02.05.2016
Kelompok IPT65 dan YPKP menyatakan sudah menyerahkan data-data kuburan massal pembantaian anti komunis kepada Komnas HAM. YPKP sendiri sudah mendata lokasi lebih dari 120 kuburan massal.
Kelompok IPT65 dan YPKP sudah menyatakan data-data kuburan massal pembantaian anti komunis kepada Komnas HAM. YPKP sendiri sudah mendata lokasi lebih dari 120 kuburan massal.
Kelompok International People's Tribunal on 1965 Crimes Against Humanity (IPT65) dan Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965 menyatakan telah menyerahkan data-data tentang lokasi kuburan massal kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
YPKP juga menyerahkan data-data itu ke kantor Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Luhut Panjaitan. Tapi Menteri Luhut tidak menerima sendiri data-data itu. Menurut keterangan pejabat yang hadir, Menko Polhukam akan menemui kalangan keluarga korban minggu depan.
Daftar yang dibawa YPKP adalah hasil penelitian sejak tahun 2000. Kuburan massal itu terletak di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Flores dan Bali. Menurut catatan YPKP, korban yang dikubur massal hampir 14.000 orang.
Koordinator YPKP Bedjo Untung, yang juga penyintas pembantaian 1965 mengatakan, dokumentasi itu terkait lokasi 122 kuburan massal. Pendataan dilakukan dengan bantuan korban dan saksi, termasuk orang-orang yang menggali kuburan dan menguburkan mayat.
"Kami percaya ini hanya 2 persen dari jumlah korban seluruhnya," kata dia.
Dewan Pengarah IPT 1965 Reza Muharam ketika mendatangai kantor Menko Polhukam menerangkan, mereka sudah menyerahkan data-data lokasi kuburan massal ke Komnas HAM.
"Kami telah menyerahkannya ke Komnas HAM karena selayaknya begitu. Menko Polhukam tidak punya kewenangan atau dasar hukum untuk melakukan pendataan atau penggalian kuburan massal," kata Reza sebagaimana dikutip Kompas.com.
Sesuai UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, yang berhak memegang data-data tersebut adalah Komnas HAM, kata Reza. Sejak 2012, Komnas HAM telah menyerahkan hasil penyelidikan kasus Tragedi 1965 ke Kejaksaan Agung.
Ketika berkunjung ke Eropa, Presiden Jokowi menyaksikan aksi masyarakat menuntut pengungkapan pembantaian massal 1965-66 dan represi selanjutnya di bawah rezim Orde Baru. Jokowi juga menerima petisi tuntutan rekonsiliasi dari pihak korban. Dia lalu meminta Menko Polhukam Luhut Panjaitan mencari data-data soal kuburan massal.
Menurut para sejarahwan, sedikitnya 500.000 orang dibunuh setelah sekelompok perwira menculik dan membunuh enam jendral militer tanggal 30 September 1965.
hp/ap (ap, kompas.com)
Sumber: DW.Com
0 komentar:
Posting Komentar