Kamis, 02/06/2016 01:33 WIB
Sejumlah aktivis dari
Front Pancasila berunjuk rasa di kawasan Tugu Tani terkait Simposium
Membedah Tragedi 1965 yang berlangsung di Hotel Aryaduta Jakarta, Senin,
18 April 2016. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia
--
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Imdadun
Rahmat mengimbau agar masyarakat tak menyebarkan kebencian pada kelompok
yang memiliki keyakinan politik kiri. Menurutnya, setiap warga negara
memiliki hak menentukan pandangan politiknya.
Dalam diskusi peluncuran buku berjudul 'Upaya Negara Menjamin Hak-Hak Kelompok Minoritas di Indonesia' pada Rabu (1/6), Imdadun menyampaikan bahwa keyakinan politik kiri yang dimaksud adalah paham komunisme.
Dalam diskusi peluncuran buku berjudul 'Upaya Negara Menjamin Hak-Hak Kelompok Minoritas di Indonesia' pada Rabu (1/6), Imdadun menyampaikan bahwa keyakinan politik kiri yang dimaksud adalah paham komunisme.
Peluncuran buku tersebut dimaksudkan untuk mendorong pemerintah
melakukan sejumlah langkah yang diperlukan dalam memajukan kesetaraan
dan mengapuskan diskriminasi kepada kelompok minoritas.
"Minoritas pandangan politik menjadi salah satu concern kami. Politik kiri itu sah-sah saja," kata Imdadun di kantornya.
Menurutnya, negara harus menjamin pengakuan hak warga negara meski memiliki keyakinan politik kiri. Hal itu sesuai dengan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Aturan itu menyebutkan bahwa setiap orang berhak mempunyai keyakinan politiknya.
"Komnas HAM akan terus mendorong bangsa ini khususnya pemerintah untuk memajukan peningkatan bagi kelompok minoritas maupun hak-haknya," ucapnya.
Sementara itu, terkait simposium anti-Partai Komunis Indonesia (PKI) yang digelar pada hari yang sama, Imdadun berpesan agar simposium harus dapat menyelesaikan seluruh sumber masalah. Menurutnya, jangan sampai simposium itu hanya menjadi ajang untuk mengobarkan ajang kebencian.
"Sumber masalah yang kami maksud adalah soal pola hubungan yang saling antagonistis antara kelompok yang diidentifikasi sebagai kelompok kiri, PKI dan non-PKI," tuturnya.
Simposium bertajuk 'Mengamankan Pancasila dari Ancaman Kebangkitan PKI' itu digelar oleh sejumlah organisasi Gerakan Bela Negara, ormas yang berlandaskan Pancasila, ormas Islam, serta berbagai unsur masyarakat lain. Simposium bertujuan mengukuhkan Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara Indonesia.
Imdadun berpendapat, hubungan yang kurang baik antara PKI dan non PKI tak boleh terus dibiarkan. Harus ada penyelesaian yang positif.
"Harusnya spirit rekonsiliasi, spirit saling memahami dan saling menghormati dan saling memaafkan. Itu kondisi yang sebenarnya harusnya dikemukakan dan dikedepankan untuk saat ini," tuturnya.
Menurutnya, sejarah kelam harus menjadi bahan pelajaran dan harus dinyatakan sebagai suatu kesalahan yang tidak boleh terjadi lagi.
"Yang sudah ya sudah. Harus move on demi melanjutkan membangun bangsa ini ke depan. Dengan hubungan yang lebih manusiawi, persaudaraan, gotong royong dan saling menghargai," ucapnya.
Dia mengaku telah mengirim sejumlah perwakilan dari Komnas HAM untuk menghadiri simposium tersebut. Jika kontribusi Komnas HAM diperlukan, dia akan menindaklanjuti hasil simposium.
"Tunggu hasilnya dan nanti akan kami kaji yang sifatnya positif dan kontributif bagi peran Komnas HAM. Akan kami tindaklanjuti tetapi yang mungkin tidakk sejalan akan kami jadikan pertimbangan," tuturnya. (ama)
"Minoritas pandangan politik menjadi salah satu concern kami. Politik kiri itu sah-sah saja," kata Imdadun di kantornya.
Menurutnya, negara harus menjamin pengakuan hak warga negara meski memiliki keyakinan politik kiri. Hal itu sesuai dengan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Aturan itu menyebutkan bahwa setiap orang berhak mempunyai keyakinan politiknya.
"Komnas HAM akan terus mendorong bangsa ini khususnya pemerintah untuk memajukan peningkatan bagi kelompok minoritas maupun hak-haknya," ucapnya.
Sementara itu, terkait simposium anti-Partai Komunis Indonesia (PKI) yang digelar pada hari yang sama, Imdadun berpesan agar simposium harus dapat menyelesaikan seluruh sumber masalah. Menurutnya, jangan sampai simposium itu hanya menjadi ajang untuk mengobarkan ajang kebencian.
"Sumber masalah yang kami maksud adalah soal pola hubungan yang saling antagonistis antara kelompok yang diidentifikasi sebagai kelompok kiri, PKI dan non-PKI," tuturnya.
Simposium bertajuk 'Mengamankan Pancasila dari Ancaman Kebangkitan PKI' itu digelar oleh sejumlah organisasi Gerakan Bela Negara, ormas yang berlandaskan Pancasila, ormas Islam, serta berbagai unsur masyarakat lain. Simposium bertujuan mengukuhkan Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara Indonesia.
Imdadun berpendapat, hubungan yang kurang baik antara PKI dan non PKI tak boleh terus dibiarkan. Harus ada penyelesaian yang positif.
"Harusnya spirit rekonsiliasi, spirit saling memahami dan saling menghormati dan saling memaafkan. Itu kondisi yang sebenarnya harusnya dikemukakan dan dikedepankan untuk saat ini," tuturnya.
Menurutnya, sejarah kelam harus menjadi bahan pelajaran dan harus dinyatakan sebagai suatu kesalahan yang tidak boleh terjadi lagi.
"Yang sudah ya sudah. Harus move on demi melanjutkan membangun bangsa ini ke depan. Dengan hubungan yang lebih manusiawi, persaudaraan, gotong royong dan saling menghargai," ucapnya.
Dia mengaku telah mengirim sejumlah perwakilan dari Komnas HAM untuk menghadiri simposium tersebut. Jika kontribusi Komnas HAM diperlukan, dia akan menindaklanjuti hasil simposium.
"Tunggu hasilnya dan nanti akan kami kaji yang sifatnya positif dan kontributif bagi peran Komnas HAM. Akan kami tindaklanjuti tetapi yang mungkin tidakk sejalan akan kami jadikan pertimbangan," tuturnya. (ama)
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160602013359-20-135218/komnas-ham-tak-boleh-sebarkan-kebencian-pada-kelompok-kiri/
0 komentar:
Posting Komentar