNYATAAN BERSAMA] KORBAN, KELUARGA KORBAN, ORGANISASI KORBAN TRAGEDI KEMANUSIAAN 1965/1966



PERNYATAAN BERSAMA

KORBAN, KELUARGA KORBAN, ORGANISASI KORBAN
TRAGEDI KEMANUSIAAN 1965/1966

 
MENOLAK DENGAN TEGAS UPAYA PEMBERIAN GELAR PAHLAWAN NASIONAL KEPADA MANTAN PRESIDEN RI JENDERAL SOEHARTO
 
Dengan ini kami para Korban, Keluarga Korban  dan Organisasi-Organisasi Korban Tragedi Kemanusiaan 1965/1966  baik yang tinggal di Dalam maupun Luar Negeri sebagai akibat tindakan repressif rejim militeristik Soeharto yang berkuasa sejak 1966-1998 di mana jumlah korbannya tidak kurang dari 20 juta jiwa, menyatakan:

 MENOLAK DENGAN TEGAS UPAYA PEMBERIAN GELAR PAHLAWAN NASIONAL KEPADA MANTAN PRESIDEN RI JENDERAL  SUHARTO
 
Adapun yang menjadi dasar  pertimbangan/ alasan  penolakan  ialah sebagai berikut:
 
Pertama,
Soeharto telah melakukan kejahatan pelanggaran konstitusi, yaitu  pengkhianatan  terhadap  falsafah Pancasila dan UUD 1945, yaitu dengan tindakannya melakukan perebutan kekuasaan secara merangkak (creeping coup d’etat) atas Presiden RI pertama yang sah Bung Karno. Kemudian, Soeharto melakukan serangkaian tindakan yang kontra revolusioner, menjadikan Indonesia  tidak lagi menjalankan politik yang bebas aktif melainkan lebih berfihak kepada kepentingan imperialisme, neokolonialisme.
 
Soeharto telah mengkhianati  SP 11 Maret 1966 yaitu tidak melindungi ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno  untuk melanjutkan perjuangan anti imperialisme, melainkan membawa Indonesia menjadi negara yang berpihak kepada kepentingan kapitalisme dan imperialisme, dengan mengundang  para investor asing menjarah kekayaan bumi Indonesia.
 
Kedua,
 selama periode kepemimpinannya sebagai Presiden Republik Indonesia pada 1966-1998, Soeharto telah melakukan serentetan kejahatan pelanggaran HAM berat, yaitu antara lain:  genocida,  pembunuhan massal atas  3 juta putra-putri terbaik bangsa Indonesia pada Tragedi Kemanusiaan 1965/1966. Jutaan rakyat telah ditangkapi, disiksa, dibuang, ditahan dan dibunuh tanpa melalui proses hukum. Harta benda korban dirampas, dimiliki tanpa hak. Aturan hukum dan perundang-undangan diskriminatif  ia ciptakan  untuk melanggengkan kekuasaannya. Telah melakukan pelanggaran HAM berupa pencabutan paspor tanpa proses hukum terhadap warga negaranya yang ketika itu  sedang bertugas belajar/bekerja di Luar Negeri.
Tindakan Soeharto bisa dikategorikan  sebagai Crimes against Humanity dan untuk mempertanggungjawabkan tindakannya itu, ia  bisa diseret ke Mahkamah Pidana Internasional.
 
Selama berkuasa, Soeharto juga orang yang paling bertanggungjawab atas terjadinya pelanggaran HAM berat  DOM di Aceh, Timor Leste, Papua, Kasus Penculikan Aktivis Mahasiswa, Kasus Tanjung Priuk, Kasus  Talangsari Lampung, Pembunuhan Mahasiswa Trisakti, Kerusuhan Mei 1998, Tragedi Semanggi I/II, Penyerbuan Kantor PDI jl. Diponegoro, Jakarta , Penembakan Misterius, Pembunuhan Aktivis HAM Munir serta berbagai kasus pelanggaran ekonomi, sosial, budaya, lingkungan  dan lain-lain.
 
Ketiga,
selama Soeharto berkuasa ia  telah melakukan serentetan  tindak kejahatan kriminal di bidang ekonomi, yaitu sebagai koruptor terbesar nomor satu di dunia. Menurut laporan Global Stolen Asset Recovery Initiative, United Nations (2005), selama ia berkuasa telah mewariskan kerusakan lingkungan berupa pembabatan hutan  dan  hak  penguasaan hutan untuk para kroni-kroninya. Sumber tambang dan mineral yang  semestinya untuk kemakmuran sebesar-besarnya kepada rakyat Indonesia justru diberikan kepada asing (contohnya, tambang emas PT. Freeport yang diberikan kepada pengusaha Amerika Serikat).
 
Soeharto  telah mewariskan hutang yang berjumlah trilyunan rupiah kepada rakyat yang tidak menikmatinya.
 
Keempat,
Soeharto adalah orang yang paling bertanggung jawab atas terjadinya krisis multi dimensional yang  hingga kini belum terselesaikan. Kehancuran akhlak, lunturnya patriotisme, nasionalisme. Soeharto adalah orang yang harus bertanggung jawab atas terjadinya kehancuran di bidang hukum, politik, ekonomi.  Ia adalah sosok yang menjadikan Indonesia terpuruk baik di dalam negeri mau pun luar negeri. Indonesia tidak lagi menjadi negara yang disegani karena ia lebih dikenal sebagai negara yang melindungi tindak kejahatan korupsi serta negara yang tidak melindungi Hak  Asasi Manusia.
 
Kelima
Ketetapan MPR RI No.XI/MPR/1998 tanggal 13 November1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, masih berlaku, dan pasal 4 berbunyi: “Upaya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapa pun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat termasuk mantan presiden Soeharto.” Oleh karena itu upaya menetapkan Soeharto sebagai pahlawan nasional bertentangan dengan Ketetapan MPR tersebut.

Hal-hal yang tersebut di atas belum pernah dipertanggungjawabkan baik secara politik mau pun hukum  oleh mantan presiden Soeharto sampai ia wafat. Namun demikian, tidak berarti kasus  pelanggaran HAM  berat yang ia lakukan, yang ia ikut merekayasa; telah selesai begitu saja. Sampai hari ini para Korban belum memperoleh hak yang ia rampas secara sewenang-wenang, yaitu  hak Pemulihan : Kebenaran, Keadilan dan Rehabilitasi.
 
Upaya memberi gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto sangat menyakiti hati para Korban Pelanggaran HAM dan Rakyat Indonesia. Bagaimana mungkin seorang  pembunuh bangsanya sendiri dinobatkan sebagai pahlawan? Ini benar-benar  di luar pemikiran akal sehat. Soeharto dikenal sebagai  orang yang licik, penuh kebohongan, kotor  dan menjijikkan. Sama sekali tidak layak sebagai panutan bangsa mau pun  suri-tauladan bagi orang lain.
 
Atas dasar itu, kami para  Korban, Keluarga Korban  dan Organisasi-Organisasi Korban Tragedi Kemanusiaan 1965/1966  baik secara sendiri-sendiri mau pun secara bersama-sama, yang tinggal di dalam maupun luar negeri sebagai akibat  tindakan represif rejim militeristik Suharto, mendesak Presiden  Ir. Joko Widodo  untuk:
 
Menolak Usulan Pengangkatan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional,  segera menuntaskan kasus Tragedi Kemanusiaan 1965/1966 dengan memintai pertanggungan jawab kepada partai berkuasa saat itu yaitu Golkar dan Angkatan Darat sebagai pendukung rejim otoriter Orde Baru Soeharto yang terus melakukan politik diskriminasi sampai hari ini. 
Mendesak Presiden Jokowi  mengeluarkan kebijakan untuk mengungkap kebenaran, menghadirkan keadilan dan memulihkan hak-hak korban dengan menggelar Pengadilan HAM Ad-hoc  seperti yang diamanatkan UU No 26/2000, serta sesuai dengan rekomendasi Tim Penyelidik pro-justisia Komnas HAM. Pemerintah Jokowi   harus berani   meminta maaf kepada para korban  atas terjadinya pelanggaran HAM berat  Tragedi 1965 serta berjanji untuk tidak mengulangi  kejadian serupa di masa mendatang. 
Pemerintah  harus berani melakukan terobosan untuk menuju penyelesaian komprehensif.   
Penyelesaian melalui jalur non yudisial/rekonsiliasi  harus berjalan seiring dengan penyelesaian secara yudisial. 
Dengan mekanisme tersebut maka akan membuka jalan untuk  rekonsiliasi nasional.
 
Demikian  Surat Pernyataan ini  kami sampaikan. Atas perhatiannya diucapkan banyak terima kasih.
 
 
Jakarta, 21 Mei 2016
 
Hormat kami,


Bedjo Untung
 Ketua YPKP 65
 YAYASAN PENELITIAN KORBAN PEMBUNUHAN 1965/1966  (YPKP 65)
 Indonesian Institute for The Study of 1965/1966 Massacre
 SK Menkumham No.C-125.HT.01.02.TH 2007 Tanggal 19 Januari 2007
 Tambahan Berita  Negara RI Nomor 45  tanggal 5 Juni 2007 , PENGURUS PUSAT
 Jalan M.H.Thamrin Gang Mulia no. 21 Kp. Warung Mangga,RT 01 RW 02
 Panunggangan , Kecamatan Pinang, Kab/Kota Tangerang 15143 
 Banten,INDONESIA  Phone : (+62  -21) 53121770, Fax 021-53121770,
 E-mail ypkp_1965@yahoo.com; beejew01@yahoo.co.uk


Ikut menandatangani Petisi/Pernyataan Bersama:

S.Utomo, Ketua  LPRKROB
Eddi Sugiyanto, YPKP 65  Cirebon
Sayuta, YPKP 65 Banten
Sri Sulistyowati, Korban 65
Kusnendar, LPRKROB
Saunar Ahmad Datuk Sati, YPKP 65 Padang Pariaman
Yoyo, Korban 65 /YPKP 65 Surabaya
Eddo, YPKP 65 Bogor
Samuri YPKP 65 Cirebon
Nadiani, YPKP 65  Bukittinggi
Trikoyo Ramidjo, Korban 65  Jakarta
Haryogyo, Seniman Korban 65/YPKP 65
Asep Hidayat, YPKP 65 Sukabumi
Udin Muhidin, YPKP 65 Cianjur
MD.Karta Prawira, LPK 65 Belanda
Samin, YPKP 65 Riau
Ngadi Suradi, Balikpapan
Supardi, YPKP 65 Pati
Irawan Sarjono YPKP 65 Pemalang
Bambang Sukotjo YPKP 65 Pati
Handoyo, YPKP 65 Pati
Wayan Santa, Korban 65  Bali
Putu Oka, Korban 65 Bali
Prayitno, Korban 65 Bali
Adi Wijaya, Yogyakarta
Supomo, Korban 65 Boyolali
Supangat YPKP 65 Boyolali
Sri Pangati Widagdo YPKP65 Boyolali
Mardiman YPKP 65 Boyolali
Adon Sutrisno, Korban 65 Kertosono
Put Moeinah, Korban 65 Blitar
Abdul Jalil, Korban 65 Pati
Y.T.Taher, Korban 65 Australia
Arif Harsana, Korban 65 FEID Jerman
Tom Ilyas, Korban 65 Swedia    

Bambang Poernomo, Korban 65, mantan militer, Temanggung
Mulyana, YPKP 65 Bandung
Ny. Sulastri, Korban 65 Cilacap
Umi Siraj, Korban 65 Bekasi
Ny. Rasumi M. Thaib, Korban 65 Comal Pemalang
Murba Tengku Satrio, Korban 65 Pemalang
Eko Wardoyo, YPKP 65 Tangerang
Slamet, YPKP 65 Lampung
St. Sudarno, YPKP 65 Pekalongan
Muhayati, Korban 65, YPKP 65 Yogyakarta                              
Marsiswo, YPKP 65 Madiun 
Budiono YPKP 65 Pacitan
Parmin YPKP 65 Magetan
Kushanggono YPKP 65 Surabaya
Dyah Sri Wahyuningsih, YPKP65 Batam
Aris Irianto, YPKP65 Kebumen
Sukat, YPKP 65 Madiun
Jayusman, YPKP 65 Yogyakarta
Badri, YPKP 65 Yogyakarta
Suwarti, YPKP 65 Cilacap
Susilo, YPKP 65 Cilacap
Y. Winaryo, YPKP 65 Purwokerto
Sanuri YPKP 65 Purwokerto
Munawaroh YPKP 65 Jombang
Evi Indrayani YPKP 65 Tangerang
Widodo, YPKP 65 Banjarnegara
Sayan Pujono, YPKP65 Pemalang
Agus Wijoyo, YPKP 65 Pemalang

 illustrasi: kontras.org

0 komentar:

Posting Komentar