Reporter : Supriatin | Jumat, 20 Mei 2016 10:29
Merdeka.com - Upaya pemerintah untuk membuktikan jumlah korban pembantaian 1965 menuai perselisihan di kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal tersebut bisa dilihat dari perbedaan pendapat antara Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan dengan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu.
Luhut yang merupakan purnawirawan TNI bersikukuh hendak membongkar makam korban 1965 dengan alasan ingin membuktikan kepada publik simpang siurnya jumlah korban selama ini. Sementara Ryamizard yang juga Purnawirawan TNI menilai pembongkaran makam korban berpotensi untuk menimbulkan kekacauan. Beredar kabar, bahwa terjadi perpecahan di internal purnawirawan TNI terkait hal di atas.
Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Letnan Jenderal (Purn) Agus Widjojo tak mempermasalahkan munculnya perselisihan ini. Menurut dia, wajar saja jika ada perbedaan pendapat di internal Purnawirawan TNI.
"Enggak ada perpecahan. Perbedaan pendapat biasa apalagi purnawirawan kan, dia kan sudah warga negara biasa artinya dia tidak anggota aktif TNI yang terikat oleh komando. Buktinya kan banyak purnawirawan yang bergabung pada berbagai partai politik. Jadi punya kemerdekaan kebebasan berpendapat satu sama lain," ujar dia usai menjadi inspektur upacara dalam memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-51 Lemhannas di Jalan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (20/5).
Lebih jauh, sebagai penolakan pembongkaran makam korban 1965 Ryamizard sempat mengatakan akan menggelar Simposium tandingan pada bulan depan. Sebelumnya Simposium Nasional membedah tragedi 1965 sudah digelar pada bulan April lalu yang diinisiasi oleh pemerintah.
"Itu hal yang biasa dalam demokrasi dan ada perbedaan pendapat dan akan menyampaikan perbedaan itu. Kalau memang Simposium tandingan itu tidak melanggar dari konsensus dasar nasional itu mengapa tidak atau tidak melanggar Undang-Undang," jelas Agus.
Perselisihan ini juga, kata Agus dipastikan tidak akan mengganggu rencana pembongkaran makam korban 1965.
"Enggak, enggak," kata dia.
Agus menjelaskan, rekomendasi hasil Simposium Nasional telah diserahkan kepada Menko Polhukam. Hingga saat ini, rekomendasi itu masih dalam proses pengkajian.
"Pada akhirnya hasil itu merupakan rekomendasi bagi pemerintah dan pemerintah lah yang merupakan pemilik dan kewenangan untuk menentukan hal-hal mana yang bisa dijadikan masukan untuk kebijakan pemerintah," tandasnya.
http://www.merdeka.com/peristiwa/gubernur-lemhannas-bantah-perpecahan-di-purnawirawan-tni-soal-1965.html
0 komentar:
Posting Komentar