Selasa, 17 Mei 2016 | 04:30 WIB
Yosep Stanley Adi
Setyo dari Dewan Pers, memberikan pemaparan dalam acara diskusi ruang
tengah yang membahas "Etika di Belakang Kamera : Benarkah Cover Majalah
Tempo Melanggar Kode Etik" di kantor TEMPO, Jakarta, 21 Januari 2016.
TEMPO/Fajar Januarta
"Dewan Pers memberikan masukan menyangkut kebebasan berekspresi termasuk produk pers," katanya kepada wartawan di Malang, Senin 16 Mei 2016. Pedoman dibutuhkan, katanya, untuk menjadi acuan polisi dalam menangani isu komunisme. Agar tak terjadi multitafsir, lantaran polisi di daerah bisa saja menyimpang dan tak memahami instruksi yang disampaikan Kapolri.
Jika tak dilengkapi dengan panduan dan pedoman yang jelas. Seperti penertiban buku komunisme, seharusnya melalui penetapan pengadilan jika buku itu dilarang karena membahayakan. Para ahli, katanya, harus dilibatkan polisi tak bisa langsung menertibkan di lapangan. Ada kelompok, katanya, yang menuding isu ini sengaja dibuat oleh orang yang tak puas dengan simposium nasional 1965.
Baca: NU Jawa Timur Anggap Buku Aliran Kiri Bangkitkan Komunisme
"Mereka aparat penegak hukum harus ada rekomendasi lembaga lain," katanya. Aksi sweeping buku yang dilakukan TNI dan Polri menjadi bagian pengerahan kekuatan secara berlebihan. Seperti kecurigaan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyebarkan komunisme sebagai tafsir polisi yang berlebihan. Tudingan ini disampaikan polisi saat AJI Yogyakarta memutar film dokumenter Buru Tanah Air Beta.
Film karya Rahung Nasution ini bercerita mengenai bekas tahanan politik Pulau Buru anggota Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) Hersri Setiawan. Dia bernostalgia kisah hidupnya di Pulau Buru. "Hersri menjadi anggota kehormatan UGM diserahkan Dirjen Kebudayaan. Artinya namanya sudah dipulihkan," katanya.
Lebih celaka, katanya, AJI dituduh komunis. Yoseph mengatakan seharusnya polisi bertanya ke Dewan Pers. Karena AJI merupakan konstituen Dewan Pers. "Ketakutan terhadap komunisme berlebihan," katanya.
Juru bicara Kepolisian Resor Malang Kota Ajun Komisaris Nunung Anggraeni mengatakan belum menerima pedoman penanganan isu komunisme. Dia menduga masih digodok di Markas Besar Kepolisian. "Nanti turun ke Polda baru ke Polres," katanya.
Sementara Sekretari Jenderal AJI Indonesia, Arfi Bambani Amri mengatakan jika AJI merupakan organisasi pers yang diakui Dewan Pers. Selain itu, AJI juga terdaftar berbadan hukum perkumpulan di Kementerian Hukum dan HAM. "AJI juga terdaftar sebagai ormas di Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri," katanya dalam pesan pendek.
EKO WIDIANTO
https://nasional.tempo.co/read/news/2016/05/17/078771502/marak-razia-pki-ini-masukan-dewan-pers-ke-polri
0 komentar:
Posting Komentar