Arif Hulwan Muzayyin | Senin, 18/09/2017 16:09 WIB
Kivlan Zen dalam sebuah simposium tentang peristiwa 1965, beberapa waktu lalu (Foto: CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Upaya Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Jakarta meluruskan sejarah tentang peristiwa Gerakan 30 September dipandang sebagai kebangkitan paham komunisme. Hal itu disebut merupakan bentuk pelanggaran UU.
Mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) TNI AD Mayjen (Purn.) Kivlan Zen mengungkapkan, diskusi seputar persitiwa 1965 di
YLBHI sudah dikategorikan penyebaran paham komunisme. Hal ini melanggar UU No. 27 Tahun 1999 tentang Perubahan KUHP yang berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara, dan TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis.
Langkah pertama yang akan ia lakukan adalah melaporkan lembaga yang didirikan mendiang Adnan Buyung Nasution itu ke Kepolisian terkait pelanggaran perundang-undangan di atas.
"Saya akan ajukan pembubaran LBH ini ke Kepolisian, Menko Polhukam, dan Menkumham. Saya akan laporkan mereka karena membangkitkan komunisme," cetusnya, saat dihubungi CNN Indonesia, Senin (28/9).
Hal itu terkait tudingan yang mengatakan Kivlan adalah salah satu otak di balik massa aksi yang mengepung kantor YLBHI/LBH Jakarta, Minggu (17/9).
"Silakan saja menuduh, itu hak. Bukan saya yang mengerahkan. Tapi kalau (saya) menginspirasi melalui ceramah, buku-buku, kan enggak masalah. Saya memang yang paling getol dalam menentang bangkitnya komunisme," kilahnya.
Menurut Kivlan, massa yang berasal dari berbagai ormas itu hanya menggunakan hak demokrasi untuk menyampaikan pendapat. Massa menjadi agresif, kata dia, karena dalam gelaran "Asik Asik Aksi" di kantor YLBHI itu ada nyanyian Genjer-Genjer.
"Lagu Genjer-Genjer itu simbolnya PKI, dinyanyikan waktu membantai para Jenderal, dinyanyikan waktu perang. Jadi kalau ada lagu itu ya berarti mereka siap perang. Makanya massa (pendemo) menjadi terpicu (menjadi anarkistis)," aku Kivlan.
Ia pun meminta semua pihak agar tidak menyinggung lagi seputar peristiwa Gerakan 30 September 1965. Menurut dia, sejarah saat ini tentang peristiwa 1965 sudah benar karena melalui proses pengadilan di Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) yang memeriksa dan mengadili para tahanan (anggota militer) yang diduga terlibat gerakan itu.
"Silakan saja menuduh, itu hak. Bukan saya yang mengerahkan. Tapi kalau (saya) menginspirasi melalui ceramah, buku-buku, kan enggak masalah. Saya memang yang paling getol dalam menentang bangkitnya komunisme," kilahnya.
Menurut Kivlan, massa yang berasal dari berbagai ormas itu hanya menggunakan hak demokrasi untuk menyampaikan pendapat. Massa menjadi agresif, kata dia, karena dalam gelaran "Asik Asik Aksi" di kantor YLBHI itu ada nyanyian Genjer-Genjer.
"Lagu Genjer-Genjer itu simbolnya PKI, dinyanyikan waktu membantai para Jenderal, dinyanyikan waktu perang. Jadi kalau ada lagu itu ya berarti mereka siap perang. Makanya massa (pendemo) menjadi terpicu (menjadi anarkistis)," aku Kivlan.
Ia pun meminta semua pihak agar tidak menyinggung lagi seputar peristiwa Gerakan 30 September 1965. Menurut dia, sejarah saat ini tentang peristiwa 1965 sudah benar karena melalui proses pengadilan di Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) yang memeriksa dan mengadili para tahanan (anggota militer) yang diduga terlibat gerakan itu.
"Sudahlah, jangan bangkitkan luka lama, nanti kacau Indonesia. Mau ada perang saudara?" ucap Kivlan, yang ditetapkan sebagai tersangka kasus makar oleh Polri, akhir tahun lalu.
Sebelumnya, Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur memastikan acara yang digelar pihaknya bukanlah upaya untuk membangkitkan komunisme. Pihak yang hadir di acara tersebut pun tidak terkait dengan organisasi PKI.
"Itu orang tua semua di dalam, mbah-mbah, kok tega diperlakukan seperti itu. Bisa kami buktikan semua yang terjadi semalam," katanya menegaskan.
Sementara, Ketua Umum YLBHI Asfinawati dalam siaran persnya menyebut, acara "Asik Asik Aksi" dilakukan sebagai bentuk keprihatinan atas pembubaran seminar sejarah 1965 yang dilakukan LBH Jakarta. Isi acaranya hanya penampilan kesenian seperti nyanyian dan pembacaan puisi. Dia pun membantah ada nyanyian lagu Genjer-Genjer di acara tersebut seperti yang dituduhkan massa pendemo. (arh/djm)
0 komentar:
Posting Komentar