Senin, 02 Mei 2016

Kisah Penculikan Gubernur Bali, Sutedja, 1966


Senin, 02 Mei 2016 | 09:05 WITA



Hilang Setelah Dijemput 4 Tentara dengan Jeep Nissan Patrol 

I

Denpasar. Gubernur Bali pertama, Anak Agung Bagus Sutedja, hilang saat bertugas di Jakarta tahun 1966. Sutedja hilang setelah dijemput empat pria berseragam lengkap TNI AD.

Selama bertugas di Jakarta terhitung 1 Desember 1965, Gubernur Bali pertama, Anak Agung Bagus Sutedja, tidak pernah berhadapan dengan masalah hukum terkait G30S. Gubernur Sutedja tetap menjalankan tugas dengan baik, dan berkantor di Kementerian Dalam Negeri dan Dewan Pertimbangan Agung.

Nasib Gubernur Sutedja selanjutnya menjadi sangat tragis.Pada 29 Juli 1966 pukul 9 pagi, empat pria berseragam lengkap TNI AD dengan menggunakan mobil Jeep Nissan Patrol, Nomor 04/88145 mendatangi kediaman Gubernur Bali Sutedja di Kompleks Senayan Nomor 261/262, Jakarta.

Seperti ditulis dalam buku "Kisah Penculikan Gubernur Bali, Sutedja, 1966" yang ditulis oleh Aju, empat pria berseragam TNI AD kemudian memberi salam hormat secara militer,sebagaimana layaknya kepada seorang pejabat negara selevel gubernur.

Salah satu dari pria berseragam TNI AD mengatakan secara khusus menjemput Gubernur Sutedja atas undangan Kapten (Inf) Teddy ke Markas Staf Komando Garnizun Medan Merdeka Jakarta untuk koordinasi masalah tugas kenegaraan.

Tiga dari empat penjemput turun dan masuk ke dalam rumah. Satu lagi tetap di mobil karena menjadi sopir. Dari 3 yang turun, satu bersenjata pistol dan 2 lagi memegang senjata laras panjang.

Satu orang bersenjata pistol dan berpangkat sersan satu berkata,"Apakah Bapak Gubernur Bali ada di rumah?"
"Bapak ada," jawab Anak Agung Istri Ngurah Sunitri, istri Gubernur Bali AA Sutedja. [bbn/psk]
II



Berpakaian Rapi Saat Diculik, Tak Lupa Pamit Istri

Pada saat itu di rumah tersebut, selain Gubernur Sutedja, juga ada istrinya, dua anaknya Aini dan Tuty, serta dua orang pembantu.

Karena tamu yang datang bertutur kata sangat sopan, Gubernur Sutedja sama sekali tidak menaruh curiga. Gubernur Bali AA Bagus Sutedja, menerima tiga orang penjemput berpangkat sersan satu.
"Ada apa ?" tanya Gubernur Bali AA Bagus Sutedja.
Penjemput yang berpangkat sersan satu menjawab, "Bapak Gubernur diminta datang oleh Kapten Teddy di Skogar di Jalan Perwira, Medan Merdeka."
Gubernur Sutedja segera mempersiapkan diri dengan berpakaian rapi dan menyatakan bersedia datang ke Medan Merdeka. Sebelum naik mobil, ia tak lupa pamitan dengan istrinya Anak Agung Istri Ngurah Sunitri.

Sebelum mobil jemputan meninggalkan rumah, AA Sunitri mencatat nomor kendaraan penjemput. Ia juga mengingat empat wajah pria berseragam TNI AD yang menjemput suaminya. Tapi Sunitri lupa menanyakan surat tugas dari empat pria penjemput suaminya.

Di dalam mobil, supir hanya seorang diri duduk di bagian paling depan. Gubernur Sutedja duduk di kursi tengah. Sementara tiga pria dengan seragam TNI AD duduk di kursi paling belakang dengan sangat sopan.

Saat berangkat, Gubernur Sutedja mengenakan celana panjang 'kheki', berkemeja lengan panjang biru muda, serta sepatu hitam.

III



Hilang Diculik Saat Presiden Soekarno Jadi Tahanan Rumah

Pukul 22.30 WIB, 29 Juli 1966, kecurigaan pihak keluarga mulai muncul. Tepat pukul 23.00 WIB, AA Istri Ngurah Sunitri dan Drs M.A.E Sutedja (staf kementerian pertanian) membuat laporan tertulis untuk disampaikan ke sejumlah pihak terkait, sehubungan dengan hilangnya Gubernur Bali AA Bagus Sutedja.

Pihak keluarga langsung menduga Gubernur Bali Sutedja memang diculik TNI AD ke suatu tempat di Jakarta yang tidak diketahui untuk dibunuh.

AA Sunitri langsung melapor kepada Presiden Soekarno yang sudah berstatus tahanan rumah terhitung 3 Oktober 1965 oleh Menteri/Panglima Angkatan Darat, Letjen TNI Soeharto di Istana Negara Bogor.

Presiden Soekarno mengaku tidak pernah memanggil Gubernur Sutedja. Kementerian dalam negeri dan kantor DPA memberi jawaban yang sama. Kantor Markas Staf Komando Garnizun Medan Merdeka justru mengaku tidak pernah menjadwalkan berkoordinasi dengan Gubernur Bali.

Nama Kapten Teddy yang disebut empat penjemput Gubernur Sutedja, juga tidak dikenal di Markas Staf Komando Garnizun Medan Merdeka. Nomor jeep militer yang dipakai menjemput juga tidak tercatat di Garnizun.

Pihak keluarga akhirnya menyadari Gubernur Bali Anak Agung Bagus Sutedja  orang dekat Presiden Soekarno, telah menjadi salah satu korban kriminalisasi politik.[bbn/psk]

IV

Stigma PKI Membuat Hak Ahli Waris Diabaikan Negara


Setelah diculik empat pria berseragam TNI AD, upaya pencarian lebih diintensifkan. Setelah tahun 1970, sebagai anggota TNI AD, Anak Agung Gde Agung, putra sulung Gubernur Bali Sutedja, dimutasi dari Irian Jaya ke Jakarta.

Kesempatan bertugas di Jakarta digunakan AA Gde Agung untuk menggali informasi lebih banyak terkait keberadaan ayahnya, AA Bagus Sutedja. Tapi jawaban Menteri Dalam Negeri Basuki Rachmat dan Kepala Skrining Nasional Gatot Subroto selalu tidak memuaskan.

Akhirnya tahun 1970, AA Istri Ngurah Sunitri, istri Gubernur Sutedja, memutuskan pulang ke Puri Agung Negara Djembrana di Bali.

Tapi situasi sudah sangat berubah. Sebagian besar bangunan Puri Agung Negara Djembrana, dalam keadaan berantakan. Puri Agung Negara Djembrana menjadi salah satu sasaran amuk massa anti Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dimotori I Nyoman Mantik dan Shri Wedastra Sujasa, periode 1965-1966.

Keluarga besar Gubernur Bali AA Bagus Sutedja di Negara Jembrana, dituding secara sepihak oleh sejumlah pihak terkait dengan PKI. Stigma PKI telah membuat hak ahli waris Gubernur Bali AA Bagus Sutedja sebagai pejabat negara diabaikan oleh pemerintah.

Semenjak dinyatakan hilang mulai 29 Juli 1966 di Jakarta, hingga AA Istri Ngurah Sunitri meninggal dunia di Puri Agung Negara Djembrana Bali pada 24 November 2010 dalam usia 85 tahun, pihak ahli waris sudah tidak pernah lagi menerima gaji dan uang pensiun.

Upaya pihak keluarga mengirim surat kepada Presiden Suharto dan Ketua Komnas HAM Munawir Sadzali di era Orde Baru, era Presiden Habibie, Megawati, hingga terakhir Presiden SBY untuk mempertanyakan hak gaji, pensiun, dan status kehilangan Gubernur Bali AA Bagus Sutedja, tidak membuahkan hasil, Seperti ditulis dalam buku "Kisah Penculikan Gubernur Bali, Sutedja, 1966" yang ditulis oleh Aju. [bbn/psk]

V

Tidak Ditemukan Fakta Hukum Gubernur Sutedja Terlibat PKI


Tidak ditemukan fakta hukum yang membuktikan keterlibatan Gubernur Bali, Anak Agung Bagus Sutedja di dalam Partai Komunis Indonesia (PKI).

Demikian garis besar surat keterangan Kepala Pelaksana Penguasa Perang Daerah (Peperalda) Tingkat I Bali, Kol (Purn) I Gusti Putu Raka, Nomor 351/1372/DPRD, tanggal 1 September 1989.

Inilah pernyataan resmi tertulis dari pemerintah yang sangat ditunggu-tunggu Keluarga Besar Puri Agung Negara Djembrana, Bali.

Gubernur Bali, Anak Agung Bagus Sutedja, keturunan darah biru Puri Agung Negara Djembrana hilang diculik empat pria berseragam TNI AD di kediamannya di kompleks Senayan Nomor 261/262, Jakarta, pada 29 Juli 1966, pukul 9 pagi. Hingga saat ini tidak diketahui nasibnya.

Gubernur Sutedja berada di Jakarta dalam rangka tugas khusus berdasarkan Surat Keputusan Presiden Soekarno, nomor 380 tanggal 18 Desember 1965 yang sampai sekarang belum pernah dicabut.

Selama tiga dasawarsa, Keluarga besar Puri Agung Negara Djembrana 'dipaksa' menanggung stigma terlibat PKI. Tudingan ini kemudian dianulir oleh Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Sudomo, yang menyatakan "Tidak ada bukti Gubernur Bali terlibat PKI".


Gubernur Bali, Anak Agung Bagus Sutedja, merupakan salah satu dari 7 Gubernur pendukung setia Presiden Soekarno yang dituding sepihak terlibat PKI. 7 Gubernur Soekarnois ini kemudian melalui berbagai cara diberhentikan oleh rezim Orde Baru Soeharto. [bbn/psk]

0 komentar:

Posting Komentar