PKI memberontak pada pemerintah RI sebanyak 2 kali selama periode Indonesia merdeka. Hukumannya terhadap mereka adalah dosa warisan, bapak/ibu anggota PKI anak-anaknya harus diberangus hak-haknya oleh negara; dan mereka dikucilkan oleh masyarakat.
Adapun para pengikutnya dan simpatisanya dengan bangga telah kita genocide secara massal sehingga tidak kurang dari sekian ratus ribu komunis dan orang yang kita duga komunis; telah kita bantai.
Bagaimana dengan DI/TII?
Mereka telah memberontak sebanyak 4 kali selama Indonesia merdeka, bandingkan dengan PKI yang hanya 2 kali saja, tapi entah kenapa perlakuan terhadap keduanya; jauh berbeda.
Anak-anak PKI diperlakukan demikian buruk di negeri kita, namun anak-anak DI/TII justru dimanja. Banyak dari mereka yang mendapat posisi di parpol-parpol yang berasaskan Islam, seperti PKS dan beberapa parpol lain.
Lalu bandingkan pula nasib antara anak-anak PKI dengan anak-anak teroris. Anak-anak teroris dan tersangka tindak pidana terorisme setelah bapaknya mati, berebut orang yang menyantuni mereka sebagai bentuk "jihad bil maal" (jihad dg harta benda). Adakah orang yang menyantuni anak-anak "komunis" yang orang tuanya terbantai, bahkan kadang secara tidak sengaja, salah sasaran dan sebagainya? Sama sekali tidak ada...!!
Padahal kita tahu bahwa anak-anak PKI tidak akan membangun negara Republik Rakyat Indonesia (RRI) yang beraliran komunis, sebab komunis telah mati dari negeri asalnya. Tapi bagaimana anak-anak teroris? Mereka akan terus melanjutkan "sunnah" bapaknya menjadi teroris. Apalagi memang difasilitasi, didoktrin dan diarahkan kesitu.
Kalaupun kita anggap keduanya sama-sama membahayakan negara dan bangsa, minimal kita sekarang sudah mulai tahu mana yang lebih membahayakan dari keduanya yaitu Komunis dan Islamist (Islamic radical groups) itu.
Kalaupun kita anggap keduanya sama-sama membahayakan negara dan bangsa, minimal kita sekarang sudah mulai tahu mana yang lebih membahayakan dari keduanya yaitu Komunis dan Islamist (Islamic radical groups) itu.
Komunis sudah mati dan telah berada di alam baqa; tak akan kembali. Dan kaum radikal masih hidup di tengah-tengah kita, mulai merongrong kedaulatan negara kita dengan manuver-manuver dalam segala bentuk. Begitu kita mulai sadar dengan gerakan mereka, langsung mereka menghembuskan issue komunis yang mereka sendiri sebenarnya tahu bahwa itu telah basi; hanya untuk mengalihkan perhatian kita dari dan terhadap gerakan mereka.
Salam Kunyuk..!!
Issue Anti PKI ini bikin ketawa kepingkel kepingkel; bener bener lucu...
Jaman Bung Karno yang anti PKI itu Bung Hatta, Sjahrir, Natsir; atau pun anak-anak sosialis Tan Malaka seperti Adam Malik ataupun Chaerul Saleh.
Jaman Bung Karno yang anti PKI itu Bung Hatta, Sjahrir, Natsir; atau pun anak-anak sosialis Tan Malaka seperti Adam Malik ataupun Chaerul Saleh.
Wah serangan anti PKI mereka dibangun dengan cerdas, bahasa yang menarik. Bahkan perang Parlemen antara kelompok Aidit dan Natsir sangat cerdas, tapi setelah mereka perang politik Parlemen di Bandung, mereka kemudian makan soto bareng satu meja; ketawa ketawa...
Coba baca kisah sejarah dari majalah Prisma di masa lalu, soal Aidit dan Natsir berboncengan sepeda mau rapat untuk negara. Jaman dulu sih mereka pada dewasa dewasa, perang politik adalah perang wacana...
Yang anti PKI juga bagus dalam membahasnya. Kalau mau baca buku Anti PKI, terutama Anti Leninis, coba bacalah buku Franz Magnis-Suseno yang berjudul "Dibawah bayang bayang Lenin". Wah, itu penjelasan keren dari sebuah "catatan kaki" soal Marxisme serta implikasinya dalam sejarah. Tapi kan lucunya buku Romo Magnis ini, juga di sweeping kan di Gramedia beberapa waktu lalu.
Jadi bener kata Oey Han Djoen dalam pengantar terjemahan Das Kapital edisi bahasa Indonesia. Bahwa "Di Indonesia ini benar benar jarang yang paham Das Kapital"... Lha boro boro Das Kapital, mengerti soal prinsip dasar Komunis aja nggak paham. Sudah gitu, masak disambungkan ke Aristoteles, lha yang bener aja, kan kalau cari ontologis pengaruh pikiran Karl Marx ya pastinya ke Feuerbach dulu; lalu serangan-serangan Marx ke Feuerbach ini yang jadi basis awal pemikiran Marxist soal hukum kepemilikan. Lalu bahas Hegel soal "Hukum-hukum Sejarah".
Jadi Marx ini adalah bagian paling kental dari warisan sejarah filsafat Jerman yang njelimet itu. Samalah dengan cara-cara Heiddeger, hanya saja Heiddeger itu basisnya di eksistensialisme. Ya ke Nietszche juga.
Jadi, mengaitkan ke Aristoteles ya terlalu jauh, dan bisa dikatakan nggak ada kaitannya.
Mengatakan Aristoteles dan Plato itu atheis; juga lucu. Di jamannya Aristoteles dan Plato, konsepsi Tuhan adalah sebagai pengatur. Belum ada pengaruh konsepsi Tuhan, monotheis Ibrahim. Tetapi sebagai ahli filsafat Plato justru dikenal sebagai filosof yang mengembangkan konsepsi Ketuhanan itu.
Dalam pemikirannya tentang "Alam Ide" dan menyebutkan sebagai Demeiougos -Ide tertinggi dari alam ide- Plato mengembangkan sebuah konsepsi masyarakat yang ideal dengan pemerintahan yang dipimpin para ahli filsafat; bukan orang pinggir jalan. Kelak, ini dibantah muridnya sendiri, Aristoteles.
Sementara Aristoteles juga tidak bisa dikatakan Atheis, konsepsi Tuhan juga belum ada pengaruh Abrahamik, Aristoteles membahas alam Tuhan dalam alur causa. Causa material, Causa formal, Causa efisien, Causa final.
Suatu realitas yang sifatnya kausalitas bahwa keberadaan sesuatu disebabkan oleh yang lain, mengarah pada konsep adanya Penggerak Pertama yang tidak bergerak sebagai penyebab gerak dari yang bergerak. Penggerak pertama yang tidak bergerak diartikan sebagai sebab yang dia sendiri tidak bergerak. Ia merupakan pikiran murni dan pikian hanya pada dirinya sendiri. Nah, penggerak pertama disebut sebagai "Aktus Murni".
Jadi ya lucu saja kok Aristoteles dibilang Atheis, konsepsi Atheis atau tidak baru muncul dalam filsafat peradaban modern. Nietsczche bahkan kerap dikatakan Atheis, tapi kalau paham Nietszche dalam konsepsi narasi; kamu bakalan nemuin konsepsi "Keberanian luar biasa Manusia untuk membentuk dirinya di hadapan Tuhan". Konsep-konsep filsafat memang banyak soal Konsepsi Ketuhanan, seperti Wittgenstein mencari Tuhan lewat konsepsi bahasa dan matematika.
Karl Marx sendiri tidak menjadikan anti Tuhan, tapi dalam teorinya mengabaikan alam immateriil dalam mempelajari sejarah. So, sepenuhnya adalah meneliti sejarah, bagaimana manusia beradaptasi baik alam pikiran dan alam kelasnya dalam melihat kekayaan.
Nah, Marx ini menganalisa dengan teliti bagaimana sebuah sejarah berdialektika terhadap alam pikir manusia. Jadi keadaan di luarlah yang mempengaruhi alam pikiran manusia, bukan alam ide sesuai pandangan Hegel. Karl Marx ini menjungkalkan Plato, Feuerbach sampai Hegel di soal alam ide.
Buku Sejarah Filsafat Dasar Harun Hadiwijono,
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=886301754826293&set=gm.1115860871805265&type=3
Very helpful suggestions that help in the optimizing website. Thank you for valuable suggestions.Second Copy 9.0.0.2
BalasHapus