Senin, 02/05/2016 18:18 WIB
Ketua YPKP, 1965 Bejo
Untung yakin data pihaknya yang mencatat adanya 122 kuburan massal bisa
dibuktikan kebenarannya. (CNN Indonesia/Suriyanto).
Jakarta, CNN Indonesia
--
Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP)
1965 Bejo Untung menyerahkan daftar kuburan massal korban tragedi 1965
kepada pihak Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan
Keamanan. Bejo yakin, data YPKP yang mencatat adanya 122 kuburan massal
itu bisa dibuktikan kebenarannya.
"Ini bukan diduga, tapi kami sudah mendata ada 122 (kuburan massal), dan jumlah itu valid, yang betul-betul diketahui, layak dan masuk akal," kata Bejo saat ditemui di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, usai menyerahkan data kuburan massal, Senin (2/5).
Dia mengatakan lokasi tersebut tersebar di Pulau Sumatera dan Jawa. Sementara kuburan massal di Bali belum diteliti secara detail oleh pihaknya. "Saya bisa memperkirakan itu baru dua persen. Bayangkan dua persen saja sudah ada 122 (kuburan massal)," ujarnya.
Pihaknya mencari lokasi kuburan massal melalui berbagai metode penelitian. Salah satunya dengan cara wawancara pihak korban, keluarga korban, maupun tetangga. Selain itu, pihaknya juga mendatangi lokasi dan mengumpulkan rumor yang berkembang di masyarakat.
Dia mengatakan, tak jarang orang-orang yang diwawancarai kemudian mendapatkan intimidasi dari aparat negara. Pihaknya merasa terganggu dengan intimidasi tersebut, meskipun mereka tidak mengalami kekerasan fisik.
"Kami merasa tidak nyaman kalau setiap kali pertemuan didatangi intel. Tadi saya bilang dengan pihak Menko jangan sampai itu diulangi lagi ada represi," kata Bejo.
Saat menyerahkan data kuburan massal, Bejo didampingi perwakilan korban tragedi 1965 dan kelompok International People's Tribunal on 1965 Crimes Against Humanity in Indonesia. Laporan mereka diterima oleh Asisten deputi Pemajuan dan Perlindungan HAM Kemenko Polhukam, Brigjen Abdul Hafil Fuddin.
"Ini bukan diduga, tapi kami sudah mendata ada 122 (kuburan massal), dan jumlah itu valid, yang betul-betul diketahui, layak dan masuk akal," kata Bejo saat ditemui di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, usai menyerahkan data kuburan massal, Senin (2/5).
Dia mengatakan lokasi tersebut tersebar di Pulau Sumatera dan Jawa. Sementara kuburan massal di Bali belum diteliti secara detail oleh pihaknya. "Saya bisa memperkirakan itu baru dua persen. Bayangkan dua persen saja sudah ada 122 (kuburan massal)," ujarnya.
Pihaknya mencari lokasi kuburan massal melalui berbagai metode penelitian. Salah satunya dengan cara wawancara pihak korban, keluarga korban, maupun tetangga. Selain itu, pihaknya juga mendatangi lokasi dan mengumpulkan rumor yang berkembang di masyarakat.
Dia mengatakan, tak jarang orang-orang yang diwawancarai kemudian mendapatkan intimidasi dari aparat negara. Pihaknya merasa terganggu dengan intimidasi tersebut, meskipun mereka tidak mengalami kekerasan fisik.
"Kami merasa tidak nyaman kalau setiap kali pertemuan didatangi intel. Tadi saya bilang dengan pihak Menko jangan sampai itu diulangi lagi ada represi," kata Bejo.
Saat menyerahkan data kuburan massal, Bejo didampingi perwakilan korban tragedi 1965 dan kelompok International People's Tribunal on 1965 Crimes Against Humanity in Indonesia. Laporan mereka diterima oleh Asisten deputi Pemajuan dan Perlindungan HAM Kemenko Polhukam, Brigjen Abdul Hafil Fuddin.
Menurut Bejo, respons pihak pemerintah cukup baik dalam menerima laporan tersebut karena mau mendengarkan suara korban.
Namun pihaknya cemas dengan kelompok militer yang cenderung tidak moderat. "Yang saya khawatirkan kan masih ada orang militer garis keras, seperti Kivlan Zen," kata Bejo.
Di pihak lain, Hafil menyampaikan, YPKP telah menyampaikan perkembangan laporan mengenai kuburan massal korban tragedi 1965. Selain itu, mereka juga meminta dijamin kebebasan berkumpul dan berpendapat. Namun dalam pertemuan itu, Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan tidak bisa ditemui karena kesibukannya.
"Dokumen nanti juga saya minta diserahkan lebih lengkap sebagai bahan untuk mengambil kebijakan oleh pemerintah dalam kasus tersebut. Pak Menko bersedia menerima tapi tadi jadwal beliau padat," kata Hafil.
Data itu sebelumnya telah diserahkan kepada Komnas HAM selaku lembaga yang berwenang melakukan pendataan maupun penggalian kuburan massal. Hal itu sesuai UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
"Penggalian dan pencarian bukti hukum harus berkoordinasi dengan Komnas HAM," kata anggota Dewan Pengarah IPT 1965, Reza Muharam, yang ikut menyerahkan data hari ini. (bag)
Namun pihaknya cemas dengan kelompok militer yang cenderung tidak moderat. "Yang saya khawatirkan kan masih ada orang militer garis keras, seperti Kivlan Zen," kata Bejo.
Di pihak lain, Hafil menyampaikan, YPKP telah menyampaikan perkembangan laporan mengenai kuburan massal korban tragedi 1965. Selain itu, mereka juga meminta dijamin kebebasan berkumpul dan berpendapat. Namun dalam pertemuan itu, Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan tidak bisa ditemui karena kesibukannya.
"Dokumen nanti juga saya minta diserahkan lebih lengkap sebagai bahan untuk mengambil kebijakan oleh pemerintah dalam kasus tersebut. Pak Menko bersedia menerima tapi tadi jadwal beliau padat," kata Hafil.
Data itu sebelumnya telah diserahkan kepada Komnas HAM selaku lembaga yang berwenang melakukan pendataan maupun penggalian kuburan massal. Hal itu sesuai UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
"Penggalian dan pencarian bukti hukum harus berkoordinasi dengan Komnas HAM," kata anggota Dewan Pengarah IPT 1965, Reza Muharam, yang ikut menyerahkan data hari ini. (bag)
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160502175308-20-128151/korban-tragedi-1965-yakin-122-kuburan-massal-valid/
0 komentar:
Posting Komentar