Rabu, 18/05/2016 13:49 WIB
Kuburan massal korban pembantaian 1965 di Semarang, Jawa Tengah. (Getty Images/Ulet Ifansasti)
Jakarta, CNN Indonesia
--
Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Letnan Jenderal
Purnawirawan Agus Widjojo mengatakan hasil Simposium Nasional Membedah
Tragedi 1965 telah mengerucut pada sebuah rekomendasi. Rumusan mengarah
pada rekonsiliasi nonyudisial.
Tim perumus akan segera menyerahkan rekomendasi tersebut kepada pemerintah, yakni Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan.
"Rekomendasi dari tim perumus sudah mengerucut dan akan segera dilaporkan ke Menko (Polhukam)," kata Agus di kantor Lemhannas, Jakarta, Rabu (18/5). Ia dijadwalkan bertemu Luhut sore ini.
Agus tak menjelaskan detail butir-butir rekomendasi tersebut. Namun, menurutnya, rekomendasi yang dihasilkan terkait dengan metodologi analisis informasi yang didapat dari pertemuan simposium April lalu.
Sejumlah informasi dari Simposium dijadikan masukan bagi tim perumus untuk membedah Tragedi 1965 melalui pendekatan kesejarahan sebagai proses pembelajaran bangsa.
Upaya penyelesaian lewat rekonsiliasi nonyudusial, ujar Agus, sesuai
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Secara konkret, kata dia, bentuk-bentuk rekomendasi merupakan elemen
dari konsep rekonsiliasi.
Dalam rekomendasi yang akan diberikan kepada pemerintah itu, akan dicantumkan hasil temuan soal 1965, bentuk akademiknya, serta alternatif penyelesaian menurut konsep rekonsiliasi.
Agus berkata, hasil rekomendasi tersebut telah dirumuskan bersama dengan berbagai elemen yang tergabung dalam tim perumus. Mereka menurutnya mewakili semua pemangku kepentingan.
Ketua Panitia Pengarah Simposium 1965 itu tak ambil pusing dengan beberapa pihak yang tak sejalan dengan agenda penyelesaian dugaan kasus pelanggaran HAM 1965, sebab perbedaan pendapat merupakan hal wajar dalam kehidupan demokrasi.
Putra Pahlawan Revolusi Mayjen Sutoyo Siswomiharjo itu juga mengatakan,
kurangnya komunikasi menjadi salah satu penyebab masalah dalam tatanan
demokrasi saat ini.
"Tidak ada yang mutlak mengatakan ada satu cara yang paling benar, tapi ada juga bagian yang tidak sepakat akibat dari nonkomunikasi. Ini masalah komunikasi," kata Agus.
Acara Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 melalui Pendekatan Kesejarahan digelar 18-19 April lalu di Hotel Aryaduta, Jakarta. Sejumlah korban dan keluarga mereka, serta para pegiat hak asasi manusia, berkumpul membahas persoalan yang terjadi lebih dari setengah abad lalu. Kegiatan itu diinisiasi oleh Lemhannas dan Kemenko Polhukam.
(agk)
Tim perumus akan segera menyerahkan rekomendasi tersebut kepada pemerintah, yakni Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan.
"Rekomendasi dari tim perumus sudah mengerucut dan akan segera dilaporkan ke Menko (Polhukam)," kata Agus di kantor Lemhannas, Jakarta, Rabu (18/5). Ia dijadwalkan bertemu Luhut sore ini.
Agus tak menjelaskan detail butir-butir rekomendasi tersebut. Namun, menurutnya, rekomendasi yang dihasilkan terkait dengan metodologi analisis informasi yang didapat dari pertemuan simposium April lalu.
Sejumlah informasi dari Simposium dijadikan masukan bagi tim perumus untuk membedah Tragedi 1965 melalui pendekatan kesejarahan sebagai proses pembelajaran bangsa.
|
Dalam rekomendasi yang akan diberikan kepada pemerintah itu, akan dicantumkan hasil temuan soal 1965, bentuk akademiknya, serta alternatif penyelesaian menurut konsep rekonsiliasi.
Agus berkata, hasil rekomendasi tersebut telah dirumuskan bersama dengan berbagai elemen yang tergabung dalam tim perumus. Mereka menurutnya mewakili semua pemangku kepentingan.
Ketua Panitia Pengarah Simposium 1965 itu tak ambil pusing dengan beberapa pihak yang tak sejalan dengan agenda penyelesaian dugaan kasus pelanggaran HAM 1965, sebab perbedaan pendapat merupakan hal wajar dalam kehidupan demokrasi.
|
"Tidak ada yang mutlak mengatakan ada satu cara yang paling benar, tapi ada juga bagian yang tidak sepakat akibat dari nonkomunikasi. Ini masalah komunikasi," kata Agus.
Acara Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 melalui Pendekatan Kesejarahan digelar 18-19 April lalu di Hotel Aryaduta, Jakarta. Sejumlah korban dan keluarga mereka, serta para pegiat hak asasi manusia, berkumpul membahas persoalan yang terjadi lebih dari setengah abad lalu. Kegiatan itu diinisiasi oleh Lemhannas dan Kemenko Polhukam.
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160518134953-20-131628/rekomendasi-simposium-1965-mengarah-rekonsiliasi-nonyudisial/
0 komentar:
Posting Komentar