Sabtu, 18 Juni 2016 | 22:18 WIB
Pertemuan di sela-sela Sidang Dewan Hak Asasi Manusia PBB Sesi
ke-32, pada 16 Juni 2016 di Palais des Nations Jenewa. PTRI Jenewa
TEMPO.CO, Jakarta
- Indonesia, Afrika Selatan, Austria dan Universal Rights Group
mengadakan seminar bertema “Sharing Experience on National Plan of
Action on Human Rights” di Palais des Nations Jenewa, Swiss.
Side event ini diselenggarakan disela-sela Sidang Dewan Hak Asasi Manusia (DHAM) PBB Sesi ke-32, pada 16 Juni 2016. Acara dihadiri sekitar 70 peserta yang berasal dari 20 negara yang terdiri dari kalangan Pemerintah, National Human Rights Institusions (NHRI) dan LSM.
“Rencana Aksi Nasional HAM telah berkontribusi positif dalam menyediakan agenda dan blueprint HAM nasional, yang memungkinkan kemajuan yang berkesinambungan," ujar Dirjen HAM Kementrian Luar Negeri Indonesia Mualimin Abdi seperti termuat dalam siaran pers PTRI Indonesia di Jenewa pada 17 Juni 2016.
Wakil Tetap RI untuk PBB di Jenewa, Dubes Triyono Wibowo dalam sambutan pembukaan menyampaikan bahwa sejak Vienna Declaration and Programme on Action (1993) mendorong banyak negara menyusun Rencana Aksi Nasional HAM.
Side event ini diselenggarakan disela-sela Sidang Dewan Hak Asasi Manusia (DHAM) PBB Sesi ke-32, pada 16 Juni 2016. Acara dihadiri sekitar 70 peserta yang berasal dari 20 negara yang terdiri dari kalangan Pemerintah, National Human Rights Institusions (NHRI) dan LSM.
“Rencana Aksi Nasional HAM telah berkontribusi positif dalam menyediakan agenda dan blueprint HAM nasional, yang memungkinkan kemajuan yang berkesinambungan," ujar Dirjen HAM Kementrian Luar Negeri Indonesia Mualimin Abdi seperti termuat dalam siaran pers PTRI Indonesia di Jenewa pada 17 Juni 2016.
Wakil Tetap RI untuk PBB di Jenewa, Dubes Triyono Wibowo dalam sambutan pembukaan menyampaikan bahwa sejak Vienna Declaration and Programme on Action (1993) mendorong banyak negara menyusun Rencana Aksi Nasional HAM.
Rencana aksi ini bersifat unik karena prosesnya yang dari
bawah dan juga harus mempertimbangkan kewajiban hukum internasional.
Berbagi pengalaman dalam proses penyusunan dan implementasinya
akan mendorong pengembangan lebih lanjut di berbagai negara.
Mualimin Abdi dalam presentasinya memaparkan perjalanan prakarsa, perumusan, dan implementasi Rencana Aksi Nasional HAM sejak generasi pertama sampai generasi keempat periode 2015-2019.
Rencana aksi ini telah menjadi panduan nasional bagi keberlangsungan dan solusi permasalahan serta perlindungan HAM secara komprehensif. Baik hak sipil dan politik maupun hak ekonomi, sosial-budaya dan pembangunan sejalan dengan mandat Konstitusi.
Sejak rencana aksi yang pertama tahun 1998 telah banyak capaian yang diperoleh Indonesia dalam aspek pembentukan mekanisme HAM baik di tingkat nasional maupun daerah.
Mulai dari ratifikasi berbagai instrumen HAM internasional; peningkatan pemahaman dan kesadaran tidak hanya pada tingkat otoritas namun juga masyarakat; pembakuan norma dan standar HAM melalui penyusunan dan harmonisasi legislasi dan kebijakan.
Lalu pembentukan lembaga pemantau; kemitraan dengan pemangku kepentingan; penegakan hukum; maupun pelayanan komunikasi masyarakat.
Namun demikian, kata Mualimin Abdi, sebagai konsep yang dinamis, upaya pemajuan dan perlindungan HAM senantiasa mengalami tantangan dan perbaikan terus menerus.
Panelis lain yaitu Deputi Wakil Tetap Afsel untuk PBB di Jenewa dan Wakil Perutusan Tetap Austria untuk PBB di Jenewa menyampaikan sejarah dan perkembangan Rencana Aksi Nasional HAM di negaranya.
Direktur Eksekutif Universal Rights Group, Marc Limon menggarisbawahi bahwa sebagai best practice, Rencana Aksi Nasional HAM tidak bersifat “one size fits all”. Mengingat masing-masing negara memiliki keunikan pengalaman, kapasitas, dan sumber daya masing-masing.
Side event yang merupakan forum berbagi pengalaman mengenai beberapa aspek terkait HAM tersebut memperoleh apresiasi dari sejumlah peserta. Mereka menyatakan kekaguman atas Rencana Aksi Nasional HAM Indonesia.
UNTUNG WIDYANTO
Mualimin Abdi dalam presentasinya memaparkan perjalanan prakarsa, perumusan, dan implementasi Rencana Aksi Nasional HAM sejak generasi pertama sampai generasi keempat periode 2015-2019.
Rencana aksi ini telah menjadi panduan nasional bagi keberlangsungan dan solusi permasalahan serta perlindungan HAM secara komprehensif. Baik hak sipil dan politik maupun hak ekonomi, sosial-budaya dan pembangunan sejalan dengan mandat Konstitusi.
Sejak rencana aksi yang pertama tahun 1998 telah banyak capaian yang diperoleh Indonesia dalam aspek pembentukan mekanisme HAM baik di tingkat nasional maupun daerah.
Mulai dari ratifikasi berbagai instrumen HAM internasional; peningkatan pemahaman dan kesadaran tidak hanya pada tingkat otoritas namun juga masyarakat; pembakuan norma dan standar HAM melalui penyusunan dan harmonisasi legislasi dan kebijakan.
Lalu pembentukan lembaga pemantau; kemitraan dengan pemangku kepentingan; penegakan hukum; maupun pelayanan komunikasi masyarakat.
Namun demikian, kata Mualimin Abdi, sebagai konsep yang dinamis, upaya pemajuan dan perlindungan HAM senantiasa mengalami tantangan dan perbaikan terus menerus.
Panelis lain yaitu Deputi Wakil Tetap Afsel untuk PBB di Jenewa dan Wakil Perutusan Tetap Austria untuk PBB di Jenewa menyampaikan sejarah dan perkembangan Rencana Aksi Nasional HAM di negaranya.
Direktur Eksekutif Universal Rights Group, Marc Limon menggarisbawahi bahwa sebagai best practice, Rencana Aksi Nasional HAM tidak bersifat “one size fits all”. Mengingat masing-masing negara memiliki keunikan pengalaman, kapasitas, dan sumber daya masing-masing.
Side event yang merupakan forum berbagi pengalaman mengenai beberapa aspek terkait HAM tersebut memperoleh apresiasi dari sejumlah peserta. Mereka menyatakan kekaguman atas Rencana Aksi Nasional HAM Indonesia.
UNTUNG WIDYANTO
https://m.tempo.co/read/news/2016/06/18/078781135/indonesia-diskusikan-rencana-aksi-nasional-ham-di-markas-pbb
0 komentar:
Posting Komentar