Rabu, 20 April 2016 | 16:26 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, dibutuhkan alat bukti jika upaya rekonsiliasi Tragedi 1965 dilakukan melalui jalur yudisial.
"Kalau tidak ada alat bukti yang bisa membuktikan, kenapa harus ribut?" kata Luhut seusai memberi kuliah umum di Depok, Rabu (20/4/2016).
Menurut Luhut, pemerintah ingin membicarakan Tragedi 1965 dengan sangat jelas. Untuk itu, pemerintah mendukung berbagai pertemuan pembahasan tragedi yang berlangsung puluhan tahun silam itu.
"Sikap pemerintah adalah ingin menyelesaikan masalah ini dengan baik," ucap Luhut.
Pemerintah telah menginisiasi pelaksanaan Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 di Hotel Aryaduta, Jakarta, Selasa (19/4/2016). Simposium diharapkan menjadi salah satu jalan menuju rekonsiliasi.
Dalam simposium, mantan anggota Komisi Penyelidik Pelanggaran Hak Asasi Manusia (KPP HAM), Harry Wibowo, mengatakan bahwa proses yudisial dan non-yudisial tidak bisa dipisahkan dalam upaya penyelesaian Tragedi 1965.
Menurut Harry, proses yudisial dan non-yudisial seperti dua sisi mata uang. Dua jalur penyelesaian tersebut bukan merupakan hal yang dapat digantikan satu sama lain.
Lebih lanjut, Harry menjelaskan, di dalam proses penyelesaian, pemerintah tidak bisa mengesampingkan hak korban untuk mengetahui kebenaran, hak atas keadilan, hak rehabilitasi dan reparasi, serta jaminan tidak berulangnya kejahatan tersebut pada masa mendatang.
"Kalau tidak ada alat bukti yang bisa membuktikan, kenapa harus ribut?" kata Luhut seusai memberi kuliah umum di Depok, Rabu (20/4/2016).
Menurut Luhut, pemerintah ingin membicarakan Tragedi 1965 dengan sangat jelas. Untuk itu, pemerintah mendukung berbagai pertemuan pembahasan tragedi yang berlangsung puluhan tahun silam itu.
"Sikap pemerintah adalah ingin menyelesaikan masalah ini dengan baik," ucap Luhut.
Pemerintah telah menginisiasi pelaksanaan Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 di Hotel Aryaduta, Jakarta, Selasa (19/4/2016). Simposium diharapkan menjadi salah satu jalan menuju rekonsiliasi.
Dalam simposium, mantan anggota Komisi Penyelidik Pelanggaran Hak Asasi Manusia (KPP HAM), Harry Wibowo, mengatakan bahwa proses yudisial dan non-yudisial tidak bisa dipisahkan dalam upaya penyelesaian Tragedi 1965.
Menurut Harry, proses yudisial dan non-yudisial seperti dua sisi mata uang. Dua jalur penyelesaian tersebut bukan merupakan hal yang dapat digantikan satu sama lain.
Lebih lanjut, Harry menjelaskan, di dalam proses penyelesaian, pemerintah tidak bisa mengesampingkan hak korban untuk mengetahui kebenaran, hak atas keadilan, hak rehabilitasi dan reparasi, serta jaminan tidak berulangnya kejahatan tersebut pada masa mendatang.
Penulis | : Lutfy Mairizal Putra |
Editor | : Bayu Galih |
http://nasional.kompas.com/read/2016/04/20/16264371/Luhut.Nilai.Alat.Bukti.Penting.jika.Tragedi.1965.Diselesaikan.Lewat.Jalur.Yudisial
0 komentar:
Posting Komentar