Rabu, 18 Mei 2016 | 21:52 WIB
Ketua Pemuda Rakyat
Sukatno yang menjadi underbouw PKI yang juga wartawati Warta Buana,
korban Tragedi 1965, Sri Sulistyawati hadiri acara Simposium Nasional
Membedah Tragedi 1965 di Jakarta, 18 April 2016. Komisi untuk Orang
Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai bahwa Simposium ini
tidak bisa dilihat sebagai bentuk pertanggungjawaban negara dalam
menuntaskan kasus pelanggaran HAM masa lalu. TEMPO/Subekti
Untuk gambaran awal, Luhut menyatakan optimistis akan adanya rekonsiliasi seusai pembahasan rumusan rekomendasi dari simposium yang berlangsung April 2016 itu. "Optimistis, itu tujuan akhir. Saat ini internasional juga mengakui kita sudah menyelesaikan kasus hak asasi manusia, agar hal ini tak jadi beban untuk generasi mendatang," kata Luhut.
Luhut mengatakan rekomendasi tersebut masih jauh dari sejumlah poin yang dituntut korban saat simposium, seperti permintaan maaf negara maupun pengakuan adanya keterlibatan negara dalam peristiwa 1965. "Masih jauh itu. Soal rehabilitasi, nanti kita lihat berapa banyak (korban) dulu."
Hasil yang didapat tim perumus sudah diserahkan kepada Ketua Panitia Pengarah Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 Agus Widjojo kepada Luhut pada Rabu siang. "Kami memberi bahan mentah," tutur Agus saat ditemui di kantor Luhut. "Nanti Jumat finalisasi, sekarang ini penyerahan pertama hasil rumusan. Pak Luhut dan para staf harus mendalami dulu."
Agus menjelaskan, rekomendasi simposium itu akan muncul dalam bentuk non-yudisial yang disusun secara akademik oleh tim perumus. "(Hasil) yang keluar tak akan lepas dari konsep rekonsiliasi."
Agus menolak membeberkan substansi rumusan rekomendasi yang baru saja diserahkan kepada Luhut. "Kami tim perumus hanya bertugas menyerahkannya kepada pemerintah," tuturnya.
YOHANES PASKALIS
https://nasional.tempo.co/read/news/2016/05/18/078772174/simposium-1965-luhut-optimistis-berujung-rekonsiliasi
0 komentar:
Posting Komentar