Made Supriatma | 12 Juni 2016
Dari Penggrebegan Warung ke Preman Bela Negara: Ada sesuatu yang baru sedang terjadi sesudah hantu-hantu 65 dibangkitkan. Tentu, Sodara sudah tahu bahwa tentara sedang menggalakkan bela negara.
Kantor Berita Reuters menurunkan berita bahwa di Bali, tentara akan
melatih preman. Untuk membela negara, katanya. Daripada orang-orang ini
nggak ada kerjaan, lebih baik dikasih pelajaran dasar kemiliteran. Juga
dikasih pelajaran menembak.
Sebelum itu, Sodara tentu inget bahwa tentara (Angkatan Darat saja sebenernya) yang murka dengan Simposium Sejarah 1965, membikin simposium tandingan. Bukan simposium sebenarnya. Itu adalah forum provokasi. Karena semua yang bicara omong berapi-api ganyang Komunis dan bahkan ada yang siap menjagal kembali.
Nah. kebangkitan PKI ini juga dijadikan alasan untuk mengintensifkan bela negara. Disini lah lucunya. Tentara dulu sangat anti dengan Angkatan Kelima yang diusulkan oleh PKI untuk kampanye "Ganyang Malaysia". Kalau Sodara melek sejarah, PKI ingin memobilisasi Buruh dan Tani sebagai Angkatan Kelima. Ya, Buruh dan Tani ...
Disinilah lucunya. Tentara ingin mengorganisir para preman ini untuk membela negara? Para kriminal? Mereka itu parasit masyarakat. Tempatnya di penjara. Bisa Sodara bayangkan preman-preman ini mendapat 'backing' tentara dan mahir pegang senjata pula?
Di Bali, yang diuji coba adalah dua organisasi preman yang selalu berantem. Kalau berantem tidak tanggung-tanggung. Semuanya jadi kacau balau. Mereka dipelihara oleh elit-elit lokal. Mencari makan dari memeras apa yang bisa diperas.
Kemudian datang berita soal razia warung-warung makan dan orang yang
tidak berpuasa pada bulan Ramadhan ini. Paling tidak, kejadiannya sudah
ada di tiga kabupaten: Bogor, Serang, dan yang terakhir Bengkulu.
Apakah ini berkaitan dengan soal simposium? Agaknya tidak. Saya sendiri ragu. Tapi ada sesuatu yang menarik.
Bukankah razia-razia seperti ini sudah dilakukan oleh FPI dan ormas-ormas sejenisnya dari tahun ke tahun?
Mengapa Pemda tiba-tiba mengambilalih 'jatah kerjaan' FPI? Disini saya merasa heran.
Juga, kok FPI kalem sekali sekarang. Apakah karena proyek simposium anti-simposium itu sudah cukup?
Oh ya, mungkin juga proyek anti-Ahok juga sudah cukup membikin mereka sibuk?
Begitulah negeri Sodara ini. Banyak hal-hal penting dan aneh yang terjadi. Oh iya, tadi sore saya mendapat kiriman video dari seorang teman. Ada dua 'aparat' yang menolak menyebutkan nama atau kesatuannya memukuli aktivis anti-reklamasi Teluk Benoa. Gara-garanya, para aktivis ini hendak menonton Pesta Kesenian Bali. Wajar bukan? Tidak untuk dua aparat ini. Mereka melarang para aktivis ini menonton.
Mengapa? Karena mereka memakai kaos tolak-reklamasi Teluk Benoa. Ketika ditanyakan apa dasar hukumnya? Kedua aparat ini hanya mengatakan, dasar hukumnya adalah perintah atasan! Ketika didesak, mereka ngamuk dan malah memukul.
Sebelumnya, semua spanduk dan baliho tolak reklamasi diturunkan. Ya, ini prosedur tetap setiap Presiden Joko Widodo datang ke Bali. Presiden ini benar-benar dilindungi supaya tidak melihat gerakan tolak-reklamasi yang sekarang amat massif itu.
Nah, mungkin sekarang Sodara mengerti mengapa tentara perlu melatih preman. Sejatinya, keduanya tidak ada bedanya bukan?
Berita dari Bengkulu:
http://www.jawapos.com/…/satpol-pp-razia-pns-muslim-tak-pua…
Berita dari Reuters:
http://uk.reuters.com/a…/uk-indonesia-security-idUKKCN0YW0TU
Presiden yang nyengir dalam kepompong perlindungan supaya tidak melihat aktivias gerakan tolak reklamasi (Cobalah keluar sedikit dari kepompong bikinan anak buahmu itu, Pak! Sudah lama Sodara tidak blusukan.)
http://m.tempo.co/…/dekati-panggung-jokowi-aktivis-antirekl…
Photo: Bela Negara. Reuters. Duh seremnya ... Kok tiba-tiba saya ingat dengan imajinasi tentara tentang Gerwani tahun 1965 itu ya?
https://www.facebook.com/m.supriatma/posts/10153881381768533
Sebelum itu, Sodara tentu inget bahwa tentara (Angkatan Darat saja sebenernya) yang murka dengan Simposium Sejarah 1965, membikin simposium tandingan. Bukan simposium sebenarnya. Itu adalah forum provokasi. Karena semua yang bicara omong berapi-api ganyang Komunis dan bahkan ada yang siap menjagal kembali.
Nah. kebangkitan PKI ini juga dijadikan alasan untuk mengintensifkan bela negara. Disini lah lucunya. Tentara dulu sangat anti dengan Angkatan Kelima yang diusulkan oleh PKI untuk kampanye "Ganyang Malaysia". Kalau Sodara melek sejarah, PKI ingin memobilisasi Buruh dan Tani sebagai Angkatan Kelima. Ya, Buruh dan Tani ...
Disinilah lucunya. Tentara ingin mengorganisir para preman ini untuk membela negara? Para kriminal? Mereka itu parasit masyarakat. Tempatnya di penjara. Bisa Sodara bayangkan preman-preman ini mendapat 'backing' tentara dan mahir pegang senjata pula?
Di Bali, yang diuji coba adalah dua organisasi preman yang selalu berantem. Kalau berantem tidak tanggung-tanggung. Semuanya jadi kacau balau. Mereka dipelihara oleh elit-elit lokal. Mencari makan dari memeras apa yang bisa diperas.
Mengapa preman lebih mulia daripada petani dan buruh? Saya tidak tahu darimana datangnya imajinasi buruk ini.
Apakah ini berkaitan dengan soal simposium? Agaknya tidak. Saya sendiri ragu. Tapi ada sesuatu yang menarik.
Bukankah razia-razia seperti ini sudah dilakukan oleh FPI dan ormas-ormas sejenisnya dari tahun ke tahun?
Mengapa Pemda tiba-tiba mengambilalih 'jatah kerjaan' FPI? Disini saya merasa heran.
Juga, kok FPI kalem sekali sekarang. Apakah karena proyek simposium anti-simposium itu sudah cukup?
Oh ya, mungkin juga proyek anti-Ahok juga sudah cukup membikin mereka sibuk?
Begitulah negeri Sodara ini. Banyak hal-hal penting dan aneh yang terjadi. Oh iya, tadi sore saya mendapat kiriman video dari seorang teman. Ada dua 'aparat' yang menolak menyebutkan nama atau kesatuannya memukuli aktivis anti-reklamasi Teluk Benoa. Gara-garanya, para aktivis ini hendak menonton Pesta Kesenian Bali. Wajar bukan? Tidak untuk dua aparat ini. Mereka melarang para aktivis ini menonton.
Mengapa? Karena mereka memakai kaos tolak-reklamasi Teluk Benoa. Ketika ditanyakan apa dasar hukumnya? Kedua aparat ini hanya mengatakan, dasar hukumnya adalah perintah atasan! Ketika didesak, mereka ngamuk dan malah memukul.
Sebelumnya, semua spanduk dan baliho tolak reklamasi diturunkan. Ya, ini prosedur tetap setiap Presiden Joko Widodo datang ke Bali. Presiden ini benar-benar dilindungi supaya tidak melihat gerakan tolak-reklamasi yang sekarang amat massif itu.
Nah, mungkin sekarang Sodara mengerti mengapa tentara perlu melatih preman. Sejatinya, keduanya tidak ada bedanya bukan?
Berita dari Bengkulu:
http://www.jawapos.com/…/satpol-pp-razia-pns-muslim-tak-pua…
Berita dari Reuters:
http://uk.reuters.com/a…/uk-indonesia-security-idUKKCN0YW0TU
Presiden yang nyengir dalam kepompong perlindungan supaya tidak melihat aktivias gerakan tolak reklamasi (Cobalah keluar sedikit dari kepompong bikinan anak buahmu itu, Pak! Sudah lama Sodara tidak blusukan.)
http://m.tempo.co/…/dekati-panggung-jokowi-aktivis-antirekl…
Photo: Bela Negara. Reuters. Duh seremnya ... Kok tiba-tiba saya ingat dengan imajinasi tentara tentang Gerwani tahun 1965 itu ya?
https://www.facebook.com/m.supriatma/posts/10153881381768533
0 komentar:
Posting Komentar