Senin, 2 Mei 2016 | 21:35 WIB
Para korban tragedi 1965 saat beraksi damai di halaman Kantor Gubernur
Sumatera Utara, Senin (14/5/2012). Mereka meminta pemerintah
mengungkapkan kebenaran di balik peristiwa pembunuhan massal tahun 1965
sehingga mereka menjadi korban. Foto:
JAKARTA, KOMPAS.com -
Anggota Dewan Pengarah International People's Tribunal on 1965 Crimes
Against Humanity in Indonesia (IPT 1965) Reza Muharam menilai, ada dua
hal penting terkait keberadaan data kuburan massal korban Tragedi 1965
yang saat ini sudah diserahkan ke Komnas HAM.
Menurut Reza, data-data tersebut menjadi bagian penting untuk mendorong pemerintah melakukan upaya penyelesaian melalui jalur yudisial.
Dia menganggap data itu merupakan salah satu alat bukti. Selama ini, ketiadaan alat bukti selalu dijadikan alasan untuk tidak menggelar pengadilan kasus Tragedi 1965.
Kedua, pemerintah harus menjadikan data kuburan massal itu untuk mengungkapkan kebenaran mengenai apa yang terjadi pada tahun 1965.
"Data-data ini penting untuk mendorong proses yudisial, yang sekarang macet di Kejaksaan Agung. Dua, dalam rangka non yudisial untuk pengungkapan kebenaran," ujar Reza saat ditemui di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (2/5/2016).
Reza bersama Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965 Bejo Untung mendatangi Kemenko Polhukam untuk menyampaikan bahwa data mengenai kuburan massal korban Tragedi 1965 yang dimiliki oleh YPKP 1965 telah diserahkan ke Komnas HAM.
Bejo Untung menyebutkan, ada 122 titik lokasi kuburan massal dan kemungkinan akan semakin bertambah.
Titik lokasi itu, kata Bejo, tersebar di 12 provinsi.
Berdasarkan data yang dimiliki YPKP, kuburan massal terbanyak ada di Jawa Tengah, yakni 50 lokasi.
Sementara itu, di Jawa Timur terdapat 28 dan Sumatera Barat ada 21 lokasi.
"Itu baru sebagian yang saya sebutkan, dan ini masih bertambah. Perintah Jokowi ke Luhut untuk mencari kuburan massal ini disambut baik oleh korban dengan penuh semangat. Mereka mulai bekerja mengumpulkan data lokasi," ujar Bejo.
Menurut Reza, data-data tersebut menjadi bagian penting untuk mendorong pemerintah melakukan upaya penyelesaian melalui jalur yudisial.
Dia menganggap data itu merupakan salah satu alat bukti. Selama ini, ketiadaan alat bukti selalu dijadikan alasan untuk tidak menggelar pengadilan kasus Tragedi 1965.
Kedua, pemerintah harus menjadikan data kuburan massal itu untuk mengungkapkan kebenaran mengenai apa yang terjadi pada tahun 1965.
"Data-data ini penting untuk mendorong proses yudisial, yang sekarang macet di Kejaksaan Agung. Dua, dalam rangka non yudisial untuk pengungkapan kebenaran," ujar Reza saat ditemui di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (2/5/2016).
Reza bersama Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965 Bejo Untung mendatangi Kemenko Polhukam untuk menyampaikan bahwa data mengenai kuburan massal korban Tragedi 1965 yang dimiliki oleh YPKP 1965 telah diserahkan ke Komnas HAM.
Bejo Untung menyebutkan, ada 122 titik lokasi kuburan massal dan kemungkinan akan semakin bertambah.
Titik lokasi itu, kata Bejo, tersebar di 12 provinsi.
Berdasarkan data yang dimiliki YPKP, kuburan massal terbanyak ada di Jawa Tengah, yakni 50 lokasi.
Sementara itu, di Jawa Timur terdapat 28 dan Sumatera Barat ada 21 lokasi.
"Itu baru sebagian yang saya sebutkan, dan ini masih bertambah. Perintah Jokowi ke Luhut untuk mencari kuburan massal ini disambut baik oleh korban dengan penuh semangat. Mereka mulai bekerja mengumpulkan data lokasi," ujar Bejo.
Penulis | : Kristian Erdianto |
Editor | : Inggried Dwi Wedhaswary |
http://nasional.kompas.com/read/2016/05/02/21354041/Mengapa.Data.Kuburan.Massal.Penting.untuk.Penyelesaian.Kasus.Tragedi.1965.
0 komentar:
Posting Komentar