Merawat Damai Tanpa Melupakan Masa Lalu,
Peradilan HAM dan KKR Aceh Harus diselenggarakan sesuai amanah Kontitusi
Aceh adalah daerah Pasca Konflik yang sedang menikmati proses perdamaian, Lewat perjanjian perdamaian MoU Helsinki pada 15 agustus 2005. Pasca perdamaian, Aceh sedang membangun citra lewat perdamaian dan penerapan syariat islam.
Tetapi perdamaian Aceh belum dibarengi dengan pemenuhan hak terhadap korban pelanggaran HAM di masa lalu , Bulan Mei adalah bulan yang penuh dengan peringatan terkait dengan kejadian masa lalu khususnya terkait dengan pelanggaran HAM berat yang terjadi akibat Konflik Aceh dan juga penerapan Aceh sebagai Daerah Darurat Militer [DM].
Daerah Darurat militer Aceh ditetapkan pada tanggal 19 Mei 2003 dimana presiden Indonesia saat itu Megawati Soekarno Putri memberikan izin pelaksanaan darurat militer di aceh selama 6 bulan melalui Keppres No 28/2003 dengan mengirimkan 30.000 pasukan militer dan 12.000 polisi bertugas di aceh dengan pemegang komanda utama di Aceh saat itu Penguasa Daerah Darurat Militer di bawah Kodam Iskandar Muda, selain itu juga diterapkan penggunaan KTP baru yang dikenal dengan KTP merah putih yang harus dibawa semua penduduk Aceh untuk membedakan pemberontak dan warga sipil dan juga penempatan beberapa camat di daerah basis konflik dari pihak TNI.
Selain itu keberadan organisasi masyarakat sipil diperintahkan untuk menghentikan operasinya dan meninggalkan wilayah Aceh serta aktivitas media yang pemberitaannya harus diseleksi oleh media center PDMD dan dilarang melakukan pemberitaan dari kelompok Gerakan Aceh Merdeka [GAM]. Seluruh bantuan harus dikoordinasikan di Jakarta melalui pemerintah.
Akibat penerapan DM di Aceh berbagai kasus pelanggaran HAM terjadi baik itu berupa penyiksaan, pembunuhan, penghilangan orang secara paksa, pelecehan seksual, pemerkosaan dan penangkapan tanpa proses hukum serta pembredelan organisasi masyarakat sipil di Aceh. Penguasan DM selain melakukan pernyerangan terhadap kelompok GAM juga membentuk Front fron masyarakat sipil untuk melakukan perlawanan terhadap GAM dengan cara melakukan ikra-ikra kesetiaan kepada NKRI.
Menurut data Komnas HAM yang pada saat Darurat Militer di Aceh membentuk Tim Ad Hoc Aceh yang bertugas melakukan investigasi terhadap peristiwa pelanggaran HAM mencatat setidaknya ada 70 kasus dari 8 kabupaten/kota yang dilakukan pemantauan, akan tetapi sampai saat ini tidak jelas bagaimana perkembagan dari kasus-kasus pelanggaran HAM tersebut.
Selain menyebabkan timbulnya korban pelanggaran HAM akibat penerapan DM di Aceh, penerepan DM Aceh juga menelan begitu banyak Anggaran Negara yang hingga hari ini tidak pernah dilakukan audit terhadap penggunaan dana perang tersebut, seharusnya pengunaan dana perang tersebut harus bisa dipertanggungjawabkan secara akuntabilitas dan transparan.
Maka dari itu penting untuk segera dilakukan pembentukan pengadilan HAM untuk bisa dimintakan pertanggungjawaban negera terkait dengan operasi militer di Aceh yang menyebabkan pelanggaran HAM di Aceh serta juga meminta kepada Komnas HAM untuk segera menindaklanjuti semua temuan mereka pada saat melakukan pemantauan terhadap DM Aceh dan juga kepada Pemerintahan Aceh untuk segera menyelesaikan proses pembentukan kelembagaan KKR Aceh sehingga semua pelanggaran HAM Aceh di masa lalu dapat segeran diselesaikan dengan cara berkeadilan dan martabat guna memberikan pemenuhan terhadap hak korban pelanggaran HAM di Aceh.
Banda Aceh, 19 Mei 2016
Penanggung Jawab Aksi
Hendra Saputra [08522 2293 8318]
0 komentar:
Posting Komentar