03/05/2016 - Associated
Press
Simposium “Membedah Tragedi
1965” yang diprakarsai oleh oleh Dewan Pertimbangan Presiden dan Komnas HAM, di
Jakarta (18/4). (VOA/Fathiyah Wardah)
Daftar tersebut adalah hasil penelitian sejak tahun 2000
dan kuburan-kuburan itu, terletak di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi,
Flores dan Bali, mencakup hampir 14.000 korban.
JAKARTA — Penyintas tragedi pembantaian anti-komunis
tahun 1965 menyerahkan daftar yang menurut mereka mencakup lebih dari 100
kuburan massal kepada pemerintah, Senin (2/5), setelah Presiden menyerukan
penyelidikan terhadap pembunuhan tersebut.
Lima penyintas, berusia 70an dan merupakan pendiri
Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965-1966, memberikan dokumen-dokumen
tersebut kepada Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan,
yang bertanggung jawab atas penyelidikan itu.
Daftar tersebut adalah hasil penelitian sejak tahun 2000
dan kuburan-kuburan itu, terletak di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi,
Flores dan Bali, mencakup hampir 14.000 korban, menurut kelompok tersebut.
Para ahli sejarah mengatakan setengah juta orang
meninggal dalam pembantaian selama berbulan-bulan yang dimulai Oktober 1965
atas dorongan militer, setelah enam jenderal sayap kanan tewas dalam percobaan
kudeta yang dilakukan oleh terduga komunis.
Menkopolhukam Luhut Pandjaitan tidak hadir pada saat
penyerahan dokumen, namun para pejabat Kementerian mengatakan ia akan menemui
kelompok itu minggu depan.
Ia diperintahkan oleh Presiden Joko Widodo untuk memimpin
penyelidikan atas pembantaian tersebut, menyusul sebuah simposium yang diadakan
oleh pemerintah dan kelompok-kelompok hak asasi manusia bulan lalu mendobrak
setelah selama setengah abad diskusi publik mengenai pembunuhan itu dianggap
tabu.
Luhut yang pensiunan jenderal itu dikecam karena mengatakan
dalam simposium itu bahwa sangat sedikit orang yang terbunuh, dan ia bersumpah
pemerintah tidak akan pernah meminta maaf. Ia kemudian menuntut
kelompok-kelompok HAM membuktikan kuburan-kuburan massal itu ada.
Bedjo Untung, penyintas pembantaian yang mengepalai
yayasan tersebut, mengatakan mereka telah mendokumentasikan lokasi 122 kuburan
massal dengan bantuan para penyintas dan saksi, termasuk orang-orang yang
menggali kuburan dan menguburkan mayat-mayat itu.
"Kami yakin ini hanya 2 persen dari korban," ujarnya.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan
(KontraS) telah menolak memberikan informasi mengenai kuburan massal kepada
pemerintah, karena takut digunakan oleh mereka yang tidak setuju akan
investigasi itu untuk menutupi kebenaran. [hd/dw]
0 komentar:
Posting Komentar