Kamis, 19 Mei 2016 - 08:15 wib
Syamsul Anwar Khoemaeni
Jurnalis
Ilustrasi (Okezone)
JAKARTA - Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) mengadakan simposium 1965 untuk mengupayakan proses rekonsiliasi dengan para korban 1965. Menanggapi hal tersebut, mantan Kepala Badan Intelijen Strategis TNI (Kabais) menilai upaya rekonsiliasi tetap bisa berjalan meski aparat keamanan menemukan gelagat kemunculan kembali Partai Komunis Indonesia (PKI) melalui peredaran lambang palu-arit dan buku-buku komunisme.
"Razia itu menyangkut pelaksanaan Tap MPRS. Rekonsiliasi jalan, sepanjang Tap MPRS belum dicabut masih dilarang," ujar Soleman kepada Okezone, Kamis (19/5/2016).
Soleman menambahkan, dengan upaya rekonsiliasi, bukan berarti buku-buku komunisme bebas dijual. "Bukan berarti karena ada rekonsiliasi buku-buku seperti itu (berpaham Komunis) bebas dijual," imbuhnya.
Jenderal purnawirawan bintan dua TNI AL itu tak menampik bahwa razia buku-buku berpaham komunis termasuk pemasungan intelektual. Namun, aparat keamanan berpegang pada aturan TAP MPRS bernomo XXV tahun 1966.
"Iya bisa. Termasuk pemasungan intelektual terhadap pengetahuan Komunisme, Leninisme, dan Marxisme. Karena kita memang dipasung pengetahuan untuk itu. Kita dilarang sampai sebegitunya. Kan ajaran bunyi aturannya, bukan partai yang berafiliasi," sambungnya.
Alhasil, jika peraturan tersebut telah dihapus atau dicabut, Soleman menganggap tidak ada masalah. "Kalau tidak ada aturan boleh saja. Karena ada aturan mau tidak mau kita harus taat," tandasnya.
http://news.okezone.com/read/2016/05/19/337/1392226/eks-kabais-rekonsiliasi-bukan-berarti-melegalkan-paham-komunisme
0 komentar:
Posting Komentar