Rabu, 18 Mei 2016 | 21:08 WIB
Menteri Koordinator
bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan saat
memberikan keterangan kepada wartawan di kantor Kemenko Polhukam, Rabu
(18/5/2016). Foto:
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mempertanyakan maksud dari pihak-pihak yang tidak menyetujui diselenggarakannya Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965.
Luhut mengaku tidak mengetahui apa yang menjadi alasan utama sehingga muncul wacana simposium tandingan.
Ia beralasan, simposium nasional telah menghadirkan para pemangku kepentingan dan pembicara yang memiliki kredibilitas seperti Sintong Panjaitan, hingga komandan RPKAD yang pertama kali masuk ke Jawa Tengah saat melakukan penumpasan gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI).
"Yang ditentang apanya? Apa yang mau ditandingkan? Semua pihak diundang. Pembicaranya kredibel. Salah satunya Sintong Panjaitan. Dia komandan RPKAD yang masuk ke daerah Jawa Tengah saat itu," ujar Luhut di kantor Kemenko Polhukam, Rabu (18/5/2016).
Di samping itu, Luhut pun mempersilahkan apabila ada pihak yang merasa tidak puas dan berniat untuk membuat simposium tandingan.
"Kalau mau bikin simposium tandingan ya silahkan. Salah sendiri diundang tidak datang," kata Luhut.
Sebelumnya diberitakan, purnawirawan TNI berencana menyelenggarakan simposium melawan PKI pada 1-2 Juni 2016. Simposium melawan PKI ini menjadi tandingan dari simposium korban tragedi 1965 yang sebelumnya sudah digelar.
Para pensiunan TNI ini menganggap simposium itu tidak mengakomodasi semua pihak, sehingga mereka memutuskan untuk membentuk simposium lain.
"Kalau mau meluruskan, harusnya sama-sama, objektif seluruhnya, terbuka seluruhnya," ujar Ketua DPP Gerakan Bela Mayjen TNI (purn) Budi Sujana di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Jumat (13/5/2016).
"Kami minta tolong, kalau mau bikin (Simposium rekonsiliasi) mari bikin yang sama-sama, panitia sama banyak, pembicara seimbang," sambung dia.
Begitu pun dengan korbannya, kata Budi, tak hanya korban setelah 1965 namun juga digali penyebabnya dari tahun-tahun sebelumnya hingga tahun 1948.
Ia berharap simposium melawan PKI tersebut bisa dihadiri berbagai golongan dan pihak untuk meyakinkan bahwa bangsa Indonesia mampu mempertahankan Negra Kesatuan Republik Indonesia dengan Pancasilanya dari rongrongan kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Luhut mengaku tidak mengetahui apa yang menjadi alasan utama sehingga muncul wacana simposium tandingan.
Ia beralasan, simposium nasional telah menghadirkan para pemangku kepentingan dan pembicara yang memiliki kredibilitas seperti Sintong Panjaitan, hingga komandan RPKAD yang pertama kali masuk ke Jawa Tengah saat melakukan penumpasan gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI).
"Yang ditentang apanya? Apa yang mau ditandingkan? Semua pihak diundang. Pembicaranya kredibel. Salah satunya Sintong Panjaitan. Dia komandan RPKAD yang masuk ke daerah Jawa Tengah saat itu," ujar Luhut di kantor Kemenko Polhukam, Rabu (18/5/2016).
Di samping itu, Luhut pun mempersilahkan apabila ada pihak yang merasa tidak puas dan berniat untuk membuat simposium tandingan.
"Kalau mau bikin simposium tandingan ya silahkan. Salah sendiri diundang tidak datang," kata Luhut.
Sebelumnya diberitakan, purnawirawan TNI berencana menyelenggarakan simposium melawan PKI pada 1-2 Juni 2016. Simposium melawan PKI ini menjadi tandingan dari simposium korban tragedi 1965 yang sebelumnya sudah digelar.
Para pensiunan TNI ini menganggap simposium itu tidak mengakomodasi semua pihak, sehingga mereka memutuskan untuk membentuk simposium lain.
"Kalau mau meluruskan, harusnya sama-sama, objektif seluruhnya, terbuka seluruhnya," ujar Ketua DPP Gerakan Bela Mayjen TNI (purn) Budi Sujana di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Jumat (13/5/2016).
"Kami minta tolong, kalau mau bikin (Simposium rekonsiliasi) mari bikin yang sama-sama, panitia sama banyak, pembicara seimbang," sambung dia.
Begitu pun dengan korbannya, kata Budi, tak hanya korban setelah 1965 namun juga digali penyebabnya dari tahun-tahun sebelumnya hingga tahun 1948.
Ia berharap simposium melawan PKI tersebut bisa dihadiri berbagai golongan dan pihak untuk meyakinkan bahwa bangsa Indonesia mampu mempertahankan Negra Kesatuan Republik Indonesia dengan Pancasilanya dari rongrongan kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Penulis | : Kristian Erdianto |
Editor | : Sabrina Asril |
http://nasional.kompas.com/read/2016/05/18/21082911/luhut.soal.simposium.buatan.purnawirawan.tni.apa.yang.mau.ditandingkan.?utm_campaign=related&utm_medium=bp&utm_source=news&
0 komentar:
Posting Komentar